Menkeu Klarifikasi Rp 349 Triliun Transaksi Mencurigakan
Sebagain besar dari transaksi keuangan mencurigakan senilai Rp 349 triliun, yang disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dalam 300 surat, tidak terkait dengan Kementerian Keuangan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Suasana rapat kerja Komisi XI DPR bersama Kementerian Keuangan di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (27/3/2023). Komisi XI DPR memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja terkait evaluasi program reformasi birokrasi yang telah berjalan di Kementerian Keuangan.
Klarifikasi disampaikan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR dengan Kemenkeu di Jakarta, Senin (27/3/2023). Dalam rapat dengan agenda evaluasi reformasi birokrasi Kemenkeu ini, Sri Mulyani didampingi para pejabat eselon I Kemenkeu.
Sri Mulyani mengatakan, dari 300 surat senilai Rp 349 triliun, bagian yang benar-benar berhubungan atau terkait dengan pegawai Kemenkeu sebesar Rp 3,3 triliun. Bagian lainnya menyangkut transaksi korporasi yang tidak ada hubungannya dengan pegawai Kemenkeu.
”Jadi, yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kemenkeu Rp 3,3 triliun. Ini merupakan akumulasi transaksi debit kredit dari seluruh pegawai, termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli aset, dan jual beli rumah dalam waktu 15 tahun (2009-2023),” tuturnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersiap duduk sebelum rapat kerja bersama Komisi XI DPR dimulai di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (27/3/2023).
Sri Mulyani memerinci, dari 300 surat yang disampaikan PPATK ke Kemenkeu, 139 surat diminta Kemenkeu ke PPATK (inquiry Kemenkeu) untuk kepentingan penyelidikan. Sebanyak 100 surat dikirim PPATK ke aparat penegak hukum lain dan 61 surat merupakan inisiatif atau proaktif PPATK.
Sebanyak 139 surat yang diminta Kemenkeu ke PPATK tersebut rinciannya adalah 57 surat terkait audit investigasi, 44 surat klarifikasi, 26 surat tidak dapat ditindaklanjuti, 10 surat penanganan internal Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta 2 surat ditindaklanjuti aparat penegak hukum lain.
Selanjutnya, dari 61 surat inisiatif PPATK, 25 surat terkait audit investigasi, 15 surat klarifikasi, 12 surat tidak dapat ditindaklanjuti, dan 9 surat penanganan internal Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
”Jadi, untuk 200 surat sudah kami rekap mengenai apa isi masing-masing surat itu. Hasil atau statusnya untuk 82 audit investigasi sudah selesai dengan hukuman disiplin terhadap 193 pegawai. Kemudian, ada 13 pegawai Kemenkeu yang dilimpahkan ke aparat penegak hukum karena terkait kasus korupsi,” tuturnya.
Laporan harta kekayaan
Untuk laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), Sri Mulyani memastikan, Inspektorat Jenderal Kemenkeu akan melakukan berbagai pengecekan serta pengujian melalui informasi transaksi yang mencurigakan, pengaduan masyarakat, media sosial, dan rekam jejak pelanggaran integritas pegawai.
Inspektorat Jenderal Kemenkeu juga melakukan verifikasi terhadap kenaikan yang tidak wajar dari harta kekayaan pegawai Kemenkeu.
”Tidak semua pegawai Kemenkeu wajib menyampaikan LHKPN. Berdasarkan undang-undang, LKHPN itu menyangkut sekitar 30 persen dari jajaran Kemenkeu. Namun, yang 70 persen tetap kami wajibkan untuk menyampaikan laporan kekayaan melalui aplikasi Alpha. Jadi, kami melakukan sendiri untuk menganalisis LHKPN dan Alpha terhadap 100 persen atau seluruh jajaran Kemenkeu,” papar Sri Mulyani.
Dari langkah-langkah yang dilakukan Inspektorat Jenderal Kemenkeu, Sri Mulyani menyebutkan, ada 69 pegawai Kemenkeu yang dipanggil untuk klarifikasi status harta, sumber perolehan, dan data perpajakan. Sampai 17 Maret 2023, sebanyak 47 pegawai Kemenkeu sudah dipanggil dan mendapat rekomendasi penjatuhan hukuman disiplin.
Menkeu mengatakan, transaksi mencurigakan di Kemenkeu sudah menjadi berita yang luar biasa dan viral di media sosial. Isunya menjadi sangat liar dan besar sekali risikonya terhadap keseluruhan kementerian/lembaga. ”Risikonya sudah sangat tinggi. Untuk itu, kami terus melakukan langkah-langkah perbaikan,” ujarnya.
Menurut Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie Othniel Frederic Palit, Menkeu perlu memperkuat sistem pengawasan internal di lingkungan Kemenkeu untuk membangun integritas yang ditunjukkan dengan tindakan pencegahan yang efektif, deteksi dini, serta respons penindakan yang tegas dan cepat.
Dalam menjaga dan memperkuat integritas kelembagaan dan pegawai, Menkeu juga harus menindak tegas pelanggaran-pelanggaran jabatan, pelanggaran integritas, dan memperkuat kepatuhan internal. ”Ini mungkin yang bisa dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan publik,” kata politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Melchias Marcus Mekeng, berpendapat, sistem kerja di Kemenkeu harus diperbaiki. Sistemnya harus dibuat secara digital dan lebih gampang untuk mengurangi pertemuan antara fiskus atau aparatur pajak dan wajib pajak.
”Yang paling penting, yang harus diperbaiki adalah cara pikir, cara kerja, dan cara hidup. Kalau ada rekannya mulai pamer (flexing), ya, harus dimonitor. Ini yang membuat rakyat kesal. Rakyat kesal dengan cara hidup yang tidak wajar,” katanya.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Anis Byarwati, mendorong agar Kemenkeu melakukan pemetaan risiko integritas pegawainya. ”Sistem sebagus apa pun tetap tergantung manusia. Integritas itu bukan sekadar konsep. Sudah waktunya Kemenkeu melakukan bersih-bersih dan pembinaan ke dalam,” katanya.