Bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyebut soal skenario besar yang menjebloskannya ke penjara. Partai Demokrat menyarankan agar Anas meminta maaf kepada Susilo Bambang Yudhoyono.
Oleh
Tim Kompas
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Koruptor kasus proyek sarana olahraga terpadu Hambalang, Anas Urbaningrum, keluar lembaga pemasyarakatan untuk menjalani masa cuti menjelang bebas, Selasa (11/4/2023). Anas bebas di tengah tahun politik menjelang Pemilu 2024. Kehadirannya dinilai bisa menjadi ancaman bagi Partai Demokrat, tempatnya berpolitik sebelum dijebloskan Komisi Pemberantasan Korupsi ke penjara pada 2014.
Saat keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Anas yang mengenakan baju putih dan peci hitam serta membawa tas ransel hitam di punggungnya disambut massa simpatisannya. Selain itu, tampak pula sejumlah politikus, seperti Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara Gede Pasek Suardika dan Ketua DPD Partai Nasdem Jabar Saan Mustopa. Kedua politikus ini pernah berada di Partai Demokrat bersama Anas Urbaningrum.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Terhitung hari ini berarti 9 tahun 3 bulan (dipenjara), waktu yang cukup lama. Terima kasih sahabat dan adik-adik yang sudah hadir. Ikatan batin, rasa, dan komitmen ini adalah jalinan komunitas perjuangan,” ujar Anas disambut teriakan dari para simpatisan.
Anas merupakan salah satu terpidana kasus korupsi proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sarana Olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Tahun 2010 yang merugikan negara Rp 464,5 miliar. Bekas Ketua Umum Partai Demokrat ini pun divonis penjara pada 24 September 2014 dan menghabiskan lebih dari delapan tahun di balik jeruji besi. Dalam putusan hakim, Anas disebut menerima gratifikasi yang sebagian di antaranya digunakan Anas untuk kepentingannya dalam pemilihan ketua umum Partai Demokrat saat kongres di Bandung, Mei 2010 (Kompas, 25/9/2014).
Meski demikian, Anas tampaknya masih keberatan dengan vonis hakim itu. Dalam pidatonya di halaman Lapas Sukamiskin, dia menyebut ada yang menyusun skenario besar untuk menjebloskannya ke penjara.
”Saya juga mohon maaf kalau ada yang menyusun skenario besar, saya dimasukkan dalam waktu yang lama di tempat ini, menganggap Anas sudah selesai. Komitmen dan ikatan keberanian untuk terus melangkah maju membuat yang berpikir seperti itu seperti tidur di siang bolong,” ujarnya.
Soal skenario ini sudah berulang disampaikan Anas, terutama saat dia ditahan KPK ataupun saat menjalani persidangan. Pleidoi Anas yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 18 September 2014, salah satunya. Anas menyebut perkara korupsi yang menjeratnya berawal dari dinamika internal Partai Demokrat pasca-kongres di Bandung, 2010. Dinamika internal tersebut berbuah desakan terbuka dari Presiden ke-6 RI yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, terkait penetapan status tersangka kepada Anas oleh KPK (Kompas, 19/9/2014).
Sementara terkait rencana setelah keluar dari lapas, Anas tak menyinggung soal kembali ke dunia politik. Dia hanya menyebut akan berpikir ke depan tanpa melahirkan permusuhan dan pertentangan. ”Kalau ada yang berpikir saya keluar untuk melahirkan permusuhan, saya katakan tidak. Kamus saya adalah perjuangan keadilan. Andai ada yang merasa termusuhi mohon maaf, itu konsekuensi perjuangan, bukan karena saya hobi bermusuhan,” katanya.
Kepala Lapas Kelas I Sukamiskin Kunrat Kasmiri menjelaskan, Anas menjalani program cuti menjelang bebas selama tiga bulan ke depan. Jumlah ini menyesuaikan dengan remisi terakhir yang diterimanya. ”Selama tiga bulan Pak Anas harus melapor ke bapas (balai pemasyarakatan). Waktu laporannya itu sesuai kebijakan bapas, dan dia datang ke sana setiap laporan,” ujarnya.
