Kasus-kasus yang menarik perhatian masyarakat, seperti transaksi mencurigakan senilai Rp 189 triliun yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Bea Cukai Kemenkeu, harus diprioritaskan untuk dituntaskan.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Satuan Tugas Supervisi dan dan Evaluasi Penanganan Laporan Hasil Analisis, Laporan Hasil Pemeriksaan, dan Informasi Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Satgas TPPU masih menginventarisasi 300 laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Laporan itu diinventarisasi untuk diteliti ulang baik itu oleh penyidik pegawai negeri sipil Kementerian Keuangan maupun aparat penegak hukum.
Menurut informasi yang dihimpun Kompas, Satgas TPPU yang terdiri dari tim internal dan eksternal pemerintah itu sudah menggelar rapat koordinasi sebanyak dua kali. Rapat koordinasi pertama digelar pada Jumat, (5/5/2023), kemudian dilanjutkan pada Selasa (9/5/2023).
Anggota tim ahli atau kelompok kerja dari unsur eksternal pemerintah, Yunus Husein, saat dihubungi, Selasa, membenarkan bahwa rapat koordinasi memang sudah dilakukan dua kali dalam sebulan terakhir. Dalam rapat tersebut dibahas mengenai inventarisasi 300 laporan yang dikeluarkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Laporan itu terdiri dari 200 laporan hasil akhir (LHA) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang dikirimkan PPATK ke Kemenkeu. Adapun 100 laporan lain telah dikirimkan ke aparat penegak hukum.
”Sebanyak 300 laporan itu sedang diinventarisasi mana yang akan diteruskan ke inspektorat jenderal, mana yang ke Direktorat Jenderal Pajak, mana yang ke Direktorat Jenderal Bea Cukai Kemenkeu. Ada juga data yang akan diprioritaskan dan langsung akan diserahkan ke penyidik,” katanya.
Yunus yang pernah menjabat sebagai Kepala PPATK periode 2002-2011 itu juga mengatakan, para anggota tim ahli meminta agar mereka mendapatkan akses sampai ke tingkat gelar perkara. Dengan demikian, mereka yang berasal dari eksternal pemerintah itu bisa mengetahui konstruksi perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) tersebut secara komprehensif. ”Bagaimana bisa memberikan rekomendasi jika tidak ikut gelar perkara,” ucapnya.
Sebanyak 300 laporan itu sedang diinventarisasi mana yang akan diteruskan ke inspektorat jenderal, mana yang ke Direktorat Jenderal Pajak, mana yang ke Direktorat Jenderal Bea Cukai Kemenkeu. Ada juga data yang akan diprioritaskan dan langsung akan diserahkan ke penyidik.
Anggota tim ahli lainnya, Danang Widoyoko, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), mengungkapkan, saat ini tahap yang dilalui Satgas TPPU adalah memetakan posisi LHA dan LHP dengan data agregat Rp 349 triliun sepanjang 2009-2023 itu di mana posisinya. Dari hasil pemaparan tim internal pemerintah, laporan PPATK itu ada yang dilaporkan ke penyidik penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Kemenkeu, ada juga yang dilaporkan ke penegak hukum. Dia menyebut pemaparan data agregat selama 14 tahun itu masih dalam level gambaran umum, belum sampai pada substansi perkara.
”Jadi, masih sebatas diskusi secara umum apa saja yang akan dilakukan dengan laporan PPATK itu. Dipilah-pilah mana yang sudah diselesaikan dan mana yang masih menjadi pekerjaan rumah. Untuk menindaklanjutinya, butuh berapa lama?,” katanya.
Tim ahli yang berasal dari eksternal pemerintah juga mengusulkan agar penyelesaian laporan PPATK itu dipilah berdasarkan skala prioritas. Sebab, perkara yang ditangani jumlahnya banyak. Kasus-kasus yang cukup rumit, misalnya melibatkan transaksi lintas negara, disarankan ditindaklanjuti belakangan.
Kasus-kasus yang menarik perhatian masyarakat, seperti transaksi mencurigakan senilai Rp 189 triliun yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Bea Cukai Kemenkeu, harus diprioritaskan untuk dituntaskan. ”Dalam diskusi terungkap mengapa tindak lanjut laporan PPATK itu lama? Sebab, ada kendala teknis. Ada kasus yang sudah ditangani dua tahun, tetapi belum tuntas karena memang pembuktiannya sulit. Semuanya masih meraba-raba. Kami usulkan kasus dengan nilai yang sangat besar dan menarik perhatian masyarakat bisa diselesaikan sebelum Desember 2023,” kata Danang.
Satgas TPPU yang dibentuk dengan payung hukum surat keputusan Menko Polhukam Nomor 49 Tahun 2023 itu memang hanya diberi masa tugas selama kurang lebih tujuh bulan. Sejak dibentuk pada awal Mei ini, mereka diberi tenggat penyelesaian hingga akhir Desember tahun ini.
Dengan masa tugas yang singkat ini, imbuh Danang, satgas memang akan bertemu dan bekerja secara intensif. Tim ahli berharap mereka bisa diberi akses hingga ke gelar perkara penyelidikan. Sebab, untuk memberikan rekomendasi yang komprehensif, mereka juga membutuhkan akses informasi yang luas.
Dipertanyakan
Sementara itu, anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, mempertanyakan kinerja Satgas TPPU yang dibentuk oleh Menko Polhukam Mahfud MD itu. Menurut dia, sesuai dengan Pasal 44 Ayat (1) poin l Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU disebutkan bahwa PPATK dapat meneruskan laporan hasil analisis atau laporan hasil pemeriksaan kepada penyidik.
Penyidik yang dimaksud adalah penyidik PPNS Kemenkeu dan aparat penegak hukum. Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mempertanyakan posisi satgas yang bukan merupakan penyidik. Satgas TPPU adalah instrumen ad hoc yang terdiri atas unsur penyidik, tetapi tidak memiliki wewenang untuk menyidik perkara dugaan TPPU.
”Posisi Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Komisi III memberikan kesempatan kepada satgas untuk bekerja. Nanti kami lihat apakah ada progress-nya atau tidak. Namun, kami juga harus ingatkan bahwa di UU TPPU, laporan PPATK itu diserahkan ke penyidik, bukan satgas. Nah, itu boleh tidak?,” tanya Arsul.
Arsul berharap kinerja satgas bisa dilaporkan ke publik dari waktu ke waktu supaya diketahui perkembangannya. Dia juga berharap kinerja satgas terfokus sehingga jelas langkah-langkah yang akan dilakukan.
Lebih lanjut, dia juga berharap bahwa polemik transaksi janggal Rp 349 triliun yang berkaitan dengan tupoksi Kemenkeu itu tidak dimanfaatkan oleh figur tertentu untuk memperoleh keuntungan politik untuk maju ke gelanggang Pemilihan Presiden 2024. Dia berharap kasus ini benar-benar diselesaikan dan dituntaskan hingga ke proses penegakan hukum.