Merayakan Lebaran Melintasi Pandemi di Era Jokowi
Dibandingkan masa-masa kepresidenan sebelumnya, ada kekhususan terkait perayaan Lebaran di era pemerintahan Presiden Jokowi. Ragam langgam terasa saat Lebaran dirayakan sebelum, di tengah, dan saat pandemi mereda.
Sebelum pandemi Covid-19, Presiden Joko Widodo memiliki kebiasaan merayakan Idul Fitri di daerah. Tahun 2015, dia menunaikan shalat Idul Fitri di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Provinsi Aceh bersama Nyonya Iriana, Gibran Rakabumingraka, dan Kahiyang Ayu.
Tahun berikutnya, Padang Sumatera Barat menjadi pilihan Kepala Negara untuk merayakan Idul Fitri. Baru setelah menunaikan shalat Idul Fitri dan bersilaturahmi dengan warga, Presiden dan keluarganya pulang ke Surakarta, Jawa Tengah.
Baru pada tahun 2017, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menunaikan shalat Idul Fitri di Masjid Istiqlal. Pada tahun tersebut, gelar griya (open house) pertama diadakan Presiden Jokowi. Didampingi Nyonya Iriana serta Wapres Kalla dan Nyonya Mufidah Kalla, Presiden menyalami semua pejabat, perwakilan negara sahabat, maupun semua lapisan masyarakat yang hadir ke Istana Negara, Jakarta.
Biasanya ada pembatasan waktu untuk warga yang ingin bersilaturahmi dengan Presiden dan Nyonya Iriana. Sekitar jam 13.00 WIB, gerbang ditutup sehingga gelar griya dapat diakhiri sekitar jam 14.00 WIB. Setelahnya, Presiden Jokowi dan Nyonya Iriana pun ke Surakarta.
Selanjutnya, di tahun 2018, Lapangan Kebun Raya Bogor yang selalu digunakan dalam shalat Idul Fitri menjadi pilihan Presiden Jokowi. Setelahnya, gelar griya juga dilangsungkan di Istana Kepresidenan Bogor. Namun, waktu yang disediakan sangat terbatas sebab kala itu Idul Fitri jatuh di hari Jumat. Jam 11.00, gelar griya diakhiri dengan Presiden Jokowi kemudian shalat Jumat.
Baca juga: Presiden Jokowi Berlebaran di Surakarta, Wapres Amin di Jakarta
Menjelang Pemilu Presiden 2019, Presiden Jokowi kembali shalat Idul Fitri di Masjid Istiqlal dan mengadakan gelar griya di Istana Negara. Saat pandemi mulai merebak di tahun 2020, Idul Fitri mulai dirayakan secara tertutup. Presiden Jokowi dan Nyonya Iriana pun menunaikan shalat Idul Fitri di halaman Wisma Banyurini, Istana Kepresidenan Bogor. Hanya putra bungsu mereka, Kaesang Pangarep yang ikut hadir.
Pada tahun 2020 tersebut jangankan gelar griya, masyarakat pun diminta untuk bersilaturahim secara virtual saja. Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin juga hanya saling bermaaf-maafan melalui sambungan telepon video.
Demikian pula di tahun 2021, Presiden Jokowi dan Nyonya Iriana masih mengajak masyarakat saling menjaga diri dan kesehatan sanak keluarga. Pandemi Covid-19 masih mengancam. Saat itu, Presiden dan Nyonya Iriana shalat Idul Fitri di halaman Istana Kepresidenan Bogor.
Ajakan untuk berjuang menghadapi pandemi pun terus disuarakan. Seperti dikatakan Presiden Jokowi saat menyampaikan Selamat Idul Fitri tahun itu, hari kemenangan diharapkan menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk bangkit dan menang melawan pandemi Covid-19. Wapres Amin di momentum tersebut pun mengajak semua warga memperkokoh iman, imun, aman, dan mengucapkan amin agar senantiasa terlindung dari wabah virus korona.
Baca juga: Ziarah, Tradisi Masyarakat hingga Pemimpin Negara yang Terpaksa Ditinggalkan
Baru pada tahun 2022, Idul Fitri mulai terasa sebagai perayaan kembali. Kendati masih gamang dengan penurunan kasus yang dapat kembali meningkat, masyarakat sudah dibolehkan mudik. Presiden Jokowi dan keluarganya pun mulai berkumpul kembali. Keluarga ini menunaikan shalat Idul Fitri di halaman Istana Kepresidenan Yogyakarta serta menghabiskan liburan di Yogyakarta.
