Elite Parpol dan DPR Sibuk Pemilu, Kinerja Pemerintahan Berpotensi Terganggu
Elite parpol yang juga pejabat publik kian gencar melakukan lobi antarelite, tidak terkecuali Presiden Joko Widodo yang akan menemui enam ketua umum partai malam ini. Kerja untuk publik berpotensi terbengkalai.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah partai politik berjanji untuk tetap mengoptimalkan kerja para kadernya yang bertugas di lembaga eksekutif dan legislatif di tengah hiruk pikuk politik menjelang Pemilu 2024. Rekam jejak dan kerja nyata diyakini masih menjadi faktor utama yang bakal menentukan keterpilihan, baik dalam pemilihan presiden, pemilihan anggota legislatif, maupun pemilihan kepala daerah. Perwujudan komitmen itu penting karena masih banyak program pembangunan yang belum tuntas, begitu juga pembahasan sejumlah rancangan undang-undang prioritas yang menyangkut kepentingan publik.
Setelah penetapan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden (capres) PDI-P pada 21 April lalu, dinamika politik meningkat. Antarketua umum partai politik (parpol) mengintensifkan komunikasi politik untuk membahas pencalonan presiden/wakil presiden dan bangunan koalisi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Banyak di antara ketua umum parpol itu yang menjabat pula menteri di Kabinet Indonesia Maju. Ini seperti Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto yang menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto yang menjabat Menteri Pertahanan, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan yang menjabat Menteri Perdagangan. Selain itu, ada pula yang menjabat anggota DPR, seperti Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang menjabat Wakil Ketua DPR.
Tak ketinggalan, Presiden Joko Widodo tampaknya juga ikut dalam dinamika politik ini. Presiden sebagai kader PDI-P, misalnya, ikut hadir saat pengumuman Ganjar sebagai bakal capres PDI-P. Presiden juga bertemu dengan lima ketua umum parpol (Gerindra, Golkar, PAN, PKB, dan PPP), awal April lalu, dan seusai pertemuan muncul wacana pembentukan koalisi besar. Presiden kembali direncanakan bertemu para ketua umum parpol, malam ini, ditambah Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Di tengah dinamika politik yang meningkat itu, tahapan pendaftaran bakal calon anggota legislatif (caleg) telah dimulai sejak 1 Mei lalu. Banyak anggota legislatif petahana yang kembali diajukan parpol, beberapa di antaranya sekaligus menjabat pengurus parpol yang tugasnya mengurusi pendaftaran bakal caleg ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) selain ada pula yang ditugasi membangun komunikasi dengan parpol lain untuk kepentingan Pemilihan Presiden 2024.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Said Abdullah saat dihubungi, Selasa (2/5/2023), tidak memungkiri persiapan untuk menghadapi Pemilu 2024 melibatkan para pejabat publik yang juga kader parpol. Kendati demikian, partai sudah berulang kali mengingatkan agar persiapan menghadapi pemilu tak mengganggu tugas mereka sebagai pejabat publik.
”PDI Perjuangan memastikan bahwa tugas kedewanan, baik di tingkat daerah maupun pusat, harus tetap menunjukkan kinerja secara maksimal. Demikian juga dengan kepala daerah dan wakil kepala daerah, meskipun akan menghadapi pilkada (pemilihan kepala daerah) pada tahun depan, justru harus semakin dituntut untuk lebih aktif melayani rakyat dan melanjutkan tugas-tugas pembangunan,” paparnya.
Menurut Said, partainya memiliki mekanisme dan indikator untuk menilai hal tersebut. Bagi anggota DPR dan DPRD yang akan mencalonkan diri kembali, misalnya, Fraksi PDI-P di DPR dan DPRD akan memastikan bahwa tugas pengawasan, anggaran, dan legislasi mereka dilakukan secara maksimal.
”Indikatornya, proses pembahasan RUU (rancangan undang-undang) dan raperda (rancangan peraturan daerah) tetap jalan. Siklus anggaran, baik APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) maupun APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) juga tetap jalan seperti biasanya,” katanya.
