Jalan Aktivis ”Jalanan” Menuju Senayan
Pengalaman dan jaringan selama menjadi aktivis menjadi modal bagi sebagian anggota legislatif. Berkat jaringan yang terbangun, dukungan dana dan suara bisa diperoleh, hingga akhirnya duduk di kursi DPR di Senayan.

Pelantikan anggota DPR, MPR, dan DPD periode 2019-2024 dalam sidang paripurna di Gedung Kura-kura, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).
> Untuk menghemat biaya dalam memperkenalkan diri ataupun berkampanye, momen pesta pernikahan warga dimanfaatkan sebagai ajang memperkenalkan diri.
> Memanfaatkan jaringan untuk memperkenalkan diri ataupun kampanye, baik di kalangan sesama aktivis maupun warga yang pernah diadvokasi.
> Modal sosial selama menjadi aktivis membuat kontestasi perebutan kursi tidak dimulai dari nol.
Sejumlah anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bekasi memadati salah satu ruangan di Graha Pena 98, Jakarta, Rabu (8/3/2023). Mereka tidak sedang melakukan eksekusi di markas Persatuan Nasional Aktivis 98 tersebut, melainkan berdiskusi dengan Adian Napitupulu. Di hadapan anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu, mereka mengadukan kegundahan mereka karena terancam kehilangan pekerjaan akibat kebijakan penghapusan tenaga honorer yang akan berlaku pada November mendatang.
Meskipun bukan berasal dari daerah pemilihannya Jawa Barat V yang meliputi Kabupaten Bogor, Adian tetap menerima aduan tersebut. Selama lebih dari satu jam, ia mendengarkan curahan hati rakyat ditemani secangkir kopi sambil mengisap rokok. Perbicangan pun seakan tidak ada sekat karena penampilan Adian yang terlihat santai dengan mengenakan kaos oblong, celana jeans, dan sandal jepit.
”Mereka bukan dari dapil (daerah pemilihan) gue, bukan dari pemilih gue, tetapi tetap harus diadvokasi karena mereka perlu dibela,” ujar aktivis Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) tersebut.
Advokasi menjadi hal yang tidak pernah lepas dari dunia Adian selama hampir tiga dekade terakhir. Sejak 1996, ia mendampingi warga korban saluran udara tegangan ekstra tinggi (sutet) di Kabupaten Bogor.
Adian juga terlibat dalam peristiwa 27 Juli 1996 atau Kudatuli dengan mendirikan posko Mahasiswa Pro Megawati. Ia juga menjadi salah satu pendiri Forum Kota (Forkot) yang beranggotakan mahasiswa dari 16 kampus di Jabodetabek. Ia turut memperjuangkan reformasi 1998 dan menduduki gedung DPR/MPR. Aktivitas ini pula yang menjadi salah satu faktor yang membawa Adian berhasil menembus ketatnya persaingan menjadi anggota Dewan pada Pemilu 2014.
Adian ikut dalam kontestasi politik untuk pertama kalinya pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2009, dengan maju dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jabar V yang meliputi Kabupaten Bogor. Namun, ia menghadapi kegagalan. Musababnya, persiapan tidak dilakukan dengan matang. Saat itu, ia baru turun ke pemilih saat masa kampanye sehingga suara yang diperoleh tidak signifikan.
Baca juga: Caleg Pesohor, dari Panggung Turun ke Kampung

