Menghitung Hari Pengumuman Capres PDI-P
Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dikabarkan telah mempersiapkan sosok yang akan diusung sebagai capres oleh PDI-P pada Pilpres 2024. Momentum apa yang akan dipilih Megawati untuk mengumumkan sosok dimaksud?
> Berkaca dari Pemilu 2014 dan 2019, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri kerap mengejutkan publik dalam pengumuman capres PDI-P.
> Megawati memiliki perhitungan tersendiri yang membutuhkan kajian, prediksi, dan perenungan yang mendalam untuk menentukan capres PDI-P di Pilpres 2024.
> Sejumlah pengamat menilai momentum tepat bagi Megawati mengumumkan capres pada peringatan HUT ke-50 PDI-P.
Calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P masih misterius. Sekalipun elite partai politik pemenang Pemilu 2014 dan 2019 itu memastikan bahwa Megawati Soekarnoputri sudah mempersiapkan sosok yang akan diusung, tak ada satu pun yang tahu siapa yang terpilih hingga Ketua Umum PDI-P itu sendiri yang mengungkapkannya. Misteri itu memang akan dibuka pada 2023, namun momentum apa yang akan dipilih Megawati?
Sebenarnya tak ada yang istimewa dengan kepastian bahwa calon presiden (capres) 2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) akan diumumkan pada 2023. Meski Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI-P, pada akhir Desember 2022, menyebutnya sebagai “bocoran”, tetapi pendaftaran peserta Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 memang akan dimulai pada 19 Oktober hingga 25 November mendatang. Sebelum tahap pendaftaran dimulai, partai berlambang banteng itu setidaknya masih memiliki waktu 10 bulan untuk mendeklarasikan sosok jagoannya.
Berkaca dari Pemilu 2014 dan 2019, Megawati kerap mengejutkan publik lantaran memberi isyarat, bahkan mengumumkan capres yang akan diusung dalam kesempatan yang tak disangka-sangka. Kendati demikian, momentum yang ia pilih tak pernah lepas dari agenda yang mengumpulkan kader PDI-P dari seluruh tingkatan. Megawati juga hampir selalu menggunakan simbol yang terkait dengan Soekarno, pendiri bangsa, Presiden Pertama RI, yang juga ayah kandungnya.
Jelang Pilpres 2014, misalnya, ia mulai melempar isyarat pemilihan capres dengan menugaskan Joko Widodo, yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, untuk membacakan dedication of life pada pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III PDI-P 2013. Dedication of life merupakan penggalan surat Soekarno yang ditulis pada 10 September 1966, mengungkapkan semangat pengabdian yang dihidupinya untuk rakyat dan bangsa. Dalam pidatonya, Megawati pun mengaku merasakan getaran Bung Karno saat Jokowi membacakan penggalan surat tersebut. “Katakanlah itu sebuah makna sebuah regenerasi secara alami di PDI-P dan pasti berlanjut,” tuturnya (Kompas, 7/9/2013).
Setelah acara tersebut, Jokowi terlihat semakin sering berjalan bersama Megawati. Tak hanya selalu hadir di acara PDI-P hampir setiap pekan, pada Maret 2014 dia bersama Megawati juga berziarah ke makam Bung Karno di Blitar, Jawa Timur. Kemudian pada 14 Maret 2014 atau dua bulan sebelum pendaftaran capres resmi dibuka, Megawati mengumumkan keputusannya melalui surat dengan tulisan tangannya. Surat itu dibacakan Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI-P Puan Maharani dalam rapat DPP PDI-P di Lenteng Agung, Jakarta.
Hal yang sama terlihat jelang Pilpres 2019. Megawati mengumumkan pencalonan kembali Jokowi secara mendadak pada pembukaan Rakernas III PDI-P di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar, Bali, 23 Februari 2018. Namun, keputusan itu sebenarnya sudah diambil tiga hari sebelumnya, ketika Megawati bertemu empat mata dengan Jokowi di Istana Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat. Istana Batu Tulis pun merupakan tempat peristirahatan favorit Bung Karno semasa hidupnya.
