MAKI Akan Buat Laporan Pidana ke KPK soal Lili Pintauli jika Putusan Ditolak
Sidang putusan praperadilan penghentian pemeriksaan perkara gratifikasi mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli akan digelar Senin (3/4/2023). MAKI akan membuat laporan pidana resmi jika putusan ditolak hakim pengadilan.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·3 menit baca
AYU OCTAVI ANJANI
Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (28/3/2023), yang dipimpin hakim tunggal Samuel Ginting.
JAKARTA, KOMPAS — Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi atau MAKI akan membuat laporan pidana resmi ke Komisi Pemberantasan Korupsi jika putusan praperadilan penghentian penyidikan perkara gratifikasi mantan Wakil Ketua KPKLili Pintauli Siregar ditolak hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang putusan yang semula dijadwalkan pada Jumat (31/3/2023) ditunda hingga Senin (3/4/2023) depan dengan alasan hakim berhalangan hadir.
Sebelumnya, Senin (27/3/2023), sidang perdana permohonan praperadilan terhadap pimpinan KPK dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK, yang diajukan MAKI telah digelar. Permohonan praperadilan ini diajukan untuk menguji sah atau tidaknya penghentian pemeriksaan etik dugaan gratifikasi yang melibatkan Lili saat menjabat sebagai Wakil Ketua KPK. Waktu itu, Dewas KPK menghentikan pemeriksaan etiknya dengan dalih Lili Pintauli sudah menyatakan mundur dari komisioner KPK dan bukan lagi pimpinan KPK. Pemeriksaan Dewas saat itu baru awal dan belum memasuki pembuktian.
”Jika saat putusan nanti hakim menolak kesimpulan kami, MAKI akan melaporkan secara resmi kasus ini ke KPK soal ranah pidananya,” kata kuasa hukum MAKI, Kurniawan Adi Nugroho, saat dihubungi, Kamis (30/3/2023).
Lebih lanjut, kata Kurniawan, dugaan gratifikasi Lili Pintauli tidak ditindaklanjuti hingga ranah pidana karena tidak ada laporan pidana resmi yang masuk ke KPK. Menurut MAKI, laporan dugaan gratifikasi akan diajukan karena hingga saat ini penyidikan tersebut dinilai tidak jelas arahnya.
Pada Kamis (30/3/2023), tim kuasa hukum MAKI telah menyerahkan kesimpulan sidang praperadilan perkara gratifikasi Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ke PN Jaksel. Sidang akan dilanjutkan dengan agenda putusan pada Senin (3/4/2023).
Jika saat putusan nanti hakim menolak kesimpulan kami, MAKI akan melaporkan secara resmi kasus ini ke KPK soal ranah pidananya.
KOMPAS/ RONI ARYANTO NUGROHO
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menghadiri sidang etik yang digelar Dewan Pengawas KPK, Senin (11/7/2022).
Dalam kesimpulannya, MAKI meminta hakim menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Kemudian, menyatakan PN Jaksel berwenang memeriksa dan memutus permohonan pemeriksaan praperadilan atas perkara dugaan gratifikasi Lili Pintauli, serta menyatakan pemohon sah dan berdasar hukum sebagai pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan permohonan praperadilan.
Selain itu, menyatakan secara hukum termohon (KPK) telah menghentikan penyidikan secara tidak sah menurut hukum atas perkara tersebut. Kemudian, memerintahkan KPK memproseshukum selanjutnya, sesuaidengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu segera melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut.
Di sisi lain, dosen Hukum Pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, berpandangan, secara hukum langkah yang diambil MAKI tidak ada yang salah, hanya saja tidak proporsional karena perkara gratifikasi yang menyeret Lili Pintauli hanya mengenai pemberian tiket dan akomodasi dalam rangka menyaksikan MotoGP yang disponsori PT Pertamina. Selain itu, perkara gratifikasi disebut tidak merugikan negara.
KOMPAS/SHARON PATRICIA
Dosen hukum Pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan.
”Gratifikasi merupakan suatu tindak pidana, secara hukum tentu dapat dilanjutkan sebagai suatu perkara pidana yang menjadi kewenangan KPK dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutannya. Namun, dalam hemat saya, pengunduran diri atau pemberhentian dari jabatan sudah memadai dan tidak perlu dilanjutkan ke ranah pidana,” tutur Agustinus.
Gratifikasi merupakan suatu tindak pidana, secara hukum tentu dapat dilanjutkan sebagai suatu perkara pidana yang menjadi kewenangan KPK dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutannya. Namun, dalam hemat saya, pengunduran diri atau pemberhentian dari jabatan sudah memadai dan tidak perlu dilanjutkan ke ranah pidana.
Pada Juli 2022, Dewas KPK menggelar sidang etik dengan agenda klarifikasi terkait pengaduan dugaan gratifikasi yang diterima Lili dari PT Pertamina. Gratifikasi berupa akomodasi dan tiket menyaksikan MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Namun, Dewas KPK menggugurkan dugaan pelanggaran kode etik sekaligus menghentikan persidangan terhadap Lili dengan alasan Lili sudah resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Ketua KPK.
Tetap menuntut
Tim kuasa hukum MAKI menyatakan akan terus menuntut secara pidana apabila putusan praperadilan menyatakan ditolak dan KPK tidak menindaklanjuti laporan mengenai perkara gratifikasi Lili Pintauli. MAKI akan membawa sejumlah bukti untuk memperkuat gugatan-gugatan selanjutnya.
”Kalau nanti ditolak hakim, kemudian laporan yang kami kirimkan ke KPK juga tidak diproses, ya, kami akan gugat terus,” ucap Kurniawan.
Menurut dia, seharusnya kesimpulan yang disampaikan MAKI soal perkara gratifikasi Lili Pintauli dapat diterima hakim. Hakim disebut perlu melihat keseriusan KPK dalam menangani perkara dan praperadilan merupakan kontrol terhadap perilaku penyidik.
Meskipun begitu, ketika dihubungi hingga saat ini, pihak KPK belum memberikan respons soal tindak lanjut maupun langkah selanjutnya setelah sidang putusan perkara gratifikasi Lili Pintauli.