Bertarung Mengejar Posisi Terkuat
Pendaftaran peserta Pilpres 2024 masih 8 bulan. Namun, persaingan para kandidat capres dan parpol pengusungnya mengejar elektabilitas terasa sengit. Berbagai analisis dan kalkulasi diterapkan, mengejar posisi terkuat.

(Dari kiri ke kanan) Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan
Pada Minggu (19/2/2023) malam lalu, para pengunjung Plaza Senayan XXI, Jakarta, memalingkan pandangannya ke arah Prabowo Subianto saat ia berjalan di koridor bioskop. Berbeda dengan tampilan sehari-harinya yang selalu mengenakan setelan jas atau safari, kali itu Menteri Pertahanan yang juga Ketua Umum Partai Gerindra tersebut mengenakan celana dan kemeja denim yang dilapisi jaket coklat. Sambil berjalan menuju salah satu studio, ia mengajak para pengunjung berswafoto.
- Dalam sebulan terakhir, DPP Gerindra meminta Prabowo untuk meningkatkan intensitasnya turun ke lapangan.
- Anies Baswedan, bakal capres yang didukung Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), juga giat turun ke lapangan.
- Sementara itu, PDI-P bergeming meski Ganjar Pranowo yang menjadi salah satu kadernya mengalami peningkatan elektabilitas sebagai capres.
Di akhir pekan itu, Prabowo ditemani Sufmi Dasco Ahmad, Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra, menonton film berjudul Adagium karya sutradara Rizal Mantovani. Selain menikmati film yang diproduksi bersama TNI Angkatan Udara, kesempatan tersebut juga ia gunakan untuk menyapa masyarakat sambil menyampaikan pesan-pesan kebangsaan.
Agenda menyapa publik di akhir pekan seperti itu bukan pertama kali dilakukan Prabowo. Sepekan sebelumnya, Minggu (12/2/2023), ia juga menghadiri haul KH Ahmad Makki dan Masyaikh Assalafiyah, tokoh dari Pondok Pesantren Assalafiyah, Sukabumi, Jawa Barat, secara daring. Dalam kesempatan itu, Prabowo mengingatkan kembali peran para ulama dalam merebut kemerdekaan serta pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam sebulan terakhir, DPP Gerindra memang meminta Prabowo untuk meningkatkan intensitasnya turun ke lapangan. Tokoh yang sudah dideklarasikan sebagai calon presiden (capres) Gerindra 2024 itu diminta mengintensifkan sosialisasi setiap akhir pekan, ketika libur dari pekerjaannya sebagai Menteri Pertahanan. ”Rakyat itu, kan, sudah rindu Pak Prabowo. Karena itu, harus lebih sering turun langsung ke masyarakat,” kata anggota Dewan Pembina Gerindra, Andre Rosiade, dihubungi dari Jakarta, Jumat lalu.
Langkah Prabowo juga perlu digencarkan sebelum berkontestasi sebagai capres untuk ketiga kalinya. Sebab, dalam enam bulan terakhir, hasil survei sejumlah lembaga menunjukkan tren penurunan elektabilitas Prabowo. Merujuk hasil survei Litbang Kompas periode 25 Januari-4 Februari 2023, tingkat keterpilihan Prabowo mencapai 18,1 persen, sedikit naik dibandingkan survei yang sama pada Oktober 2022, yakni 17,6 persen. Survei dilakukan terhadap 1.202 responden di 38 provinsi, dengan margin of error sebesar 2,83 persen.
Baca juga : Survei ”Kompas” : Ganjar Teratas, Prabowo dan Anies Masih Fluktuatif

Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kedua dari kiri) dan Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad (ketiga dari kiri) memasuki Plaza Senayan XXI, Jakarta, Minggu (19/2/2023) malam, untuk menonton film berjudul Adagium.
Meski belum signifikan, capaian itu memberikan harapan setelah penurunan signifikan dari Januari 2022 (26,5 persen) dan Juni 2022 (25,3 persen). Prabowo juga konsisten berada di tiga besar capres pilihan publik selama setahun terakhir bersama dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Akan tetapi, posisinya belum dominan. Ia belum bisa memenangi seluruh pertarungan jika dihadapkan dengan kedua tokoh tersebut.
