LPSK Bersedia Merekrut Richard Eliezer jika Polri Memecatnya
Richard Eliezer akan menjalani sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri dalam waktu dekat. Jika nantinya komisi etik memberhentikan Richard, LPSK bersedia merekrutnya.
JAKARTA, KOMPAS — Setelah vonis untuk Richard Eliezer Pudihang Lumiu dibacakan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK akan tetap memberikan perlindungan kepadanya. Tak hanya itu, LPSK berharap terpidana dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat tersebut diterima kembali di kepolisian. Namun, kalaupun tidak, LPSK siap merekrutnya.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo ketika dihubungi, Minggu (19/2/2023), menyampaikan, perlindungan LPSK kepada Richard tidak berhenti ketika kasus yang dihadapinya sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. LPSK masih akan memberikan perlindungan, termasuk saat Richard harus menjalani hukuman sebagai narapidana di lembaga pemasyarakatan.
Seperti diketahui, pada Rabu (15/2/2023), majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara bagi Richard. Atas putusan itu, jaksa telah memutuskan untuk tak mengajukan banding sehingga putusan telah inkracht.
Untuk memberikan perlindungan tersebut, Hasto melanjutkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta kepala lembaga pemasyarakatan (lapas) yang nantinya menjadi tempat Richard menjalani hukuman untuk mendiskusikan bentuk perlindungan yang bisa diberikan.
Perlindungan yang diberikan LPSK itu bersifat sukarela dan akan dievaluasi setiap enam bulan. ”Semisal, perlindungan masih berlangsung, tapi Richard merasa tidak perlu, maka dia bisa mengajukan pemberhentian. Sebaliknya, jika ada perjanjian yang dilanggar, maka kami bisa menghentikan,” ujar Hasto.
Selain akan memberikan perlindungan selama di lapas, LPSK akan memfasilitasi Richard agar menerima potongan hukuman, seperti remisi atau pembebasan bersyarat, dari otoritas lapas dan kementerian terkait. Ini karena seorang saksi pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum seperti Richard berhak memperoleh remisi dan pembebasan bersyarat.
LPSK juga akan berkoordinasi dengan Polri terkait status Richard sebagai anggota kepolisian ke depan. Menurut informasi yang ia terima, sidang kode etik dan profesi bagi Richard akan dilangsungkan pekan depan. Untuk itu, LPSK akan tetap mendampingi Richard pada saat sidang kode etik dan profesi itu berlangsung.
Hasto pun berharap Richard dapat diberi kesempatan untuk bisa kembali sebagai anggota kepolisian. Sebab, menurut dia, Richard sungguh-sungguh ingin tetap menjadi anggota kepolisian. ”Kami akan koordinasikan hal itu dan mudah-mudahan Kapolri mempertimbangkan,” kata Hasto.
Menurut Hasto, kembalinya Richard sebagai anggota kepolisian dinilai sebagai hal terbaik meski di sisi lain bukan tidak mungkin ada anggota kepolisian lain yang sakit hati terhadap Richard. Oleh karena itu, jika Richard kembali berdinas sebagai anggota Polri, LPSK bersedia dijadikan tempat tugas bagi Richard selanjutnya.
Sebaliknya, jika kepolisian nantinya memberhentikan Richard dari anggota kepolisian, LPSK juga bersedia untuk menampung dan mempekerjakan dia sebagai anggota staf di LPSK. ”Kami siap menampungnya,” ujar Hasto.
Aturan hukum
Menurut pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto, Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri mengatur status keanggotaan seorang polisi yang sudah dijatuhi pidana.
Pada peraturan tersebut, sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) ditujukan bagi personel yang mendapat ancaman hukuman pidana tahanan 5 tahun dan divonis 3 tahun serta sudah berkekuatan hukum tetap.
Namun, peraturan tersebut bertolak belakang dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri. Dalam peraturan tersebut, sanksi PTDH berlaku bagi personel yang divonis pidana tanpa ada batasan waktu. Dalam tata perundang-undangan, kedudukan peraturan pemerintah lebih tinggi dibandingkan peraturan polri.
