Pengacara Lukas Enembe Klaim Roy Rening Memberikan Pendapat Sesuai dengan Profesinya
KPK akan meminta keterangan pengacara Lukas Enembe Roy Rening, Jumat (5/5/2025) pagi di KPK terkait dugaan perintangan penyidikan Lukas.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim hukum dan advokasi Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe menegaskan bahwa rekannya sesama pengacara Lukas, Stefanus Roy Rening, hanya memberikan pendapat sesuai dengan profesinya. Komisi Pemberantasan Korupsi sebelumnya akan memanggil Roy pada Jumat (5/5/2023) untuk dimintai keterangan dalam perkara dugaan perintangan penyidikan Lukas.
Anggota tim hukum dan advokasi Lukas, Petrus Bala Pattyona, mengatakan, Roy ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan menghalangi proses penyidikan pada perkara dugaan korupsi yang dilakukan Lukas karena memberikan pendapat kepada Lukas. Menurut Petrus, penetapan tersangka ini bisa menjadi ancaman bagi profesi pengacara.
“Profesi pengacara itu memberi pendapat. Jadi, kalau pendapat pengacara diadili, ini dari segi profesi (menjadi) ancaman”
“Profesi pengacara itu memberi pendapat. Jadi, kalau pendapat pengacara diadili, ini dari segi profesi (menjadi) ancaman,” kata Petrus di Jakarta, Kamis (4/5).
Menurut Petrus, sesuai dengan undang-undang, pengacara boleh bertemu siapa saja untuk mencari informasi. Pengacara juga memiliki hak imunitas dalam pembelaan serta merahasiakan semua informasi yang didapat dan apa yang dilakukan dalam rangka pembelaan.
“Perbuatan materiil-nya itu seperti apa kita belum tahu. Tapi kalau secara umum, profesi pengacara adalah bertemu siapa saja, mencari informasi, menggali keterangan, memberikan pendapat hukum. Jadi, kalau pendapat hukum itu dinyatakan merintangi, wah saya kira semua pengacara akan ditangkap,” kata Petrus.
Petrus pun memberikan contoh kasus pengacara Lucas yang dianggap tidak cukup bukti oleh Mahkamah Agung menghalang-halangi KPK dalam mengejar mantan pejabat konglomerasi besar Eddy Sindoro hingga akhirnya bebas. Menurut Petrus, Roy juga dianggap merintangi karena memberikan pendapat seperti yang dilakukan Lucas.
“Perbuatan materiil-nya itu seperti apa kita belum tahu. Tapi kalau secara umum, profesi pengacara adalah bertemu siapa saja, mencari informasi, menggali keterangan, memberikan pendapat hukum. Jadi, kalau pendapat hukum itu dinyatakan merintangi, wah saya kira semua pengacara akan ditangkap”
Ia mempertanyakan perbuatan apa yang dilakukan Roy yang dianggap sebagai merintangi kerja KPK. Petrus juga mempertanyakan apakah Lukas sudah menjalankan pendapat Roy atau belum. Sebab, selama ini Lukas sakit. Ia mengingatkan, pengacara juga penegak hukum yang menjalankan pekerjaannya berdasarkan Undang-Undang Advokat.
Halangi proses penyidikan
Sebelumnya, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengungkapkan, Roy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menghalangi proses penyidikan pada perkara dugaan korupsi yang dilakukan Lukas.
”Indikasi perintangan yang diduga dilakukan antara lain dengan memberikan advice (nasihat) kepada tersangka LE (Lukas Enembe) agar bersikap tidak kooperatif dalam proses hukum yang dilakukan KPK,” kata Ali.
”Indikasi perintangan yang diduga dilakukan antara lain dengan memberikan advice (nasihat) kepada tersangka LE (Lukas Enembe) agar bersikap tidak kooperatif dalam proses hukum yang dilakukan KPK”
Ali mengungkapkan, tim penyidik telah menjadwalkan pemanggilan pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan perintangan penyidikan Lukas. Pemeriksaan Roy dijadwalkan pada Jumat (5/5) pukul 10.00 WIB di gedung Merah Putih KPK.
“Surat panggilan telah dikirimkan tim penyidik ke alamat keluarga pihak dimaksud dengan disertai adanya tanda bukti terima. KPK berharap tersangka dimaksud kooperatif hadir sebagaimana jadwal tersebut,” kata Ali. Ia percaya, Roy paham aturan hukum untuk hadir pada pemeriksaan tersebut dan menerangkan apa adanya di hadapan tim penyidik.
Ali mengatakan, penasihat hukum merupakan salah satu pilar penegak hukum. Namun, apabila penasihat hukum dalam melakukan tugasnya di luar kode etik pengacara, maka bisa diancam pidana. Bahkan, ancaman pidananya lebih tinggi dari pemberi suap.
Berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama dua belas tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.