Dalam skema head to head melawan Ganjar, misalnya, Prabowo mendapatkan suara sebesar 43,3 persen, tertinggal dari Ganjar yang mendapatkan 56,7 persen suara. Selisih elektabilitas itu melebar dibandingkan simulasi yang sama pada Oktober 2022, yakni Prabowo 47,1 persen. Padahal, pada Januari dan Juni 2022, Prabowo pernah unggul atas Ganjar dengan elektabilitas 52,2 persen dan 51,2 persen.
Kendati tertinggal dari Ganjar, Prabowo unggul atas Anies dalam simulasi empat periode berturut-turut. Pada Januari 2022, Prabowo memimpin dengan capaian suara 61,1 persen, sedangkan Anies 38,9 persen. Pada Juni dan Oktober 2022, ia masih unggul meski elektabilitasnya merosot ke angka 56,8 persen lalu 52,1 persen. Memasuki Januari 2023, Prabowo pun mampu memperbesar selisih elektabilitas dengan meraih 57,3 persen suara, sedangkan Anies 42,7 persen.
Berdasarkan evaluasi Gerindra, fluktuasi suara Prabowo dalam simulasi pertarungan antarcapres setidaknya disebabkan dua hal.
Berdasarkan evaluasi Gerindra, fluktuasi suara Prabowo dalam simulasi pertarungan antarcapres setidaknya disebabkan dua hal. Pertama, belum intensnya sosialisasi karena Prabowo tengah memprioritaskan tugas utamanya sebagai menteri. Ada pula pergeseran sejumlah pemilih ke tokoh lain. ”Belum lagi masifnya hoaks di media sosial terkait dengan alasan bergabungnya Pak Prabowo dan Gerindra ke koalisi pemerintahan setelah Pemilu 2019,” ungkap Andre.
Berkaca dari sejumlah persoalan itu, Gerindra menyadari harus ada langkah komprehensif untuk meningkatkan kembali elektabilitas ketua umumnya. Selain meminta Prabowo lebih aktif, mesin partai juga mulai bekerja. Semua kader, baik yang duduk di lembaga eksekutif maupun legislatif di tingkat pusat dan daerah, ditugaskan untuk memberi penjelasan tentang alasan Gerindra masuk ke pemerintahan.
”Rakyat perlu tahu bahwa kami bergabung ke pemerintahan untuk mengakhiri polarisasi masyarakat, tujuannya adalah persatuan dan kesatuan bangsa, agar kita tidak terpecah belah,” kata Andre.
Baca juga : KPU Pastikan Tiada Aturan Baru Sosialisasi Parpol Sebelum Kampanye

Tak hanya disampaikan secara langsung, pelurusan informasi juga dinilai perlu dilakukan di media sosial (medsos). Untuk itu, partai mendidik sejumlah kader untuk fokus bekerja menangkal hoaks yang beredar di jagat maya. ”Pak Prabowo dan seluruh kader Gerindra saat ini sudah tancap gas sehingga (elektabilitas Prabowo) mulai bisa rebound,” ungkap Andre.
Survei internal
Peningkatan intensitas turun ke lapangan untuk menaikkan elektabilitas juga dilakukan Anies Baswedan, bakal capres yang didukung Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sejak dideklarasikan Nasdem pada Oktober 2022, tokoh nonparpol itu memulai melakukan safari politik ke sejumlah daerah, baik secara individu maupun didampingi politisi Nasdem. Dari akun medsos, Anies kerap mengabarkan aktivitasnya. Setiap kunjungan umumnya dihadiri sejumlah besar massa yang selalu memenuhi lokasi pertemuan.
Kendati memiliki basis massa besar dan elektabilitas 13,1 persen pada Februari, Anies belum pernah menang dalam simulasi pertarungan antarcapres. Selain masih tertinggal dari Prabowo, posisinya juga masih di bawah Ganjar.
Dalam simulasi melawan Ganjar pada Februari, Anies mendapatkan 39,8 persen suara, tertinggal dari Ganjar yang memperoleh 60,2 persen. Selisih elektabilitas itu semakin jauh jika dibandingkan survei yang sama dalam tiga periode sebelumnya. Pada Oktober 2022, perolehan suara Anies mencapai 47,2 persen, lalu 46,2 persen pada Juni 2022, dan 46,8 persen pada Januari 2022.