Dalam kasus Richard, lanjut Bambang, dakwaan Pasal 340 dan subsider Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penghilangan nyawa seseorang merupakan pelanggaran berat. Sementara perintah atasan yang diberikan kepada Richard harus diabaikan karena bukan berada dalam kondisi perang atau operasi keamanan. Itu berarti, dalam kondisi normal, seorang anggota polisi menjalankan perintah atasan tanpa berpikir pada aturan tetap tidak bisa dibenarkan.
Demikian pula vonis 1 tahun 6 bulan dan pemberian status saksi pelaku yang bekerja sama bagi Richard tidak bisa mengabaikan fakta persidangan bahwa yang menembak Nofriansyah adalah Richard. Adapun lama hukuman 1 tahun 6 bulan semata-mata merupakan pertimbangan majelis hakim yang menempatkan Richard sebagai saksi pelaku yang bekerja sama.
”Sekarang tinggal ketegasan Kapolri sendiri, apakah ingin menjadikan ini sebagai momentum membangun Polri yang profesional tetapi tidak populer atau memilih kebijakan yang populer dengan menerima Richard kembali sebagai anggota Polri,” kata Bambang.
Menurut Bambang, masukan publik memang perlu untuk didengarkan. Namun, hal itu perlu dilakukan dengan lebih mengedepankan aturan karena Polri adalah aparat penegak hukum. Publik juga perlu diingatkan untuk tidak hanya larut secara emosional dalam memberikan dukungan bagi Richard, tetapi justru mengabaikan aturan untuk membangun Polri yang profesional.
”Kita ingin membangun polisi yang profesional atau tidak? Kalau taat kepada pimpinan untuk melakukan hal yang salah diampuni, artinya kita permisif pada pelanggaran dan jauh dari semangat membangun polisi yang profesional,” ujarnya.
Peluang Richard
Sebelumnya, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengatakan, ada peluang bagi Richard untuk kembali bertugas di Korps Brigade Mobil (Brimob). Namun, hal itu menunggu keputusan sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri. ”Ya, peluang itu ada,” kata Listyo.
Pihaknya tengah melihat proses etik yang kini dijalani Richard. Ia pun telah meminta Divisi Profesi dan Pengamanan Polri menyiapkan hal-hal yang diperlukan untuk sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri.
Selain keputusan Komisi Kode Etik Polri, menurut Listyo, wacana kembalinya Richard ke Korps Brimob juga akan memperhatikan harapan masyarakat dan orangtua.
”Dalam waktu dekat, apabila yang bersangkutan menyatakan menerima, itu semua jadi pertimbangan bagi komisi kode etik, bagi konstitusi, untuk memutuskan keputusan yang adil bagi semua pihak,” ucap Listyo.
Upaya banding
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulis, menyampaikan, jaksa penuntut umum juga menyatakan banding dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat. Upaya banding tersebut sekaligus menanggapi upaya hukum banding dari terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Ketut mengatakan, upaya hukum banding dari jaksa telah tertuang di dalam Akta Permintaan Banding nomor 12, 13, 14, serta 15 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) tertanggal 17 Februari 2022. "Upaya hukum banding diajukan agar jaksa penuntut umum tidak kehilangan hak untuk melakukan upaya hukum berikutnya," kata Ketut.
Secara terpisah, Humas PN Jaksel Djuyamto membenarkan bahwa empat terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah telah mengajukan upaya hukum banding atas putusan yang dijatuhkan majelis hakim. Pengajuan banding untuk terdakwa Kuat diajukan pada 15 Februari 2022, sedangkan pengajuan banding untuk terdakwa Sambo, Putri dan Ricky diajukan pada 16 Februari 2022.
Sebelumnya, majelis hakim menjatuhkan pidana kepada keempat terdakwa itu lebih berat dari tuntutan jaksa. Sambo divonis pidana mati dari tuntutan pidana penjara seumur hidup. Sementara Putri dihukum 20 tahun penjara dari tuntutan 8 tahun penjara. Demikian pula Ricky dan Kuat yang dituntut pidana 8 tahun penjara divonis dengan 13 tahun penjara dan 15 tahun penjara