Mengulang Pemilu 2019, KPU Serahkan Keterbukaan Riwayat Hidup kepada Caleg
Data riwayat hidup berisi di antaranya motivasi pencalonan caleg serta program usulan jika caleg terpilih, yang bisa jadi pertimbangan pemilih dalam memilih. KPU diminta tak menyerahkan keputusan keterbukaan pada caleg.
Oleh
IQBAL BASYARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bakal calon anggota legislatif atau caleg diharapkan membuka daftar riwayat hidup mereka kepada calon pemilih. Keterbukaan ini diperlukan untuk memudahkan pemilih mengenali rekam jejak bakal caleg sehingga memiliki pertimbangan sebelum memberikan mandatnya di parlemen.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Idham Holik, di Jakarta, Jumat (5/5/2023), mengatakan, semua bakal calon anggota legislatif perlu mengisi data riwayat hidup ketika mendaftar ke KPU. Ada 25 jenis data isian yang harus diisi, di antaranya riwayat pekerjaan, pendidikan, kursus atau diklat, dan organisasi. Selain itu, ada juga isian berupa tanda penghargaan, motivasi pencalonan, serta program usulan jika terpilih.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dokumen daftar riwayat hidup tersebut nantinya akan dipublikasikan di laman infopemilu.kpu.go.id saat bakal caleg sudah ditetapkan sebagai daftar caleg tetap (DCT) pada 3 November mendatang.
Namun, publikasi daftar riwayat hidup hanya dilakukan kepada bakal caleg yang memberikan persetujuan datanya dibuka ke publik. Sebab, data tersebut sebagian mengandung data yang dikecualikan untuk diungkap ke publik sehingga tidak bisa langsung dipublikasikan tanpa seizin bakal caleg.
Idham menuturkan, pada Pemilu 2019 hanya sekitar 50 persen caleg yang bersedia mempublikasikan daftar riwayat hidupnya. Ia berharap lebih banyak lagi bakal caleg di Pemilu 2024 yang bersedia membuka daftar riwayat hidupnya ke publik.
”Kami akan melakukan komunikasi persuasif ke pimpinan partai agar bakal calon dapat berkenan daftar riwayat hidupnya dipublikasikan,” katanya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, KPU seharusnya membuka daftar riwayat hidup caleg kepada publik. KPU tidak perlu meminta persetujuan bakal caleg karena pemilih berhak mengetahui rekam jejak caleg yang akan dipilih. Jika ada data yang dianggap dikecualikan, sebagian data tersebut bisa tidak ditampilkan.
”Seharusnya tidak perlu ada pertanyaan bersedia atau tidak bersedia datanya dipublikasikan. Caleg seharusnya bersedia karena mereka harus memperkenalkan diri kepada pemilih,” ujarnya.
Khoirunnisa menuturkan, mengajak pemilih ke tempat pemungutan suara bukanlah tantangan utama dalam Pemilu 2024. Sebab, dalam beberapa pemilu dan pilkada terakhir, partisipasi pemilih mencapai di atas 80 persen. Namun, partisipasi yang tinggi itu harus diiringi dengan kualitas pemilih yang benar-benar mengetahui sosok yang dipilih untuk mewakilinya di parlemen.
Oleh karena itu, daftar riwayat hidup seharusnya dibuka agar memudahkan pemilih mengenali caleg. Dengan demikian, pemilih publik memiliki perbandingan rekam jejak antarcaleg sehingga memudahkan dalam mendapatkan preferensi caleg yang akan dipilih.
Jika publik sekadar mengetahui nama tanpa rekam jejak, menurut Khoirunnisa, membuat pemilih kesulitan menentukan pilihannya. Kondisi ini berisiko meningkatkan politik uang serta politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang justru merugikan masyarakat pemilih.
”Kalau pemilih tidak tahu rekam jejak dan tidak berusaha mencari tahu akibat data caleg tidak tersedia, sulit mewujudkan pemilih yang terinformasi dengan baik. Mereka hanya sekadar memilih tanpa mengetahui substansi dari caleg yang dipilih,” ucap Khoirunnisa.
Lebih jauh, keterbukaan daftar riwayat hidup bakal caleg mempermudah masyarakat sipil dalam membuat program atau aplikasi informasi caleg. Sebab, data utama yang digunakan berasal dari data KPU sebagai otoritas resmi. Terlebih, tidak semua rekam jejak caleg bisa ditelusuri dengan mudah mengingat tidak semua caleg memiliki website pribadi ataupun media sosial yang menginformasikan kegiatan mereka.
”Dalam sistem proporsional daftar terbuka, informasi mengenai caleg seharusnya diperkuat karena pemilih bisa memilih calegnya secara langsung,” kata Khoirunnisa.