Rebut Kursi DPR dari Jateng, Ketum PAN Zulkifli Hasan Turun Tangan
Pada Pemilu 2019, PAN kehilangan 8 kursi DPR dari Jawa Tengah. Menghadapi Pemilu 2024, Ketum PAN Zulkifli Hasan diturunkan di Jateng, untuk merebut kembali kursi-kursi yang hilang tersebut.
JAKARTA,KOMPAS - Sejumlah menteri di Kabinet Indonesia Maju dipastikan akan mengikuti Pemilihan Anggota Legislatif 2024 dari partai politik asalnya masing-masing. Partai politik mengandalkan kekuatan ketokohan menteri untuk mendapatkan kursi di daerah pemilihan tertentu.
Salah satu yang telah dipastikan untuk diajukan sebagai bakal calon anggota legislatif (caleg) adalah Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Zulkifli yang menjabat pula Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) akan didaftarkan untuk bertarung di Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah I yang terdiri dari Kabupaten Semarang, Kota Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Kendal.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Menurut rencana, pengurus DPP PAN akan mendaftarkan Zulkifli beserta para caleg lainnya ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Jumat (12/5/2023) mendatang. Adapun KPU membuka pendaftaran caleg DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk Pileg 2024 sejak 1 Mei lalu, hingga 14 Mei mendatang.
Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno dihubungi dari Jakarta, Minggu (7/5), menjelaskan, Pileg 2024 akan jadi pertama kalinya bagi Zulkifli untuk berkontestasi di Dapil Jateng I. Dalam empat pileg sebelumnya, Zulkifli terpilih sebagai anggota legislatif dari Dapil Lampung I yang meliputi Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Pesawaran, Pesisir Barat, Pringsewu, Tanggamus, serta Kota Bandar Lampung dan Metro.
Keputusan berpindah dapil, tambah Eddy, merupakan inisiatif Zulkifli agar PAN merebut kembali kursi DPR dari daerah Jateng. Pada Pemilu 2019, PAN kehilangan delapan kursi dari Jateng, sehingga partai ini tak memiliki satupun wakil di DPR dari Jateng.
"Bang Zul (Zulkifli) akan maju untuk membangkitkan kekuatan PAN di Jawa Tengah,” ungkap Eddy.
Menurutnya, sebagai menteri yang juga ketua umum parpol, Zulkifli merupakan ujung tombak PAN untuk meraih kursi di dapil strategis karena sudah dikenal masyarakat. Karena itu, perpindahan dapil diyakini bukan masalah berarti baginya. Partai juga berharap, keputusan pindah dapil itu, bisa memompa caleg PAN lain di Jateng untuk berjuang lebih keras.
“Menurut saya, ini sikap yang sungguh ksatria, Bang Zul mengambil alih tanggung untuk membuat teman-teman yang nyaleg di sana bisa semangat dan benar-benar all out. Pertama, karena ketua umum maju di Jateng I. Kedua, dia bukan tokoh dari Jateng tetapi justru berani maju di sana,” ujar Eddy.
Baca juga: Caleg Perempuan Menembus Legislatif, antara Militansi dan Privilese
Tak hanya Zulkifli, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar juga sudah terdaftar sebagai caleg dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Menurut Sekretaris Jenderal PKB M Hasanuddin Wahid, keikutsertaan para menteri pada kontestasi pileg merupakan bukti pengabdian dan cara kader untuk membesarkan partai. Caleg menteri memiliki popularitas yang tinggi sehingga bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi pemilih. Dengan bekal popularitas itu pula, parpol meyakini bahwa mereka bisa bertarung di mana saja.
Karena itu, penentuan dapil mereka akan sangat dipengaruhi oleh analisis kebutuhan dan target perolehan kursi partai.
“Penentuan dapil itu nanti kami lihat kebutuhannya, bahwa di dapil ini kita ingin dapat kursi karena masih kosong, kami akan taruh mereka di sana. Intinya, mereka siap ditempatkan di mana pun juga, ditaruh di mana pun juga,” kata Hasanuddin.
Baca juga: Jalan Aktivis ”Jalanan” Menuju Senayan
Survei internal
Selain PAN dan PKB, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Arif Wibowo juga mengakui, kekuatan ketokohan para menteri menjadi hal yang dipertimbangkan dalam penyusunan daftar caleg di parpolnya. Tidak tertutup kemungkinan para menteri dari PDI-P juga akan menjadi caleg.
PDI-P saat ini memiliki empat menteri di kabinet, yakni Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga.
