Polemik Endar Priantoro dan Firli Bahuri Terus Berlanjut
Rentetan perseteruan akibat pemberhentian Endar Priantoro dapat berdampak pada spekulasi negatif publik terhadap institusi KPK dan Polri. Polemik yang terjadi diharapkan segera selesai dan tidak terulang lagi.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan Direktur Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi Brigadir Jenderal (Pol) Endar Priantoro mengadu ke Ombudsman Republik Indonesia, Senin (17/4/2023). Dalam pengaduan tersebut, Endar merasa menjadi obyek dari perbuatan administrasi negara yang dinilai tidak sesuai dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri yang memecatnya tanpa alasan yang jelas.
Pengaduan Endar pun mendorong polemik antara KPK yang diwakili Firli dan Endar yang mewakili Kepolisian Negara RI pun berlanjut terus. Pasalnya, meskipun dipecat, Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo tetap menempatkan Endar di KPK. Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, menyatakan, perseteruan Endar versus Firlidapat terus memicu spekulasi negatif publik sehingga polemik keduanya itu diharapkan dapat segera diselesaikan dengan baik.
Sebelumnya, polemik antara KPK dan Polri muncul sejak pemberhentian Endar dari jabatan Direktur Penyelidikan KPK. Firli menilai masa tugas Endar sudah berakhir dan meminta Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo memberikan promosi untuk Endar di institusi Polri. Sebaliknya, Listyo justru memperpanjang masa tugas Endar di KPK.
Hal ini berujung pada pelaporan Endar kepada Dewan Pengawas KPK dan pengajuan surat keberatan kepada KPK atas pemberhentiannya. Kini, Endar juga melaporkan dugaan malaadministrasi dalam pemberhentiannya ke Ombudsman RI.
”Saya datang ke Ombudsman dalam rangka membuat laporan pengaduan sebagai warga negara yang merasa jadi obyek dari perbuatan administrasi negara yang tidak sesuai,” ujar Endar seusai menyerahkan laporannya di Ombudsman RI, Jakarta, Senin (17/4/2023).
Saya datang ke Ombudsman dalam rangka membuat laporan pengaduan sebagai warga negara yang merasa jadi obyek dari perbuatan administrasi negara yang tidak sesuai.
Menurut dia, proses penerbitan surat keputusan (SK) pemberhentiannya terdapat malaadministrasi berupa penyalahgunaan wewenang dari pihak KPK. Adapun laporan ditujukan kepada penanda tangan SK, Sekretaris Jenderal KPK Cahya H Harefa dan salah satu pimpinan KPK.
Meski tidak disebutkan, pimpinan yang dimaksud diduga Firli selaku Ketua KPK. Ini karena rentetan laporan yang diajukan Endar, misalnya ke Dewan Pengawas KPK, kerap melibatkan Firli sebagai terlapor.
Sebetulnya, polemik ini merupakan masalah teknis administrasi antara KPK dan Polri. Sebab, aturannya sudah ada sehingga mereka tinggal berkomunikasi dan berkoordinasi saja biar beres.
Endar berharap laporannya dapat ditindaklanjuti oleh Ombudsman dengan pembatalan SK pemberhentiannya. ”Kami percaya Ombudsman dapat melanjutkan proses sesuai kewenangannya. Kami juga berharap apa yang kami adukan dapat terealisasi,” ujarnya, menambahkan.
Didalami ORI
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, menuturkan, laporan Endar akan didalami terkait pemenuhan syarat pelaporan dalam rapat pimpinan Ombudsman. Misalnya diterima, maka dapat dilanjutkan dengan tahap pemeriksaan pelapor, terlapor, dan pihak lainnya yang terlibat.
Sementara itu, Firli saat dihubungi Kompas tidak menanggapi perihal laporan Endar terhadapnya. Kendati begitu, Firly mengatakan bahwa KPK dan Polri memiliki tujuan yang sama dalam kenegaraan. Karena itu, kedua lembaga negara harus saling bahu-membahu dan bersinergi dalam memberantas korupsi.
”Polri kerap memberikan bantuan dan berperan dalam setiap kegiatan KPK. Saya, Kapolri (Listyo) serta seluruh anggota Polri dan insan KPK memiliki semangat yang sama. Semangat untuk mewujudkan Indonesia bebas dan bersih dari korupsi,” kata Firli.
Menurut anggota Kompolnas, Poengky Indarti, langkah hukum yang ditempuh Endar merupakan hak pribadinya. Polemik antara Endar dan Firli dinilai secara tidak langsung memicu spekulasi negatif terkait hubungan KPK dan Polri di kalangan masyarakat.
”Sebetulnya polemik ini merupakan masalah teknis administrasi antara KPK dan Polri. Sebab, aturannya sudah ada sehingga mereka tinggal berkomunikasi dan berkoordinasi saja biar beres,” ujarnya.
Akan tetapi, lanjut Poengky, laporan Endar sudah sampai ke Dewan Pengawas KPK, maka perlu menunggu hasil putusan. Lebih lanjut, dia berharap agar komunikasi dan koordinasi antara KPK dan Polri dapat ditingkatkan agar polemik seperti ini tidak terjadi lagi.
Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Totok Dwi Diantoro menyebutkan, polemik antara Endar dan Firli dapat berdampak pada kinerja pemberantasan korupsi. Dia menduga Firli mengharapkan untuk mengganti Direktur Penyelidikan KPK sesuai keinginannya.
Presiden Joko Widodo juga pernah mengingatkan agar mekanisme dan aturan mutasi di setiap institusi harus diikuti. Karena itu, konflik KPK dengan Polri semestinya tidak terjadi.
”Ada potensi terjadi vested interest yang akan bermain dominan dalam pemberantasan korupsi. Artinya, pemberantasan korupsi akan bergantung pada selera pimpinan lembaga,” ujarnya.
Oleh karena itu, polemik yang menyeret dua institusi negara sebaiknya diintervensi oleh Presiden Joko Widodo. Misalnya tidak secara langsung, juga dapat melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Pada Jumat (14/4/2023) , Wakil Presiden Ma’ruf Amin di sela-sela kunjungan kerjanya di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, sempat berkomentar terkait polemik ini. Dia berharap perbedaan pendapat antara KPK dan Polri dapat diselesaikan dengan duduk bersama.
Selain itu, Presiden Joko Widodo juga pernah mengingatkan agar mekanisme dan aturan mutasi di setiap institusi harus diikuti. Karena itu, konflik KPK dengan Polri semestinya tidak terjadi (Kompas.id, 14/4/2023).