Menyusuri Jejak Juang Sang Proklamator di Bumi Raflesia
Kota Bengkulu tak bisa lepas dari sosok Sang Proklamator Soekarno dan Ibu Negara Indonesia pertama Fatmawati. Banyak tempat di bumi raflesia ini yang menyimpan jejak perjuangan mereka yang sarat nilai.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·5 menit baca
Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, tak bisa lepas dari sosok Sang Proklamator Soekarno dan ibu negara pertama Indonesia, Fatmawati. Banyak tempat di bumi raflesia ini yang menyimpan jejak perjuangan mereka yang sarat nilai sebagai bekal mengisi kemerdekaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ombak Pantai Panjang berdebur kencang, Jumat (29/7/2022). Suaranya bergemuruh menelan keriuhan wisatawan yang berlalu lalang. Buih-buih ombak berkejaran menggapai pantai, menggoda pengunjung yang tengah berjalan di atas pasir putih.
Gemuruh deburan ombak itu mengingatkan pada cerita Inggit Ganarsih yang ditulis dalam buku Soekarno Kuantar ke Gerbang karya Ramadhan KH. Di Pantai Panjang itu, Bung Karno kerap melatih Ratna Djuami berpidato dengan suara lantang agar dia bisa mengikuti jejak ayahnya.
”Suara Omi harus melebihi deburan ombak,”cerita gadis itu.
Omi adalah nama panggilan Ratna Djuami, putri angkat pasangan Soekarno dan Inggit Ganarsih. Keluarga mereka sering berjalan-jalan di pantai saat diasingkan di Kota Bengkulu (1938-1942). Di antara anggota keluarga lainnya, Omi yang paling sering diajak ke pantai oleh Bung Karno karena diharapkan menjadi kadernya.
Di pantai yang memanjang sejauh 7 kilometer itu, Omi dilatih berpidato. Dia selalu diminta berteriak lebih keras lagi agar suaranya menggelegak mengalahkan deburan ombak.
Tak jauh dari Pantai Panjang, terdapat rumah pengasingan Bung Karno yang berlokasi di Jalan Soekarno, Kota Bengkulu. Rumah berhalaman luas ini didatangi ratusan wisatawan setiap hari. Mereka biasanya datang silih berganti sejak pagi hingga sore, seperti pada hari Jumat itu.
Ada pengunjung yang berasal dari dalam kota, tetapi mayoritas wisatawan dari luar kota bahkan luar provinsi seperti Jakarta, Surabaya, Jambi, dan Lampung. Dengan membayar tiket masuk Rp 5.000 per orang, mereka bisa berkeliling rumah dan melihat seluruh benda koleksi yang terkait erat dengan aktivitas Soekarno dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Di ruang tamu, misalnya, terdapat meja kursi berbahan paduan rotan dan kayu yang menjadi tempat Soekarno menerima para tamu, baik teman semasa di Bengkulu maupun koleganya di organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, dan rekan seperjuangan. Ruang tamu juga menjadi tempat berkumpul bagi anggota keluarga.
Di situ juga terdapat satu sepeda ontel yang menemani perjalanan Bung Karno menjelajahi sudut kota berjuluk ”Bencoolen” ini, mengumpulkan para pemuda dan mengobarkan semangat perjuangan untuk meraih kemerdekaan Indonesia. Sepeda merupakan alat transportasi modern pada masa itu, selain mobil, kereta api, dan kapal laut.
Di sebelah ruang tamu terdapat ruang kerja Soekarno. Di dalamnya terdapat koleksi buku yang jumlahnya 300 judul buku dalam bahasa Belanda, Inggris, dan China. Buku-buku ini menjadi oase pengetahuan bagi Kusno, nama panggilan Soekarno, selama menghadapi masa-masa sulit pengasingan.
Mengunjungi rumah pengasingan berarti melihat rekam jejak perjuangan Bung Karno menuju Indonesia merdeka yang membawanya melewati jalan terjal penuh kerikil dan duri. Pengkhianatan, kesepian, kegelisahan, keretakan rumah tangga, hingga sakit berkepanjangan dilalui dengan tabah. Penjara dan pengasingan tak menyurutkan semangatnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Sejarah mencatat Soekarno diasingkan di Ende, Nusa Tenggara Timur, sebelum dipindahkan ke Bengkulu pada Februari 1938. Keluarga kecil ini menempati sebuah rumah pedagang China, Lion Bwe Seng, yang disewa oleh Belanda. Udara dan tanah Bengkulu yang lebih baik dibandingkan Ende mengembalikan kesehatan dan semangat perjuangannya.