Hasil jumlah suara dalam pemilu legislatif ditampilkan dalam penghitungan surat suara ulang (PSSU) di Kantor KPU Kota Surabaya, Jawa Timur, Senin (12/8/2019).
Tak patah arang, pada Pileg 2014 Adian kembali mencalonkan diri di dapil yang sama. Adian mengatakan, dirinya kembali maju sebagai caleg saat itu karena pergerakan di jalanan membutuhkan regenerasi. Aktivis senior, katanya, perlu mencari ruang perjuangan lain, salah satunya di parlemen, agar regenerasi di organisasi berjalan sehat.
Ia lantas menyampaikan niatnya itu kepada jaringannya sesama aktivis dan masyarakat yang pernah didampinginya. Gayung bersambut. Jejaring aktivis membantunya dalam mengumpulkan pembiayaan.
Saat akan turun ke pemilih, ia memberi tahu rekan-rekannya sesama aktivis agar mereka mau memberikan sumbangan dana kampanye. Jaringannya turut mengampenyekan Adian melalui saudara-saudara yang tinggal di Kabupaten Bogor. Para aktivis merekomendasikan keluarga, saudara, dan teman yang memiliki hak pilih di Bogor untuk memilih Adian.
Bahkan untuk menghemat biaya dalam memperkenalkan diri ataupun berkampanye, Adian memanfaatkan momen pesta pernikahan warga. Seorang anggota tim pemenangan mencatat daftar dan lokasi pernikahan warga selama masa kampanye. Ia mendatangi acara resepsi dengan bermodalkan uang sumbangan Rp 300.000 dan ”saweran” ke pengisi hiburan agar memperkenalkannya kepada para tamu undangan.
Bahkan untuk menghemat biaya dalam memperkenalkan diri ataupun berkampanye, Adian memanfaatkan momen pesta pernikahan warga.
Pada Pileg 2014, Adian mengaku, modal untuk satu kali mengadakan pertemuan dengan pemilih sekitar Rp 500.000. Dana itu digunakan untuk membeli kopi dan gorengan saat pertemuan di rumah warga. Pada Pemilu 2019, modal yang disiapkan untuk setiap pertemuan bertambah menjadi Rp 1,5 juta karena ia sudah memiliki anggaran yang cukup.
”Untuk Pileg 2024, anggaran total (untuk mengadakan seluruh pertemuan) tidak lebih dari Rp 3 miliar,” ujar Adian.
Baca juga : Pindah Partai Politik, Kursi Tak Hilang

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Adian Napitupulu, saat menerima pengaduan dari Forum Komunikasi Bantuan Polisi Pamong Praja Nusantara di Graha Pena 98, Jakarta, Rabu (8/3/2023)
Tak hanya rekan sesama aktivis, para warga yang pernah mendapatkan advokasi turut membantu Adian. Selama masa kampanye, sebagian warga justru memberikan bantuan untuk membeli konsumsi, seperti kopi dan gorengan. Bantuan itu merupakan buah dari advokasi yang dilakukan kepada warga selama puluhan tahun.
Saking eratnya hubungan tersebut, Adian mengaku tak jarang tidur di rumah warga sehingga semua warga yang diadvokasi telah mengenalnya. Kini, sebagian warga yang dibantu sudah memiliki anak hingga cucu, dan semua mendukung Adian.
”Sejak 1996, gue mendampingi korban sutet di 23 desa di Bogor. Itu modal awal gue. Mereka senang dan membantu mengorganisasi kantong-kantong pemilih di desa lain melalui jaringan sukarelawan,” katanya.
Adian menuturkan, pemilihan dapil di Jabar V merupakan usulannya. Ia merasa memiliki massa yang cukup kuat karena mendampingi warga di daerah tersebut. Sementara pilihan partai di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) disebabkan partai berlambang banteng moncong putih itu sesuai dengan pemikirannya saat menjadi aktivis.
”Anggaran dasar/anggaran rumah tangga, pidato ketua umum, dan sikap partai, tidak jauh berbeda dengan apa yang saya perjuangkan, yakni tentang tanah, kaum miskin, dan buruh. Gue juga tidak diminta apa pun, bahkan beberapa senior di PDI-P membantu kampanye,” tutur Adian.
Baca juga: Jajak Pendapat "Kompas" : Partai Politik Diharapkan Terbuka Merekrut Caleg