Adapun tahun 2023 ini, Presiden Jokowi dijadwalkan menunaikan shalat Idul Fitri di Masjid Raya Sheikh Zayed, Surakarta yang dibangun Presiden Uni Emirat Arab Syeikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan, sahabat Presiden Jokowi.
Memberi ruang
Mulai meredanya pandemi Covid-19 terasa memberi ruang lebih lega setelah sejak sekitar Maret 2020 ada berbagai pembatasan aktivitas dan mobilitas. Masih terbayang di saat pandemi memuncak, ketika berbagai lapisan masyarakat terpaksa mengurangi mobilitas, bahkan tidak dapat bersua dengan keluarga dan handai taulan di kampung halaman di saat hari yang membahagiakan seperti Lebaran.
Baca juga: Berkah Lebaran untuk Buruh Gendong dari Presiden Jokowi
Dan kini, ketika pandemi mereda, Presiden Jokowi pun memberi keleluasaan untuk bersilaturahmi. Semua warga – termasuk jajaran pemerintah – dipersilakan berkumpul untuk bersilaturahmi bersama keluarga pada momen Lebaran tersebut.
“Ini kita, kan, sudah 3 tahun tidak buka puasa bersama, tidak open house, (maka) saya memberikan keleluasaan untuk semuanya bisa berjumpa dengan keluarga besarnya, bisa berjumpa dengan sahabat-sahabatnya, bisa berjumpa dengan tetangga-tetangganya,” kata Presiden Joko Widodo saat menjawab pertanyaan awak media pada sesi keterangan pers seusai Peresmian Hunian Milenial untuk Indonesia di Depok, Provinsi Jawa Barat, Kamis (13/4/2023) lalu.
Seperti disampaikan Deputi Bidang Protokol, Media, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin menuturkan, Lebaran tahun 2023 ini adalah lebaran pertama tanpa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Seperti diketahui, pemerintah telah mencabut PPKM pada 30 Desember 2022 lalu.
“Bapak Presiden memberi kesempatan kepada seluruh jajaran pemerintah untuk berkumpul dan bersilaturahmi dengan keluarga, sehingga Bapak Presiden tidak mengadakan open house. Bahkan, perangkat yang terkait kegiatan selama Lebaran dan cuti bersama, Bapak Presiden minta sangat terbatas,” ujar Bey.
Kenangan Lebaran
Sama seperti warga lainnya, Presiden dan Wapres yang memimpin negeri ini tentu memiliki momen-momen berkesan dan kenangan dalam merayakan Lebaran. Hal ini, antara lain, dapat ditelusuri dari arsip pemberitaan dan foto di Kompas yang merekam aktivitas para presiden saat merayakan Idul Fitri.
Presiden Soeharto, misalnya, seusai melakukan shalat Ied di Masjid Istiqlal, Jakarta pada Selasa, 20 Februari 1996, memperingati ulang tahunnya yang ke-77 menurut perhitungan Jawa di kediaman Jalan Cendana. Didampingi Ny Tien Soeharto dan para cucu, Presiden memotong tumpeng ulang tahun.
Presiden kemudian menerima sungkeman dari Ny Tien Soeharto yang diikuti putra-putri, para menantu, cucu, serta kerabat dekat. Wapres Try Soetrisno dan Ny Try Soetrisno serta para menteri Kabinet Pembangunan VI dan pejabat tinggi lain pun mengucapkan selamat Idul Fitri.
Sementara itu pada 8 Februari 1997, Presiden Soeharto menabuh bedug raksasa asal Masjid Agung Bantul pada acara Gema Dzikir dan Takbir menyongsong 1 Syawal 1417 Hijriah di bawah Tugu Monas Jakarta. Alunan takbir Kepala Negara disambut suara gema takbir ribuan umat yang saat itu hadir di jantung Kota Jakarta.
Bertempat di Istana Negara Jakarta, Presiden BJ Habibie pada 22 Januari 1999 mengadakan silaturahmi dengan para karyawan Sekretariat Negara (Setneg) serta para Wartawan Kelompok Setneg dalam ranak Hari Raya Idul Fitri 1419 Hijriah.