Selama empat tahun tinggal di Bengkulu, dia berupaya menyebarluaskan gagasan perjuangannya. Untuk mengelabui Belanda, Bung Karno mengambil alih grup musik Monte Carlo dan mengembangkannya menjadi sandiwara musik atau tonil. Pakaian khas Monte Carlo tersimpan di rumah pengasingan.
Salah satu pengunjung dari Jakarta, Eka Riana (45), mengaku kagum dengan sosok Presiden RI pertama tersebut. Dia pun menyempatkan diri berkunjung ke rumah pengasingan saat ada acara keluarga di Bengkulu. Banyak nilai kehidupan yang diwariskan Soekarno dan masih relevan hingga sekarang.
”Menurut saya, Bung Karno memiliki karisma yang luar biasa. Semakin kita menggali informasi tentang beliau, semakin kagum dibuatnya. Sosoknya sangat cerdas, gigih dalam berjuang, dan selalu memikirkan kepentingan bangsa,” ujar Eka.
Penjaga sekaligus petugas keamanan rumah pengasingan, M Yamanudin, mengatakan, para pengunjung suka mengamati koleksi barang-barang yang dipajang. Mereka juga tak lupa berswafoto di tempat-tempat bersejarah, seperti ruang tamu, ruang kerja, kamar tidur, hingga ruang makan.
Jumlah rata-rata 5.000 orang setiap bulan. Jumlahnya bisa lebih banyak lagi saat masa liburan sekolah. Mayoritas pengunjung merupakan pelajar yang berasal dari sejumlah sekolah di sejumlah kabupaten di Bengkulu dan provinsi lain di sekitarnya.
”Saya berharap rumah pengasingan ini terus dilestarikan. Hal ini penting untuk memotivasi masyarakat terutama generasi muda masa kini agar mereka mengenal semangat juang para pendahulu terutama Bung Karno dan nilai-nilai yang diwariskannya untuk bangsa,” kata Yamanudin.
Kiprah ibu negara
Sekitar 500 meter dari rumah pengasingan, terdapat rumah orangtua ibu negara pertama Indonesia, Fatmawati. Bangunan rumah itu berbentuk panggung berdinding kayu seperti rumah khas Bengkulu pada umumnya. Kondisi rumah yang tidak terlalu luas itu terawat dan dijaga oleh Marwan Amanudin (73), sepupu Fatmawati.
Di dalam rumah yang memiliki dua kamar tersebut tersimpan mesin jahit yang digunakan menjahit Sang Saka Merah Putih. Bendera itu kemudian dikibarkan saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945.
”Di rumah ini juga tersimpan koleksi foto kegiatan Fatmawati saat menjadi ibu negara. Beliau aktif di berbagai kegiatan organisasi kemasyarakatan sejak remaja,” ucap Marwan.
Fatmawati merupakan putri pasangan Hasan Din dan Siti Khadijah yang lahir di Bengkulu. Beliau dikenal sederhana tetapi teguh pendirian serta memiliki perhatian besar terhadap masyarakat. Sebagai ibu negara, dia tidak hanya mendampingi presiden, tetapi juga berupaya keras memperkenalkan wajah Indonesia beserta budayanya kepada negara-negara sahabat.
Sejarawan dari Universitas Bengkulu, Agus Setiyanto, mengatakan, Fatmawati memiliki keterlibatan besar dalam kemerdekaan bangsa. Fatmawati menjadi mentor, teman diskusi, bahkan penyemangat bagi ”Sang Putra Fajar” saat berjuang merebut kemerdekaan Indonesia.(Kompas, 5/2/2020).
Menyusuri kembali jejak para pahlawan nasional di Kota Bengkulu menjelang perayaan Hari Kemerdekaan Ke-77 RI, mengingatkan kita pada nilai perjuangan yang sarat makna. Nilai perjuangan itu diharapkan menginspirasi generasi masa kini agar lebih bersemangat mengisi perjalanan kemerdekaan melalui karya, kreasi, dan inovasi yang dapat membuka jalan bagi peningkatan kesejahteraan bangsa Indonesia.