Wacana Koalisi Besar Terus Bergulir, Golkar Ingatkan Aturan Main
Koalisi besar disebut terbuka bagi semua parpol. Akan tetapi, Golkar mengingatkan parpol untuk mengikuti aturan main dalam pembentukan koalisi. Apa itu?
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertemuan antarelite partai politik untuk membentuk koalisi besar terus berlanjut. Tidak hanya dengan partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya, sejumlah partai non-parlemen juga turut aktif berkomunikasi serta menyatakan dukungan terhadap gagasan tersebut. Meski membuka peluang bagi semua partai politik, Partai Golkar mengingatkan bahwa ada aturan main yang harus diikuti, yakni mengutamakan posisi partai inisiator koalisi.
Setelah menerima kunjungan dan dukungan untuk membentuk koalisi besar dari Partai Persatuan Indonesia (Perindo) pada Senin (10/4/2023), Partai Golkar kembali menerima kunjungan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada Rabu (12/4). Jajaran PSI yang diwakili antara lain oleh Ketua Umum PSI Giring Ganesha, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie, dan Ketua DPP PSI Isyana Bagoes Oka diterima oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk F Paulus, Bendahara Umum Partai Golkar Dito Ganinduto, serta sejumlah pejabat teras partai beringin lainnya. Kedua pihak bertemu sekitar 45 menit.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Seusai pertemuan, Airlangga menjelaskan, sama halnya dengan Perindo, PSI juga hadir untuk ikut mendorong pembentukan koalisi besar. Semakin banyak dukungan menunjukkan bahwa gagasan tersebut semakin relevan untuk diwujudkan, karena koalisi besar merupakan jawaban untuk memastikan keberlanjutan pembangunan yang telah dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo—Ma’ruf Amin. Sejauh ini, parpol yang mendukung ide tersebut juga merupakan partai anggota koalisi pemerintahan.
“Tadi dibahas konsep keberlanjutan dan diharapkan bahwa setelah kontestasi ke depan (Pilpres 2024), pembangunan sudah bisa dilaksanakan di awal oleh pemerintahan baru,” kata Airlangga.
Dalam waktu dekat, kata Airlangga, pihaknya juga akan menyiapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2025—2045 yang akan dibahas oleh parpol anggota koalisi besar. RPJP yang akan segera dibahas di DPR itu diharapkan bisa menjadi acuan program bagi calon presiden (capres) yang akan berkontestasi di Pilpres 2024. Dengan begitu, program pembangunan yang diimplementasikan oleh presiden terpilih akan sesuai dengan visi dan misi yang disepakati bersama di internal koalisi.
Selain Perindo dan PSI, Airlangga meyakini, ke depan akan semakin banyak partai politik (Parpol) yang bisa menyamakan persepsi, ideologi, serta visi dan misi dalam kerangka koalisi besar. Golkar sebagai pihak yang paling awal mengemukakan gagasan koalisi besar pun terbuka terhadap parpol mana pun yang ingin bergabung. “Koalisi besar terbuka pada seluruh partai, baik yang ada di parlemen maupun yang belum di parlemen,” kata dia.
Giring Ganesha menambahkan, PSI hadir dengan membawa pernyataan untuk selalu mendukung kebijakan dan pembangunan hasil kerja pemerintahan Presiden Jokowi. Hasil kerja pemerintahan Jokowi terbukti dengan tingginya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga. Untuk itu, PSI pun mendukung gagasan pembentukan koalisi besar.
“Dalam koalisi besar ini kami siap membuka pintu komunikasi dan kolaborasi untuk benar-benar nanti dikhususkan siapa kira-kira calon presiden yang cocok melanjutkan pembangunan Bapak Joko Widodo,” kata dia.
Ide pembentukan koalisi besar pertama kali dikemukakan oleh Airlangga seusai mengikuti acara buka puasa bersama di Kantor DPP Partai Nasdem, Nasdem Tower, Jakarta, akhir Maret lalu.
Gagasan tersebut menjadi lebih jelas ketika ketua umum Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bertemu dengan Presiden Joko Widodo dalam acara silaturahmi Ramadhan di Kantor DPP PAN, Jakarta, awal April. Dalam pertemuan di DPP PAN, muncul keinginan untuk menyatukan kelima parpol yang saat ini terhimpun dalam dua koalisi, yakni Koalisi Indonesia Bersatu atau KIB (Golkar, PAN, PPP) dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya atau KKIR (Gerindra dan PKB).