Hasil survei Litbang Kompas, kata Ketua DPP Partai Nasdem Sugeng Suparwoto, menjadi bahan evaluasi. Akan tetapi, untuk memantau pergerakan elektabilitas dan efektivitas langkah sosialisasi, parpolnya juga mengadakan survei internal setiap tiga bulan. Jumlah responden yang dilibatkan dua kali lipat dari lembaga lain, yakni 2.500 orang dengan margin of error 1,9 persen. Survei juga dilakukan dengan pendekatan daerah pemilihan (dapil), yakni 84 dapil, serta pendekatan kabupaten/kota, yaitu pada 300 kabupaten dan 15 kota.
”Hasilnya menggembirakan, dalam survei nasional Januari lalu, tingkat popularitas Anies mencapai 87 persen. Elektabilitasnya juga menempel ketat dengan Ganjar dan unggul atas Prabowo,” ungkap Sugeng.
Baca juga : PKS: Cawapres Anies Harus Menyumbang Elektoral Paling Kuat

Mantan Gubernur DKI Jakarta yang juga bakal calon presiden yang diusung Partai Nasdem, Anies Baswedan, berswafoto dengan pendukungnya saat menghadiri deklarasi Relawan Perubahan di Kota Padang, Sumatera Barat, Minggu (4/12/2022). Sejak tiba pada Sabtu, Anies melakukan safari politik ke sejumlah daerah di Sumbar, antara lain Padang Pariaman, Padang Panjang, dan Padang.
Dengan tingkat popularitas yang belum mencapai 100 persen, Sugeng optimistis elektabilitas Anies masih bisa digenjot untuk menyalip Ganjar. Apalagi, masih ada responden yang belum menentukan pilihan sebesar 15,6 persen. Survei pun merekam, kekalahan Anies di Jawa Tengah dan Jawa Timur terus menipis, sedangkan kemenangan di Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta kian menebal. ”Hal yang lebih menggembirakan adalah dalam simulasi head to head, Anies unggul baik melawan Ganjar maupun Prabowo,” katanya.
Untuk itu, Nasdem dan Anies masih akan melanjutkan safari politik ke sejumlah wilayah. Interaksi langsung dengan masyarakat diyakini sebagai langkah terbaik untuk meningkatkan keterpilihan sekaligus memetakan permasalahan riil di masyarakat. Frekuensi survei internal juga akan dirapatkan, dari tiga bulanan menjadi setiap bulan.
”Jadi, apa yang kami lakukan untuk menaikkan atau mempertahankan elektabilitas Anies, ya, dengan silaturahmi kepada seluruh pemangku kepentingan, baik tokoh masyarakat maupun masyarakat secara luas. Itu akan dilakukan terus-menerus,” ujar Sugeng.
Nasdem dan Anies masih akan melanjutkan safari politik ke sejumlah wilayah. Interaksi langsung dengan masyarakat diyakini sebagai langkah terbaik.
Berbeda dengan parpol pendukung Prabowo dan Anies, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) bergeming meski salah satu kadernya memiliki tingkat elektabilitas tinggi, bahkan mengungguli dua kandidat dalam simulasi pertarungan antarcapres. Menurut Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, pencapaian Ganjar secara elektoral merupakan buah dari proses kaderisasi, penggemblengan, dan ikatan yang kuat antara kader PDI-P dan masyarakat. Penentuan capres masih menunggu keputusan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Ketika capres sudah ditentukan, kata Hasto, seluruh infrastruktur partai akan bekerja. Sebagaimana dilakukan pada pencalonan Joko Widodo dalam Pilpres 2014 dan 2019, semua kader dan simpatisan PDI-P bergerak bersama sehingga ia bisa menang di 18 dari total 34 provinsi di Indonesia. ”Jadi, pergerakannya kolektif, bukan orang per orang. Kalau orang per orang sendiri yang bergerak, nanti dia akan banyak utang,” ujarnya.
