Keluarga Korban Pelanggaran HAM Berat Tetap Menanti Penegakan Hukum
Keluarga korban sudah bosan mendengar janji pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Instruksi presiden terbaru diharapkan betul-betul bisa merealisasikan janji pemerintah tersebut.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·2 menit baca
JAKARTA,KOMPAS - Keluarga korban tetap berharap pemerintah mewujudkan janji untuk tidak menegasikan penegakan hukum dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu. Jangan sampai janji ini kembali menjadi komoditas politik yang muncul setiap menjelang pemilu.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2023 untuk menindaklanjuti rekomendasi dari Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu (PPHAM). Di dalamnya, Presiden memerintahkan 19 kementerian dan lembaga untuk menindaklanjuti rekomendasi tim. Salah satunya, Jaksa Agung diinstruksikan untuk berkoordinasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam penanganan kasus dugaan pelanggaran HAM berat.
Harapan keluarga korban agar janji penegakan hukum betul-betul direalisasikan setelah terbitnya inpres diutarakan oleh Sumarsih, ibu dari korban Peristiwa Semanggi I, saat dihubungi, Jumat (17/3/2023).
Keluarga korban, kata Sumarsih, sudah berkali-kali mendengar janji-janji manis dari pemerintah, banyak di antaranya muncul menjelang pemilu.
Menjelang Pemilu 2014, misalnya, Nawacita diterbitkan sebagai visi dan misi Jokowi. Di dalamnya, Jokowi berjanji untuk menghapus impunitas dan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk Semanggi I, Semanggi II, dan Trisakti. Janji yang sama juga diucapkan saat kampanye Jokowi periode kedua di Pemilu 2019. Namun, hingga kini, berkas penyelidikan Komnas HAM atas ketiga kasus itu dan sembilan kasus lainnya masih mangkrak di Kejaksaan Agung.
Kini, setahun menjelang Pemilu 2024, terbit lagi inpres untuk menyelesaikan kasus HAM berat masa lalu. Sumarsih berharap, penyelesaian betul-betul direalisasikan, tak terkecuali penegakan hukum atas para pelaku pelanggar HAM, sehingga janji penyelesaian melalui inpres tersebut tidak berakhir menjadi komoditas politik seperti saat muncul menjelang Pemilu 2014 dan 2019.
Tidak lengkap
Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras, Tioria Pretty Stephanie menilai yang tertuang dalam inpres belum sepenuhnya menyerap rekomendasi Tim PPHAM. Misalnya, soal penyusunan ulang sejarah, resosialisasi korban dengan masyarakat luas, membuat kebijakan reformasi struktural dan kultural di TNI-Polri, serta ratifikasi instrumen HAM internasional.
”Tidak terlihat pula ada kebijakan strategis negara untuk secara spesifik menjamin ketidakberulangan pelanggaran HAM berat dalam inpres tim pelaksana ini,” ungkapnya.
Dia berharap perwakilan masyarakat sipil yang bergabung di dalam tim pemantau pelaksanaan rekomendasi Tim PPHAM nantinya bisa menjalankan fungsinya untuk mengawal pemenuhan hak korban yang sesuai dengan standar hukum dan HAM internasional.
Wakil Ketua Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Komnas HAM Makarim Wibisono yang juga eks Ketua Tim PPHAM belum bisa berkomentar banyak terkait tim pemantau yang dibentuk Presiden bersamaan dengan terbitnya inpres. Sebab, tim pemantau belum bertemu.
Namun, dia berharap setiap saran dan masukan dari tim pemantau nantinya bisa diserap oleh 19 kementerian dan lembaga yang diberikan mandat dalam inpres.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro saat dimintai tanggapan terkait lahirnya inpres dan tim pemantau, Kamis (16/3), mengatakan, pihaknya tengah mempelajarinya. Namun, pada prinsipnya, Komnas HAM mendukung upaya non-yudisial dalam konteks jaminan bagi hak korban pelanggaran HAM berat atas pemulihan. Komnas HAM akan mengawal guna memastikan langkah itu sejalan dengan prinsip pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM berat.
Terkait koordinasi penanganan kasus dugaan pelanggaran HAM berat antara Komnas HAM dan Kejagung seperti tertuang dalam inpres, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan diharapkan bisa memfasilitasi pertemuan.