Mantan Ketua Bawaslu Nilai KPU Bisa Saja Abaikan Putusan PN Jakarta Pusat
Ketua Bawaslu periode 2017-2022 Abhan menuturkan, KPU bisa saja mengabaikan putusan PN Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan Prima dan menghukum KPU untuk menghentikan tahapan pemilu dan memulai tahapan dari awal.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum dinilai bisa saja mengabaikan gugatan dari Partai Rakyat Adil Makmur atau Prima yang dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. KPU pernah mengalami kasus yang hampir serupa pada tahun 2019 saat digugat oleh Ketua Partai Hanura Oesman Sapta Odang atau Oso di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. PTUN mengabulkan gugatan Oso, tetapi KPU tidak menjalankannya dan tidak ada implikasi pada tahapan Pemilu 2019.
Hal itu disampaikan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2017-2022 Abhan, Selasa (7/3/2023), dalam diskusi ”Menilai Kinerja KPU dalam Kasus Partai Prima” di Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat. Menurut Abhan, KPU bisa mengabaikan putusan PN Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan Prima dan menghukum KPU untuk menghentikan tahapan pemilu dan memulai tahapan dari awal. Hal ini karena KPU pernah mengalami hal serupa. KPU kalah di PTUN Jakarta ketika digugat oleh Oso pada 2019. Pada saat itu KPU tidak menjalankan putusan PTUN.
”Tidak ada dampak apa-apa ketika keputusan PTUN yang memenangkan Oso tidak dieksekusi oleh KPU saat itu,” kata Abhan.
KPU digugat oleh Oso yang saat itu merupakan Ketua Umum Partai Hanura. Oso dicoret dari daftar calon tetap (DCT) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Pemilu 2019 karena berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) anggota DPD tidak boleh diisi oleh pengurus partai politik. Oso kemudian mengajukan uji materi atas Peraturan KPU tentang Pencalonan DPD ke Mahkamah Agung (MA). Dia juga menggugat ke PTUN yang hasilnya memerintahkan agar nama Oso dimasukkan dalam DCT DPD Pemilu 2019.
”KPU tidak melakukan banding lagi pada kasus itu karena putusan PTUN sifatnya sudah mengikat dan tetap. Ketika tidak dieksekusi, tidak ada masalah, pemilu tetap berjalan,” ujar Abhan.
Ia menilai, pada kasus gugatan Partai Prima, PN Jakarta Pusat tidak berwenang memberi putusan penghentian pemilu. Secara politis, proses pemilu di KPU tidak masalah apabila terus berjalan. Namun, menurut Abhan, KPU perlu tetap melakukan banding di pengadilan tinggi (PT) untuk memastikan proses formalnya.
”Tahapan pemilu tetap harus dilaksanakan karena sudah diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024. PKPU ini tidak dapat dibatalkan,” ujarnya.
Perbaikan
Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti yang juga hadir pada diskusi ini menjelaskan, putusan hakim yang mengabulkan gugatan Partai Prima perlu dilihat tidak hanya dari sisi yuridis. Menurut dia, juga ada masalah dari verifikasi faktual partai pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU.
Pada saat pendaftaran parpol, Sipol KPU mencatat Prima hanya melengkapi 97 persen dokumen syarat. Prima yang merasa telah melengkapi 100 persen syarat juga mengadukan hal ini ke Bawaslu. Bawaslu memberikan Prima waktu 1 x 24 jam untuk memperbaiki syarat yang harus dipenuhi (Kompas.id, 3/3/2023).
”Dalam konteks kasus Partai Prima, yang bermasalah yaitu Sipol KPU dan waktu yang diberikan oleh Bawaslu terlalu cepat untuk memverifikasi ulang keanggotaan partai,” kata Ray.
Abhan menyampaikan, Sipol sudah menjadi polemik sejak dulu. Menurut dia, Sipol merupakan langkah digitalisasi yang baik untuk pendaftaran parpol, tetapi sistemnya perlu diperbaiki.
”Dari tahun ke tahun tidak ada perbaikan dan pengembangan Sipol. Alhasil, jika terjadi kasus semacam ini, parpol jelas dirugikan. Jadi, (Sipol) memang harus diperbaiki karena menyangkut profesionalitas KPU,” tuturnya.