Ditanyakan soal Anas yang sudah keluar dari lapas, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Demokrat Andi Arief tak melihatnya sebagai sebuah ancaman bagi Demokrat. Demokrat disebutnya hanya akan takut pada ancaman rakyat. ”Kalau ancaman tokoh-tokoh yang tak puas dari mantan-mantan pemimpin Demokrat, itu dinamika biasa,” ucapnya.
Andi mengingatkan, semua orang mempunyai masa kelam. Namun, masih ada waktu untuk memperbaiki diri.
”Lingkungan politik akan menjadi salah satu yang menentukan. Semoga lingkungan politik setelah keluar dari Lapas Sukamiskin yang menjadi pilihan adalah yang bersih hati, pikiran, dan tindakan,” tambahnya.
Minta maaf
Andi pun menyarankan agar Anas meminta maaf secara terbuka kepada Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan seluruh kader Partai Demokrat yang hampir karam saat dipimpinnya. ”Mungkin di situlah hati yang bersih akan muncul,” ucapnya.
Peneliti di Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Noory Okthariza meyakini, Anas tetap mengikuti setiap perkembangan politik saat masih mendekam di lapas. Kini, Anas keluar bertepatan dengan momentum politik menjelang Pemilu 2024. Sebagai seorang politisi, apalagi pernah menjabat ketua umum partai politik, Anas diyakini bisa memanfaatkan momentum politik secara maksimal.
Di luar itu, sangat mungkin pula kemunculan Anas dimanfaatkan siapa pun yang berkepentingan. ”Yang namanya politik, kan, siapa pun lawan bersama, kita jadi kawan. Bersatu atas nama kepentingan. Nah, di sini yang pasti kelabakan, menurut saya, Demokrat dan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP),” ucap Noory.
Kehadiran Anas patut diantisipasi Demokrat dan KPP karena pengaruh Anas terlihat masih besar. Diketahui, Demokrat ada dalam KPP bersama Partai Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera. KPP mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden pada Pemilihan Presiden 2024.
”Jadi, lagi-lagi, dia (Anas), kan, seorang politisi. Meski hak politik dicabut, tetapi, kan, dia bisa bebas untuk ber-statement, mengeluarkan pendapat. Nah, itu yang menurut saya lebih rawan mungkin dibaca buat orang-orang yang tidak suka dengan Anas,” ujar Noory.
Pertemuan elite
Sementara itu, pertemuan antar-elite parpol yang intens belakangan masih terus berlanjut. Pada Selasa (11/4) sore, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto bertemu Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di kantor Prabowo di Kementerian Pertahanan, Jakarta. Momen pertemuan ini diunggah Airlangga yang juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam akun Instagram-nya. Namun, ia tidak menyebut pertemuan itu membahas terkait Pemilu 2024.
”Kami membahas sejumlah hal krusial, mulai dari masalah pangan, pengembangan perekonomian, hingga pertahanan di Ibu Kota Nusantara,” tulis Airlangga dalam unggahannya.
Ketua DPP Golkar Meutya Hafid tak memungkiri pertemuan Airlangga dan Prabowo membahas pula dinamika perpolitikan nasional.
Golkar dan Gerindra menjadi bagian dari parpol yang mewacanakan koalisi besar. Wacana ini muncul saat ketua umum kedua partai itu, plus tiga ketua umum parpol lain, yakni Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan, bertemu Presiden Joko Widodo pada acara Silaturahmi Ramadhan PAN, awal April lalu.
Terkait Presiden Jokowi dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang terlihat akrab saat kunjungan kerja Presiden di Jawa Tengah, Senin (10/4), Ketua DPP PDI-P Said Abdullah mengatakan, keakraban itu mematahkan spekulasi bahwa relasi keduanya merenggang setelah berbeda sikap terkait polemik tim Israel. (RTG/NIA/INA/BOW)