KPU Minta Penangguhan Pelaksanaan Putusan Tunda Pemilu
KPU membantah telah melalui tahapan mediasi saat proses gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Tiga anggota Komisi Pemilihan Umum, August Melasz, Idham Kholik, dan Mochammad Afifuddin (dari kiri ke kanan), saat menggelar konferensi pers di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, terkait putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atas gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Jumat (24/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum menilai majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melanggar kewajiban hukum hakim dalam memutus perkara gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur. Oleh karena itu, KPU meminta Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta untuk melakukan mediasi dan menangguhkan pelaksanaan putusan serta-merta yang telah diputus dalam pengadilan tingkat pertama.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mochammad Afifuddin, mengatakan, KPU telah mengajukan memori banding tambahan ke Pengadilan Tinggi Jakarta, Selasa (21/3/2023). Ada sejumlah poin materi untuk melengkapi memori banding yang telah diserahkan pada 10 Maret lalu. Berbeda pada sidang-sidang sebelumnya yang tidak menggunakan jasa pengacara, pada pengajuan memori banding tambahan kali ini, KPU menggandeng Heru Widodo sebagai kuasa hukum.
Ia menuturkan, gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) tidak melewati proses mediasi. Pertimbangan hukum Putusan PN Jakpus No 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst pada halaman 42 yang menyebutkan pengadilan telah mengupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menunjuk hakim PN Jakpus sebagai mediator tidak pernah terjadi.
”Terhadap pertimbangan hukum putusan, seolah-olah telah mengupayakan perdamaian dan ada laporan mediator tanggal 26 Oktober 2022, padahal tidak pernah ada,” ujarnya saat konferensi pers di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (24/3/2023).
Tiga komisioner Komisi Pemilihan Umum, August Melasz, Idham Kholik, dan Mochammad Afifuddin (dari kiri ke kanan), berjabatan tangan setelah menggelar konferensi pers di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, terkait putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atas gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Jumat (24/3/2023).
Oleh karena itu, pemeriksaan perkara biasa yang dijalankan tanpa mediasi dinilai telah melanggar kewajiban hukum hakim sesuai yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016. Sebab semua sengketa perdata wajib lebih dahulu diupayakan mediasi, kecuali ditentukan lain. Padahal, gugatan Prima tidak termasuk dalam perkara yang dikecualikan dan bukan sengketa yang ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya.
Akibat dari terjadinya pelanggaran tanpa mediasi tersebut, KPU menilai pemeriksaan perkara cacat yuridis serta harus ditetapkan putusan sela untuk dilakukan mediasi. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 Ayat (4) Perma No 1/2016, yakni dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), apabila diajukan upaya hukum, maka pengadilan tingkat banding atau MK dengan putusan sela memerintahkan pengadilan tingkat pertama untuk melakukan proses mediasi.
”Sehubungan dengan beralasan hukumnya permohonan dijatuhkannya putusan sela di tingkat banding di atas, beralasan hukum untuk sekaligus dimohonkan penangguhan berlakunya amar putusan serta merta,” tutur Afifuddin.
Menurut dia, ada tiga alasan bagi pengadilan tinggi untuk mengabulkan permohonan tersebut. Pertama, terdapat kepentingan negara yang wajib diutamakan dalam rangka menjalankan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali yang tidak dapat ditunda. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak dikenal alasan penundaan pemilu, tetapi hanya pemilu lanjutan dan pemilu susulan.
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Sejumlah kader Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) melaksanakan unjuk rasa di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Kamis (8/12/2022). Mereka menuntut pemerintah mengaudit KPU karena kerjanya dinilai tidak transparan.
Lebih lanjut, dalam pemeriksaan perkara tersebut, terdapat eksepsi kompetensi absolut yang bersinggungan dengan kewenangan badan-badan peradilan pemilu. Sebab, tidak tertutup kemungkinan adanya dua atau lebih putusan yang berbeda. Hal ini terkonfirmasi dari putusan Bawaslu Nomor 001/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/III/2023 tanggal 20 Maret 2023 yang memerintahkan KPU memberikan kesempatan kepada Prima menyampaikan dokumen perbaikan paling lama 10 × 24 jam.
”Di sisi lain, berdasarkan amar putusan serta-merta PN Jakpus, KPU diperintahkan menunda tahapan pemilu dengan serta-merta yang juga dimaknai termasuk pula menunda tahapan verifikasi perbaikan sebagaimana amar putusan Bawaslu dimaksud,” kata Afifuddin.
Sebelumnya, Majelis Hakim PN Jakpus yang diketuai oleh T Oyong dan hakim anggota H Bakri serta Dominggus Silaban memutuskan menerima seluruh gugatan Prima. Adapun, Prima mengajukan gugatan karena tidak lolos dalam verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Majelis juga menyatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan perbuatan melawan hukum dan diperintahkan membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 500 juta. Selain itu, KPU dihukum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sejak putusan ini diucapkan pada 2 Maret 2022 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan tujuh hari. Majelis juga menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta-merta (uitvoerbaar bij voorraad).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Sekertaris Jenderal DPP Partai Rakyat Adil dan Makmur (Prima) Dominggus Oktavianus Tobu Kiik mewakili partainya hadir dalam Sidang Putusan Penanganan Dugaan Pelanggaran Administrasi Pemilu 2024 di ruang sidang Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Senin (20/3/2023).
Sekretaris Jenderal Prima Dominggus Oktavianus menuturkan, Prima belum ingin mengajukan permintaan eksekusi putusan. Sebab saat ini, pihaknya tengah melanjutkan tahapan verifikasi partai politik peserta Pemilu 2024 sebagaimana diputuskan oleh Badan Pengawas Pemilu. Sekalipun menang di Bawaslu, Prima juga belum berencana mencabut gugatan sehingga proses hukum di pengadilan tinggi tetap berlanjut.
”Putusan PN Jakpus ini menjadi pengingat agar pelaksanaan verifikasi parpol dilakukan secara jujur dan adil. Sementara putusan serta-merta ini, kan, masih berlaku dan kami sewaktu-waktu bisa mengajukan permohonan eksekusi,” ucap Dominggus.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengatakan, KPU tetap harus mengikuti proses hukum untuk menguji putusan PN Jakpus. Sebab, putusan tersebut mesti dilawan di pengadilan agar tidak menghadirkan perdebatan dan kontroversi. Melalui cara ini, KPU bisa meminta hakim mengoreksi amar putusan, terutama terkait perintah penghentian tahapan pemilu.
”Permintaan KPU untuk menangguhkan pelaksanaan putusan serta-merta cukup masuk akal. Bahkan semestinya bisa mengoreksi putusan sebelumnya,” katanya.