Di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, acara gelar griya di Istana Merdeka pada Hari Raya Idul Fitri, 27 Januari 2000, dimulai setelah Presiden dan Ibu Negara Sinta Nuriyah menerima silaturahmi dari Wapres Megawati Soekarnoputri beserta suaminya, Taufik Kiemas. Setelah Wapres meninggalkan Istana Merdeka, Presiden Gus Dur kemudian bermaaf-maafan dengan sanak keluarga.
Baca juga: "Halalbihalal", Istilah Arab Kreasi Nusantara
Selanjutnya, para tamu pun berdatangan untuk silaturahmi. Kala itu gelar griya dibagi dua. Gelar griya pukul 10.00-12.00 untuk para menteri kabinet, anggota parlemen, para duta besar, dan kenalan. Selanjutnya pukul 12.00-13.00 untuk masyarakat umum.
Gelar griya Hari Raya Idul Fitri di Istana Negara di era Presiden Megawati Soekarnoputri dilangsungkan pada 6 Desember 2002. Silaturahmi yang berlangsung sekitar satu jam itu dihadiri sekitar 2.000 orang dari segala lapisan.
Acara gelar griya pun digelar di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, seperti pada Idul Fitri 1425 Hijriah. Gelar griya pada 14 November 2004 pagi hingga siang saat itu dihadiri sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu, anggota DPR dan DPD, duta besar negara sahabat, purnawirawan jenderal, dan mantan pejabat.
Adapun setelahnya hingga jelang malam Istana Negara dibuka bagi masyarakat umum yang ingin mengucapkan Selamat Idul Fitri kepada Presiden SBY, Ibu Negara Kristiani Herawati, dan anak sulungnya, yakni Letnan Dua Agus Harimurti Yudhoyono. Gelar griya dilanjutkan kembali pada tahun-tahun berikutnya di Istana Negara dan rumah pribadi Cikeas, Bogor.
Lebaran di era Bung Karno
Masih terkait Lebaran, Presiden pertama RI Ir Soekarno atau Bung Karno selintas pernah mengenang masa kecilnya di Mojokerto, Jawa Timur. Hal yang dikisahkannya sentimental, yakni kesedihan seorang anak kecil sebab tidak bisa membeli dan bermain petasan karena kondisi keuangan keluarga yang kala itu tidak mendukung. Patut dicatat, di masa itu bermain petasan belumlah dilarang seperti sekarang.
“Di hari Lebaran lebih setengah abad yang lalu aku berbaring seorang diri dalam kamar tidurku yang kecil, yang hanya cukup untuk satu tempat tidur, dengan pilu mengintip arah ke langit melalui tiga buah lubang udara yang kecil-kecil pada dinding bambu,” katanya seperti tertulis di buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, otobiografi yang disampaikannya kepada Cindy Adams.
Disampaikan oleh Bung Karno perasaan hatinya yang serasa teriris ketika mendengar petasan berletusan disambut teriakan kegembiraan kawan-kawannya. “Dapatkah orang mengetahui perasaanmu sebagai bocah kecil ketika semua kawan-kawanmu entah dengan cara bagaimana dapat membeli petasan seharga satu sen itu – dan kau tidak? Kau akan merasa sangat sedih!,” ujar Bung Karno.
Baca juga: Menyusuri Jejak Juang Sang Proklamator di Bumi Rafflesia
Singkat cerita, kemudian di satu malam ada seorang tamu yang bertandang menemui ayah Bung Karno dan membawa sebuah bungkusan berisi petasan. Girang hati Soekarno kecil karena mendapat bingkisan berisi petasan. “Tak ada harta, lukisan, atau pun istana di dunia ini yang dapat memberiku kegembiraan seperti waktu itu. Aku tak bisa melupakan peristiwa itu sepanjang hidupku,” kata Bung Karno.
Nuansa perayaan Lebaran terasa di rentang pemerintahan dari Presiden Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Jokowi. Di tengah beragam kondisi dan dinamika di setiap zaman, kegembiraan dalam berbagai wujud dan tingkatannya selalu mewarnai saat merayakan Hari Kemenangan di Lebaran.