Formappi Menilai Kinerja Legislasi DPR Belum Optimal
Formappi juga menyayangkan sikap DPR yang banyak melakukan rapat secara tertutup.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO, KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Suasana saat digelar Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan III Tahun 2022-2023 di Ruang Sidang Paripurna, Gedung Nusantara II Kompleks Gedung DPR Jakarta, yang menyisakan banyak kursi kosong karena banyaknya anggota Dewan yang tidak hadir, Selasa (10/1/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja legislasi Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR selama Masa Sidang III Tahun Sidang 2022-2023 dinilai belum optimal. Sepanjang masa sidang tersebut, DPR tidak menghasilkan satu pun undang-undang baru. Persoalan transparansi dalam pembentukan undang-undang juga masih menjadi pekerjaan rumah bagi DPR untuk diperbaiki di masa sidang mendatang.
Masa Sidang (MS) III Tahun Sidang (TS) 2022-2023 telah berlangsung dari 10 Januari sampai 16 Februari 2023. Setelah itu, dilanjutkan masa reses mulai 17 Februari hingga 13 Maret 2023. DPR akan mulai bersidang kembali pada 14 Maret 2023.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, dalam jumpa pers ”Evaluasi Kinerja DPR MS III TS 2022-2023” di Jakarta, Jumat (10/3/2023), mengatakan, dari 39 rancangan undang-undang (RUU) prioritas 2023 yang di dalamnya terdapat sejumlah RUU luncuran tahun sebelumnya, tak satu pun yang berhasil diselesaikan DPR. DPR masih berkutat dengan 13 RUU yang sudah sejak masa sidang terdahulu dibahas di tingkat satu.
”DPR tampak lesu sejak awal tahun. Selama MS III TS 2022-2023 DPR tak menghasilkan satu pun UU baru, baik dari daftar RUU prioritas 2023 maupun kumulatif terbuka,” ujar Lucius.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Peneliti Formappi Lucius Karus
Lebih lanjut, dalam MS III, DPR juga memutuskan perpanjangan dua RUU, yakni RUU Hukum Acara Perdata dan RUU Perubahan Kedua tentang Narkotika. Lucius menilai, perpanjangan pembahasan kedua RUU ini menunjukkan inkonsistensi DPR untuk mematuhi durasi pembahasan sesuai perintah UU, yakni tiga kali masa sidang.
”Tidak hanya inkonsisten, perpanjangan proses pembahasan RUU juga memperlihatkan watak DPR yang tidak efektif dan efisien,” ujar Lucius.
Sementara itu, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang dinanti-nanti oleh publik justru tidak menjadi RUU yang diprioritaskan untuk diselesaikan. DPR memutuskan menunda pembahasan RUU tersebut.
Peserta aksi melintasi spanduk penolakan Perppu Cipta Kerja di depan Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (28/2/2023). Ribuan massa yang terdiri dari buruh, mahasiswa, dan sejumlah elemen masyarakat menggelar aksi penolakan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Tak hanya kemunduran pada penyusunan dan pembahasan RUU prioritas, Formappi menilai, kelesuan DPR juga terjadi pada pembahasan dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang dikeluarkan Presiden pada MS II lalu. Kedua perppu itu adalah Perppu tentang Pemilu dan Perppu tentang Cipta Kerja.
Menurut Lucius, DPR telah kehilangan momentum untuk pengesahan Perppu Cipta Kerja dan Perppu Pemilu. Alhasil, kedua perppu itu harus dinyatakan batal demi hukum. Sebab, seharusnya, kedua perppu itu disahkan pada MS III. Sesuai ketentuan UUD 1945, perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. Jika tidak, otomatis bisa dikatakan perppu tak disetujui dan harus dicabut.