Berbeda dengan periode sebelumnya, keputusan Megawati mendaulat Jokowi sebagai capres untuk kedua kalinya itu dilakukan lebih awal. Pengumuman capres dilakukan enam bulan sebelum pendaftaran dimulai pada 4 Agustus 2018.
Memasuki tahun politik jelang Pilpres 2024, pengumuman capres PDI-P semakin dinantikan oleh publik. Hal itu tidak terlepas dari posisi PDI-P sebagai satu-satunya parpol yang telah memenuhi ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden, yaitu memiliki sedikitnya 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya. Dengan capaian tersebut, PDI-P bisa mengusung calonnya sendiri tanpa berkoalisi dengan parpol lainnya. PDI-P memiliki 128 kursi atau 22.2 persen dari total kursi di DPR dengan perolehan suara nasional sebesar 19,3 persen atau 27,5 juta suara.
Baca juga: Selubung Misteri Calon RI-1 di Pertemuan Batutulis
Tak hanya itu, sejumlah parpol sudah mulai mendeklarasikan bakal capresnya walaupun untuk mencalonkan, mereka butuh untuk berkoalisi. Sebut saja Nasdem yang sudah mendeklarasikan dukungan kepada Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta sebagai bacapres 2024 pada Juni 2022. Gerindra juga sudah sepakat untuk kembali mengusung Prabowo Subianto, Ketua Umum Gerindra, berdasarkan hasil rapat pimpinan nasional Agustus lalu. Lebih jauh lagi Golkar berdasarkan hasil Musyarawarah Nasional 2019 memutuskan untuk mengusung ketua umumnya, Airlangga Hartarto. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar juga mendapatkan mandat yang sama berdasarkan hasil Muktamar PKB 2019.
Sekalipun dua koalisi parpol sudah terbentuk, beberapa nama juga mulai dideklarasikan, belum ada langkah pasti yang akan mereka diambil. Sejumlah politisi dari berbagai parpol mengakui, keputusan PDI-P dalam menentukan capresnya akan jadi salah satu faktor penentu konstelasi politik yang akan terbentuk.
Baca juga: Adu Kuat Daya Pikat Puan dan Ganjar Menuju 2024
Sejumlah agenda
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto di kantor DPP PDI-P Jakarta, Selasa (3/1), kembali menjelaskan bahwa pengumuman capres adalah kewenangan ketua umum. Megawati diyakini akan menyampaikannya di waktu yang tepat. “Kapan waktunya, yang pasti 2023,” ujar Hasto.
Kendati kabar yang diberikan masih mengambang, PDI-P akan menyelenggarakan rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-50 selama lima bulan ke depan. Rangkaian tersebut dibuka pada hari lahir PDI-P yang jatuh pada 10 Januari dan menurut rencana akan ditutup pada 31 Mei.
PDI-P juga akan kembali merayakan Bulan Bung Karno pada Juni mendatang. Setidaknya terdapat tiga momen penting yang terjadi pada bulan Juni, yakni pidato Soekarno 1 Juni 1945 yang menjadi dasar perumusan Pancasila, hari kelahiran Bung Karno pada 6 Juni 1901, juga wafatnya sang proklamator pada 21 Juni 1970.
Tak hanya itu, masih ada pula Rakernas PDI-P yang menurut rencana akan diselenggarakan pada 2023. Rakernas yang semestinya dilaksanakan pada akhir 2022 itu dibatalkan karena dinamika politik nasional dan geopolitik global yang disebut Hasto, mendorong partai untuk memprioritaskan kerja politik ke akar rumput untuk menyelesaikan berbagai persoalan riil masyarakat.
Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat mengatakan, PDI-P tidak sekadar memilih capres tetapi juga pemimpin masa depan. Oleh karena itu, Megawati memiliki perhitungan tersendiri yang membutuhkan kajian, prediksi, dan perenungan yang mendalam. Tak hanya itu, sosok yang dipilih nantinya juga harus mampu melanjutkan pembangunan bangsa yang sudah diletakkan oleh Presiden Soekarno, Megawati sebagai presiden ke-5 RI, dan juga Jokowi sebagai presiden ke-7 RI.