Tak hanya itu, politik pengawasan melalui rapat dan kunjungan kerja anggota legislatif juga harus berjalan sebagaimana mestinya. Said mengakui, intensitas rapat kerja anggota DPR dan DPRD bisa menurun karena mereka harus berbagi waktu dengan berbagai kegiatan di daerah pemilihan masing-masing. Akan tetapi, Fraksi PDI-P memastikan bahwa politik pengawasan itu tetap berjalan dengan cara meminta laporan kinerja dari setiap anggota legislatif. Selanjutnya, fraksi juga melaporkan itu ke Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan DPP PDI-P.
”Sistem ini sudah terbangun dengan baik (dan) selama ini menjadi mekanisme kerja di PDI Perjuangan. Jadi, kami tidak khawatir proses pemilu akan mengganggu kinerja para pejabat publik, baik di legislatif maupun eksekutif di masing-masing tingkatannya,” tutur Said.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menambahkan, di tengah persiapan Pemilu 2024 partainya justru menginstruksikan kader untuk memaksimalkan kerja di lembaga eksekutif dan legislatif. Hal itu penting karena rekam jejak dan kerja nyata para kader parpol akan menentukan pencapaian elektoral, setidaknya yang terekam dari hasil survei berbagai lembaga.
”Kami meyakini, tingginya elektabilitas Pak Prabowo (Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto) di survei pilpres dan elektabilitas Partai Gerindra di survei pileg juga disebabkan oleh kinerja yang maksimal. Bahkan, dapat dikatakan, Pak Prabowo dan Gerindra agak minus politik pencitraan,” kata Habiburokhman.
Ia mengklaim, selama ini hampir semua lembaga survei menempatkan Prabowo Subianto sebagai menteri dengan kinerja terbaik. Anggota legislatif dari Gerindra juga disebut selalu maksimal menjalankan tugasnya, baik di parlemen maupun di daerah pemilihan.
Komitmen serupa juga diungkapkan Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid. Menurut dia, aktivitas parpol dalam menghadapi Pemilu 2024 tidak membuat tugas-tugas di eksekutif dan legislatif terbengkalai.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, melihat, di tengah dinamika politik saat ini, keterlibatan anggota DPR secara aktif, baik sebagai elite parpol dalam pembicaraan pembentukan koalisi maupun pendaftaran caleg, bisa menyedot waktu dan energi dalam menyelesaikan tugas mereka di parlemen. Oleh karena itu, hendaknya DPR bisa mengatur ulang fokus program dan target kerja berdasarkan prioritas, ketimbang mempertahankan target yang tinggi, padahal tidak bisa dicapai.
”Kalau DPR tidak mengatur ulang fokus targetnya, hasil kerjanya sudah pasti akan terbengkalai. Produktivitas bisa anjlok dan kebijakan yang dibuat bisa asal-asalan. Pengalaman di Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang Ibu Kota Nusantara bisa jadi rujukan. Kualitas dikorbankan hanya karena DPR punya kepentingan tetap terlihat bekerja,” tutur Lucius.
Di bidang legislasi, ada sejumlah RUU yang perlu menjadi fokus DPR karena menyangkut kepentingan publik. Sejumlah RUU dimaksud di antaranya RUU Informasi dan Transaksi Elektronik, RUU Perampasan Aset, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Penyiaran, dan RUU Kesehatan.
”Itu beberapa RUU prioritas yang sudah harus selesai sebelum Pemilu 2024 jika DPR peduli dengan kinerja mereka yang buruk selama ini,” ujar Lucius.
Selain DPR, ia juga mengingatkan, aktifnya Presiden Jokowi dalam percaturan politik jelang Pemilu 2024 berpotensi menjadi gangguan serius di ujung masa jabatannya. Sebab, keterlibatan Presiden berisiko menjadikan kebijakan negara sebagai sarana transaksi untuk kepentingan politiknya secara pribadi. Dalam konteks tersebut, kualitas kebijakan dan program pemerintah berpotensi menjadi sekadar komoditas politik. Padahal, ada banyak kebijakan dan program yang masih harus diprioritaskan untuk kepentingan rakyat.
”Penyelenggaraan pemilu juga terancam minus kualitas dan integritas karena kekuasaan Presiden bisa menekan penyelenggara sebagai senjatanya untuk memenangi kontestasi,” kata Lucius.