Baca juga : Survei ”Kompas”: Jarak Keterpilihan Tiga Sosok Capres Melebar

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo seusai memberikan klarifikasi di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, Senin (24/10/2022). Ganjar dipanggil terkait pernyataannya yang siap maju dalam Pemilihan Presiden 2024 beberapa waktu lalu. Ganjar dinyatakan tidak melanggar aturan partai, tetapi tetap mendapat sanksi teguran lisan.
Saat PDI-P belum memutuskan, sejumlah parpol lain melirik Ganjar. Partai Amanat Nasional (PAN) menjadikannya salah satu calon pemimpin nasional dalam Rapat Kerja Nasional PAN tahun lalu. Sejumlah elite Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pun menyebut nama Ganjar sebagai salah satu yang paling banyak diinginkan akar rumput PPP menjadi capres. Bahkan, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), salah satu parpol nonparlemen, telah mendeklarasikannya sebagai bakal capres yang diusung berdampingan dengan Yenny Wahid.
Namun, meski telah banyak yang menyebut namanya, Ganjar tampak masih menanti keputusan partainya. Sembari menanti, geraknya di media sosial tak surut. Ia rajin membagi kegiatan blusukannya. Ia pun menjawab kritik soal kinerjanya sebagai Gubernur Jawa Tengah dengan membagikan sejumlah capaiannya saat menjabat gubernur.
Saat ditanya Kompas soal hasil survei terbaru, ia kembali menekankan masih memilih fokus pada tugas sebagai kepala daerah. ”Saya konsentrasi urus inflasi, minyak goreng, dan beras dulu karena ini perlu perhatian,” ujar Ganjar (Kompas, 22/1/2023).
Soliditas
Peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, mengatakan, meski setiap kandidat capres memiliki bekal elektoral pribadi, parpol tetap menjadi penggerak utama untuk memenangi mereka di Pilpres 2024. Karena itu, penting bagi parpol untuk menjaga soliditas sejak jauh-jauh hari untuk memastikan tidak ada perpecahan internal. Berkaca dari pilpres-pilpres sebelumnya, kerap pula terjadi perbedaan pilihan capres antara elite dan konstituen parpol, yang mengakibatkan keterbelahan suara.
Soliditas juga perlu dibangun hingga penentuan cawapres. Dalam konteks Indonesia, peran cawapres signifikan menentukan kemenangan. Kesalahan pemilihan cawapres pun bisa berakibat fatal. ”Jangan sampai mendapatkan tokoh cawapres yang tingkat kontroversinya tinggi, ditengarai punya masalah di tengah perjalanan, atau tidak mewakili satu ceruk politik yang besar. Itu harus betul-betul dipikirkan,” kata Firman.
Parpol-parpol juga semestinya mempercepat pembentukan koalisi, lalu menentukan capres yang akan diusung. Dengan begitu, kerja pemenangan bisa dipercepat. Tidak bisa dimungkiri, parpol pun akan mendapatkan keuntungan elektoral dari popularitas para kandidat. Itu jadi salah satu hal penting karena pada 2024 parpol tidak hanya akan menghadapi pilpres, tetapi juga pileg dan pilkada.
Kini, ada dua koalisi parpol yang telah terbentuk, yakni Koalisi Indonesia Bersatu (Partai Golkar, PAN, dan PPP) serta Koalisi Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa. Akan tetapi, belum satu pun menetapkan bakal capresnya. Di sisi lain, Nasdem, Demokrat, dan PKS yang telah sepakat mendukung Anies belum menuntaskan proses pembentukan koalisi hingga saat ini. Sementara itu, PDI-P sebagai satu-satunya parpol yang bisa mengusung calon tanpa berkoalisi masih menghitung momentum untuk mengumumkan capresnya.
Baca juga : Survei ”Kompas” : Ganjar Teratas, Prabowo dan Anies Masih Fluktuatif

Peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor
Tak hanya itu, citra figur yang bersih dan memiliki rekam jejak bisa dipercaya juga patut diperhitungkan. Begitu juga program dan agenda kerja prioritas yang dipromosikan ke publik. Sejumlah survei menunjukkan, itu merupakan salah satu pertimbangan rakyat memilih calon pemimpinnya. ”Program itu sangat penting karena rakyat semakin demanding seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan pengetahuan mereka,” kata Firman.
Lantas, seberapa siap para kandidat dan parpol memulai pertarungan sesungguhnya?