Menurut Djarot, pemilihan momentum pengumuman capres tak serta merta terkait dengan dampak elektoral yang bisa didapatkan partai. Contohnya, hingga saat ini elektabilitas PDI-P berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga masih paling tinggi di atas parpol-parpol lainnya. Padahal, PDI-P belum mengumumkan capresnya. “Artinya apa, artinya tidak berdampak signifikan dengan elektabilitas parpol,” ujarnya.
Rasionalitas kultural
Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Airlangga, Kacung Marijan, memandang, dalam kalkulasi rasional, waktu terbaik untuk mengumumkan capres PDI-P adalah pada Januari 2023. Sebab, pada bulan ini parpol tersebut akan merayakan ulang tahun ke-50, ada energi besar yang akan muncul seiring dengan nuansa tahun yang baru. Tak hanya itu, sosok yang akan diusung juga lebiih leluasa untuk menyosialiasasikan diri karena memiliki waktu yang panjang hingga pendaftaran nantinya.
“Tetapi Ibu Megawati bukan tokoh yang hanya mempertimbangkan kalkulasi politik elektoral, melainkan juga pertimbangan kultural,” kata Kacung dihubungi dari Jakarta, Rabu (4/1).
Pertimbangan kultural itu, lanjutnya, terlihat dari perhitungan waktu, tempat, dan simbol-simbol yang biasa ia gunakan ketika mengambil keputusan penting dan mengumumkannya. Hal tersebut umumnya didapatkan setelah melalui perenungan panjang yang tak bisa ditentukan cepat atau lambat. Keputusan penting tidak sekadar diambil berdasarkan keinginan pribadi, tetapi juga restu dari Yang Maha Kuasa.
Sebagai satu-satunya parpol yang dapat mengusung capres/cawapres tanpa berkoalisi, kata Kacung, waktu deklarasi kandidat bukanlah masalah bagi PDI-P. Sekalipun mengumumkan calonnya di waktu-waktu akhir jelang pendaftaran, PDI-P tidak akan merugi secara elektoral karena koalisi parpol lain pun akan bergerak mengikuti. Parpol lain diprediksi akan menunggu sosok yang akan diusung PDI-P sebelum membuat keputusan politiknya.
Baca juga: Koalisi Dini, Ikhtiar Parpol Lepas dari Bayang-bayang Figur Capres
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, PDI-P merupakan parpol dengan platform kebangsaan yang kuat. Ia memprediksi, pesan-pesan kebangsaan masih akan dilekatkan dalam momen pengumuman capres 2024 melalui berbagai simbol yang terkait dengan Bung Karno sebagai bapak bangsa.
Menurut Arya, akan semakin baik jika Megawati mengumumkan capres pilihannya dalam waktu yang lebih cepat atau jauh hari sebelum pendaftaran capres/cawapres. Jika pada peringatan Hari Ulang Tahun Ke-50 PDI-P keputusan itu belum bisa diambil, hendaknya calon sudah diumumkan pada pertengahan 2023, yakni setelah tahap pendaftaran calon anggota legislatif (caleg). Setelah mendaftarkan caleg, diperkirakan beban parpol sudah mulai berkurang dan bisa fokus mempersiapkan kontestasi di pilpres.
“Semakin cepat diumumkan, calon akan semakin cepat mendapat kepastian untuk bergerak. Publik pun semakin cepat mendapatkan kepastian, sehingga bisa mulai menentukan pilihannya. Itu lebih menguntungkan bagi partai,” ujarnya.
Sekali lagi, itu semua memang akan berpulang kepada Megawati. Ketika Megawati sibuk menghitung berbagai kemungkinan kemenangan, publik hanya bisa mengambil satu elemen saja, yakni menghitung hari.