Sekretaris Panitia Pengarah Kongres V PAN 2020 Saleh Partaonan Daulay menerima berkas pendataran Wakil Ketua Umum PAN Asman Abnur (tengah) yang mendaftar sebagai calon ketua umum PAN di Kantor Sekretariat DPP PAN Jakarta, Sabtu (8/2/2020).
Pengalaman sebagai aktivis, diakui anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Saleh Partaonan Daulay, cukup membantu dalam melihat berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Mantan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah ini mengatakan, kegiataannya sebagai aktivis untuk mengadvokasi masyarakat pun membuatnya dikenal masyarakat sehingga memudahkan mencari simpul-simpul suara untuk pemenangan.
Saleh mengatakan, jaringan aktivis termasuk warga yang diadvokasi membantunya dalam menekan biaya kampanye. Modal sosial selama menjadi aktivis membuat Saleh tidak memulai kontestasi perebutan kursi dari nol, sebab masyarakat sudah mengenal dan mengingatnya jauh hari sebelum mencalonkan diri.
”Tidak semua caleg terpilih hanya yang punya banyak uang, tetapi ada yang bisa mengorganisasi jaringan dan masyarakat,” katanya.
Modal sosial selama menjadi aktivis membuat Saleh tidak memulai kontestasi perebutan kursi dari nol.
Jaringan yang luas sebagai manfaat dari aktif di organisasi kemasyarakatan dan sayap partai pun dituai oleh anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Siti Mukaromah. Saat membutuhkan organ pemenangan dalam pileg, rekan-rekan di organisasi tempatnya berkecimpung selalu siap membantu.
Bahkan latar belakang tersebut bisa meyakinkan masyarakat untuk memilihnya sebagai anggota legislatif karena ada rekam jejak di masyarakat. Identitas itu pula yang memudahkannya untuk masuk ke sejumlah segmen pemilih.
Baca juga : Pola Rekrutmen Caleg Diperbaiki

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Siti Mukaromah (kanan), saat menghadiri Pengajian Rutin Ahad Pon bersama Muslimat Nahdlatul Ulama Banyumas, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Siti yang sudah lama berkecimpung di sejumlah organisasi, seperti Fatayat Nahdlatul Ulama, Muslimat NU, dan Perempuan Bangsa PKB, menilai pengalaman berorganisasi, selain bisa membentuk jaringan yang luas, telah berkontribusi memberikan pengalaman dalam berhadapan dengan pemilih. Organisasi membuatnya ”kenyang” terhadap pengalaman sehingga bisa meyakinkan masyarakat untuk memilihnya.
”Organisasi di daerah selalu saya jaga, misalnya memberikan bantuan kas untuk pengurus di tingkat ranting karena mereka ujung tombak dalam memperkenalkan ke masyarakat,” ujar Mukaromah.
Deputi Direktur Eksekutif Populi Center Rafif Pamenang Imawan menilai caleg dari latar belakang aktivis memang memiliki modal jejaring dan modal sosial yang cukup kuat. Namun, di tengah masifnya politik uang pada pemilu legislatif membuat modal yang dimiliki para aktivis mesti diperkuat.
Salah satunya melalui penguatan identitas partai. Caleg dari kalangan aktivis harus memilih partai yang selaras dengan perjuangannya selama menjadi aktivis. Dengan demikian, pemilih ataupun warga yang sudah mengenal aktivis akan memercayai bahwa majunya aktivis menjadi caleg karena ingin memperkuat pergerakan melalui partai yang memiliki kesamaan ideologi dengannya.
Selain itu, lanjut Rafif, pemilihan daerah pemilihan sangat menentukan. Aktivis cenderung memiliki basis masa yang spesifik sehingga ketokohannya hanya berada di wilayah tertentu. Oleh sebab itu, sebaiknya aktivis memilih dapil di wilayah yang pernah mendapatkan advokasi agar modal sosial yang dimiliki bisa terus terjaga. ”Kalau pindah dapil atau memilih parpol yang tidak cocok dengan perjuangan, peluang lolos menjadi lebih rendah,” ujarnya.

Deputi Direktur Eksekutif Populi Center Rafif Pamenang Imawan