Hakim Tolak Praperadilan Terkait Kasus Lili Pintauli Siregar
Hakim tunggal PN Jakarta Selatan, Samuel Ginting, menolak gugatan peraperadilan MAKI terkait sah atau tidaknya penghentian penyidikan dugaan gratifikasi bekas Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Permohonan praperadilan yang diajukan Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi atau MAKI terkait penghentian penyidikan perkara gratifikasi bekas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Lili Pantauli Siregar ditolak. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai, pihaknya tidak memiliki kewenangan menetapkan penyidikan.
Hakim tunggal Samuel Ginting menilai, gugatan MAKI terkait sah atau tidaknya penghentian penyidikan perkara dugaan gratifikasi mantan Wakil Ketua KPK Lili Pantauli Siregar bukan obyek praperadilan. Maka dari itu, ia menolak permohonan MAKI dan menerima eksepsi KPK sebagai termohon.
”Berdasarkan peraturan perundang-undangan, hakim tidak memiliki kewenangan menetapkan penyidik dan melakukan penyidikan tindak pidana hukum. Penyidikan merupakan kewenangan penyidik,” ujar Samuel di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (3/4/2023).
Dalam hal ini, kata dia, jelas error in objecto atau kesalahan gugatan apabila MAKI meminta hakim memerintahkan KPK dan Dewan Pengawas KPK melakukan penyidikan. Dengan demikian, perkara ini tidak dipertimbangkan dan tidak dilanjutkan.
Selain itu, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengatur mengenai penyidikan secara diam-diam. KUHAP hanya mengatur mengenai penghentian penyidikan karena beberapa alasan, misalnya tidak terdapat cukup bukti.
Dalam mengusut kasus korupsi, penyidikan dapat dilakukan dengan adanya dua bukti dan dilakukan oleh penyidik. Ketika bukti tidak dapat ditemukan, penyidikan tidak dapat dipaksa karena bertentangan dengan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 terkait penghentian penyelidikan oleh KPK.
Sebelumnya, sidang permohonan praperadilan yang diajukan MAKI terhadap pimpinan KPK dan Dewas KPK telah digelar pada Senin (27/3/2023). Permohonan ini diajukan untuk menguji sah atau tidaknya penghentian pemeriksaan etik dugaan gratifikasi yang melibatkan Lili saat menjadi wakil ketua KPK. Waktu itu, Dewas KPK menghentikan pemeriksaan etik dengan dalih Lili telah mundur dari jabatan sebagai wakil ketua KPK dan bukan lagi pimpinan KPK. Pemeriksaan Dewas saat itu baru awal dan belum masuk pembuktian.
Kuasa hukum MAKI, Rudy Marjono, mengatakan bahwa putusan yang tidak dikabulkan ini akan menjadi preseden buruk bagi pimpinan penegak hukum. Menurut dia, pada kasus-kasus lain akan terjadi hal serupa apabila penyidikan terhadap pimpinan yang menerima gratifikasi atau suap tidak ditindak dengan serius.
”Secara substantif, peristiwa (gratifikasinya) ada, tebukti, dan terjadi, tetapi memang tidak dilakukan penyelidikan. Sekarang pertanyaannya apakah masyarakat akan menindaklanjuti atau cukup puas dengan Lili mengundurkan diri. Apakah dengan mengundurkan diri dapat menggugurkan pidana seseorang?” tutur Rudy.
Selanjutnya, MAKI akan melaporkan kasus ini ke KPK terkait ranah pidana gratifikasi Lili. Selama ini, tidak ada laporan resmi ke KPK sehingga kasus ini tidak ditindaklanjuti. Untuk itu, MAKI akan mengajukan agar penyidikan kasus ini menjadi jelas.