”Ketentuan konstitusi ini sudah sangat jelas. Perppu Cipta Kerja dan Perppu Pemilu harus dikubur bersama dengan momentum pengesahan di MS III yang sudah berlalu. Kegentingan memaksa yang menjadi alasan pemerintah mengeluarkan perppu rupa-rupanya tak digubris DPR. Mungkin begitulah jadinya kalau kegentingan memaksa menjadi sesuatu yang dipaksakan,” ucap Lucius.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Para Wakil Ketua DPR RI, Lodewijk Freidrich Paulus, Rachmat Gobel, Sufmi Dasco Ahmad, dan Muhaimin Iskandar (deretan depan dari kiri ke kanan), saat Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan III Tahun 2022-2023 di Ruang Sidang Paripurna, Gedung Nusantara II Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Selasa (10/1/2023).
Dalam evaluasi kali ini, Formappi juga menyayangkan sikap DPR yang banyak melakukan rapat secara tertutup selama masa sidang III. Berdasarkan data yang didapat Formappi, selama masa sidang itu, total rapat yang dilakukan oleh seluruh komisi di DPR sebanyak 154 rapat. Dari total rapat tersebut, setidaknya 17 rapat di antaranya digelar secara tertutup. Ini naik dari masa sidang sebelumnya yang hanya terdapat 12 rapat tertutup.
”Dari sisi transparansi, masih berlangsungnya rapat-rapat tertutup menunjukkan DPR cenderung tidak transparan. Ini pekerjaan rumah yang patut menjadi perhatian serius bagi DPR demi perbaikan ke depan,” kata Lucius.
Keputusan pimpinan DPR
Secara terpisah, melalui keterangan tertulis, Ketua DPRPuan Maharani menegaskan RUU PPRT ditunda atas keputusan dalam Rapat Pimpinan (Rapim) DPR. Keputusan tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama.
Puan melanjutkan, dalam Rapim DPR, telah diputuskan untuk menunda membawa RUU PPRT ke Rapat Badan Musyarawah (Bamus) DPR. Alhasil, RUU PPRT belum dapat dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan sebagai RUU inisiatif DPR.
”Keputusan Rapim saat itu menyetujui untuk melihat situasi dan kondisi terlebih dahulu. Saat itu dirasa belum tepat untuk diagendakan dalam Rapat Bamus dan masih memerlukan pendalaman,” ujar Puan.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Ketua DPR RI Puan Maharani saat wawancara khusus dengan Kompas di Jakarta, Sabtu (13/8/2022).
Meski begitu, Puan menyebut DPR akan mempertimbangkan masukan masyarakat. Ia memastikan DPR senantiasa mendengarkan aspirasi rakyat, termasuk dalam pembentukan legislasi.
”DPR akan mempertimbangkan aspirasi dari masyarakat dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang berkembang saat ini,” ujar Puan.
Sementara itu, menanggapi kritik Formappi soal transparansi rapat, Wakil Ketua Baleg DPR M Nurdin mengakui, dari pembahasan Perppu Cipta Kerja, terdapat satu rapat yang digelar secara tertutup. Rapat dilakukan tertutup karena membahas hal-hal yang berkaitan dengan penjelasan pemerintah soal Perppu Cipta Kerja dan mana saja hal-hal yang masih perlu diperbaiki di perppu tersebut.
Namun, Nurdin membantah anggapan Perppu Cipta Kerja dibahas diam-diam dan terburu-buru. Sebab, semua prosesnya disiarkan melalui Youtube. Selain itu, berdasarkan pengakuan pemerintah, perppu ini telah disosialisasikan 610 kali.
Ia juga mengungkapkan, Perppu Cipta Kerja belum dibawa ke Rapat Paripurna DPR pada MS III karena sekretariat masih akan menyusun dan mengecek kembali redaksional perppu sehingga tak bermasalah di kemudian hari. ”Nanti kami salah lagi. Jadi, mungkin di minggu awal setelah reses, kalau sudah siap semua, barulah dibawa ke paripurna,” ujar Nurdin.