Arif melanjutkan, dapil untuk caleg menteri akan ditentukan berdasarkan hasil survei popularitas dan elektabilitas yang dilakukan di internal partai. Kendati demikian, hingga saat ini nama-nama yang akan ditugaskan untuk berkontestasi pada tingkat DPR masih dirumuskan oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Arif mengakui, caleg menteri memiliki pengaruh tersendiri di masyarakat. Akan tetapi, di PDI-P, strategi pemenangan pemilu tidak bertumpu pada kinerja orang perorang, tetapi pada mesin partai secara bergotong royong. Untuk itu, penetapan menteri menjadi caleg diklaim tidak akan mengganggu kinerja mereka di kabinet.
Baca juga: Rahasia Caleg Modal Cekak Menembus Parlemen
“Menteri menjadi caleg itu, kan, tidak dilarang. Soal kinerja, tinggal membagi waktu saja, apalagi menterinya sudah punya konstituen di sana (Dapil), itu tidak masalah,” kata Arif.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, penempatan dapil, pertimbangan level kompetisi, dan basis pemilih dari para caleg menteri harus dilakukan secermat mungkin. Meski mereka relatif populer dan memiliki sumber daya yang lebih ketimbang caleg-caleg lain, itu tidak menjamin keterpilihan caleg menteri.
“Pada Pemilu 2019, (dari enam menteri yang menjadi caleg), ada empat orang menteri kabinet yang gagal ke Senayan,” kata Arya.
Kinerja di kabinet
Meski tidak ada aturan yang melarang para menteri untuk menjadi caleg, menurut Arya, kinerja kabinet akan menjadi taruhan ketika mereka mengambil peran tersebut. Untuk itu, mereka harus tetap bersikap profesional.
Salah satunya dengan cara memberikan arahan yang jelas dan terukur kepada para pejabat eselon I di kementerian. Hal itu diperlukan agar seluruh program kerja bisa tetap dieksekusi ketika para menteri memasuki masa cuti untuk berkampanye.
Selain itu, dibutuhkan pula komunikasi antara Presiden Joko Widodo dan para pimpinan parpol untuk mencatat menteri-menteri yang akan maju di Pileg 2024. Dengan begitu, pemerintah bisa membuat langkah-langkah strategis dan koordinatif agar kinerja para menteri tidak terbengkalai.
Caleg perempuan
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Keterwakilan Perempuan mengkritisi Pasal 8 dalam Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023. Mereka meminta KPU mengubah ketentuan pembulatan jumlah bakal caleg perempuan ke bawah, dan mengembalikannya pada pembulatan ke atas atau sesuai aturan yang ada sebelumnya.
"Secara matematika, teknis perhitungan yang diatur KPU berpotensi mengurangi keterwakilan politik perempuan di parlemen. Dapil (daerah pemilihan) yang terdampak terutama dapil dengan jumlah kursi 4,7,8, dan 11," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati saat jumpa pers secara daring, di Jakarta, Minggu.
Baca juga: KPU Didesak Ubah Pembulatan ke Bawah yang Rugikan Keterwakilan Perempuan
Jika mengacu pada Pasal 8 PKPU No 10/2023, parpol yang mengajukan tiga bakal caleg di satu daerah pemilihan (dapil) hanya perlu menempatkan satu bakal caleg perempuan meski penghitungannya kuotanya 1,2 persen. Begitu pula untuk jumlah bakal caleg tujuh dan delapan orang hanya perlu menempatkan dua caleg perempuan. Adapun parpol yang menempatkan sebelas bakal calon hanya perlu menempatkan tiga bakal caleg perempuan.
Kondisi ini berbeda dengan aturan saat Pemilu 2019, yakni PKPU No 20/2018. Saat itu, berlaku pembulatan ke atas, sehingga akan ada dua bakal caleg perempuan dalam setiap empat bakal caleg di satu dapil.
Aturan baru itu, lanjut Khoirunnisa, bakal berimbas pada sekitar 38 dapil, sehingga jumlah bakal caleg perempuan akan berkurang. Dengan jumlah bakal caleg yang berkurang, jumlah caleg perempuan yang terpilih terancam ikut berkurang.
Namun, menurut anggota KPU Idham Holik, diterbitkannya PKPU No 10/2023 telah melalui serangkaian proses seperti uji publik dan rapat konsultasi di DPR. "Terkait penggunaan penarikan desimal hasil perkalian dengan presentase, itu menggunakan standar pembulatan matematika," ujarnya.
Baca juga: JPPR: 10 Eks Narapidana Akan Daftar Calon DPD
Selain soal keterwakilan perempuan, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menemukan adanya sepuluh mantan narapidana yang berpotensi mengikuti pemilihan calon anggota DPD. Sebagian di antaranya ada yang disinyalir belum memenuhi syarat melewati masa jeda lima tahun setelah menjalani masa pidana.