Komunikasi antarelite parpol untuk membentuk koalisi besar itu tidak hanya terjadi di Golkar. Sepanjang pekan lalu, empat ketua umum parpol juga berkunjung ke kediaman Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto di Jakarta untuk membahas hal yang sama. Ketua umum parpol dimaksud berasal dari Partai Bulan Bintang (PBB), Perindo, PAN, dan PKB. Tak hanya itu, Airlangga juga telah mengadakan pertemuan dengan Prabowo yang juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan di Kantor Kementerian Pertahanan, Selasa (11/4).
Ikut aturan main
Sebelumnya, Prabowo mengatakan, partainya juga akan menjajaki komunikasi terkait koalisi besar dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Niat tersebut sudah ia sampaikan kepada Ketua DPP PDI-P Puan Maharani saat keduanya bertemu pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-77 TNI Angkatan Udara di Jakarta, Minggu (9/4). Pertemuan pimpinan kedua parpol disebut tinggal menunggu waktu.
PDI-P merupakan satu-satunya parpol yang hingga saat ini belum menentukan untuk bekerja sama dengan parpol mana dalam menghadapi Pilpres 2024. Pasalnya, PDI-P sebagai pemenang Pemilu 2019 sudah memiliki tiket untuk mengusung capres dan cawapres 2024 tanpa berkoalisi.
Ketua DPP Partai Golkar Tubagus Ace Hasan Syadzily mengatakan, koalisi besar memang terbuka bagi setiap parpol untuk bergabung. Akan tetapi, ia mengingatkan kepada parpol-parpol untuk mengikuti aturan main dalam pembentukan koalisi.
“Harus dipahami bahwa koalisi ini ada yang menginisiasi. Jangan sampai nanti misalnya koalisi sudah dibangun, tetapi belakangan (ada parpol) yang ingin menguasai. Tentu itu yang harus dihindari,” kata Ace.
Ia menambahkan, pembentukan koalisi besar akan dimulai dengan membangun kecocokan (chemistry) antarparpol. Ketika kecocokan sudah terbangun, koalisi akan menentukan dan mengumumkan capres yang akan diusung. Penentuan capres itu pun tidak terlepas dari arahan Presiden Jokowi.
“Saya kira di koalisi besar ini juga tentu akan bersama-sama dengan Presiden untuk membahas siapa figur yang tepat,” kata dia.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya memandang, koalisi besar merupakan ide yang baik dalam tataran konsep. Sebab, ini bisa menjadi simbol soliditas anggota koalisi pemerintahan dalam menghadapi Pilpres 2024.
Akan tetapi, pembentukan koalisi itu berpotensi menghadapi sejumlah hambatan, terkait dengan penentuan figur capres dan cawapres serta pembagian kekuasaan. Menurut dia, koalisi besar rentan tidak menemukan titik temu dalam hal penentuan capres dan cawapres jika mengikutsertakan PDI-P di dalamnya.
Sebab, nantinya akan ada dua parpol yang sama-sama memiliki tokoh potensial capres dengan tingkat elektabilitas yang sangat kompetitif, yakni Gerindra dan PDI-P. “Ego dari kedua parpol pasti akan sangat besar untuk menjadi nomor satu, itu akan menjadi kesulitan dalam pembentukan koalisi,” kata Yunarto.
Selain itu, jika PDI-P tidak menjadi bagian dari koalisi besar dan memutuskan untuk mengusung capres dengan peluang kemenangan tinggi, besar kemungkinan ada parpol yang kini menjadi calon anggota koalisi besar berpindah untuk mengikuti gerbong PDI-P. Menurut Yunarto, parpol-parpol menengah yang tidak bisa mengusung capres tentu mempertimbangkan untuk bergabung dengan koalisi parpol dengan peluang kemenangan besar dan jumlah anggota lebih sedikit untuk mendapatkan bagian dari kekuasaan yang lebih besar ketimbang bergabung di koalisi yang terdiri dari banyak parpol. “Ketika itu terjadi, tidak ada satu pun poros yang memenuhi prasyarat menjadi koalisi besar,” kata dia.