Ada sejumlah makna yang diungkapkan sejumlah pihak di balik putusan ringan terhadap Richard Eliezer yang menjadi ”justice collaborator”: bagi publik, bagi dunia peradilan, dan bagi institusi Polri.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
Persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat telah berbulan-bulan menarik perhatian publik. Sidang vonis tiga hari berturut-turut terhadap Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, serta Richard Eliezer mengundang ragam respons dari masyarakat.
Sambo, Putri, Kuat, dan Ricky divonis lebih berat dari tuntutan, sedangkan Richard Eliezer ditetapkan sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dan mendapat vonis jauh lebih ringan. Dari tuntutan 12 tahun penjara, hakim menjatuhkan hukuman 1 tahun 6 bulan kepada Richard.
Sejumlah pihak merespons putusan Richard. Presiden Joko Widodo, misalnya, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (16/2/2023), menekankan, semua pihak harus menghormati keputusan hakim yang telah menjatuhkan vonis bagi para terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah.
Meskipun tidak bisa ikut campur dalam proses yang terjadi di pengadilan, Presiden menyatakan vonis hakim sudah melihat pertimbangan fakta-fakta. ”Itu wilayahnya yudikatif, wilayahnya pengadilan. Kita tidak bisa ikut campur,” kata Presiden Jokowi.
Anggota Kompolnas, Poengky Indarti, menyebut persidangan dengan terdakwa Richard menunjukkan peran justice collaborator yang mendapatkan pengakuan dari majelis hakim. Selain itu, terdapat pengakuan serta permohonan maaf yang tulus dari Richard yang telah mendapatkan pengampunan dari orangtua Nofriansyah.
”Nantinya Eliezer pasti akan diproses kode etik di internal Polri. Kami tidak ingin mendahului, tetapi kami percaya bahwa sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri dalam menjatuhkan putusan pasti juga akan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk pangkat terendah (Richard) Eliezer serta peranannya dalam membongkar kasus ini,” kata Poengky.
Di sisi lain, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang juga inisiator Aliansi Akademisi Indonesia, Sulistyowati Irianto, mengingatkan bahwa Richard Eliezer adalah cerminan dari bagaimana orang yang tidak punya kuasa diperlakukan apa saja oleh orang yang punya kuasa. Hal itu disampaikan Sulistyowati dalam acara Satu Meja The Forum bertajuk ”Menangnya Kejujuran, Vonis Kasus Pembunuhan Yosua”, yang disiarkan Kompas TV, Rabu (15/2/2023) malam.
Dalam acara yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo tersebut, hadir sebagai narasumber, kuasa hukum keluarga almarhum Nofriansyah, Martin Simanjuntak; kuasa hukum Richard, Ronny Talapessy; Hakim Agung 2004-2012 Djoko Sarwoko; serta Wakil Ketua LPSK Susilaningtias. Hadir pula secara daring, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, serta ibunda Richard, Rynecke Alma Pudihang.
Menurut Sulistyowati, dalam kasus pembunuhan Nofriansyah, proses peradilan yang jujur dan adil terjadi karena masyarakat bisa mengikutinya dengan jelas dan tidak ada yang ditutupi. Di sisi lain, terdapat kegeraman masyarakat yang melihat Richard sebagai cerminan masyarakat kecil kebanyakan yang mengutamakan nilai kejujuran karena tidak punya kepentingan.
Oleh karena itu, kasus tersebut menjadi ruang bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi, seperti dengan mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ataupun dengan menyampaikan surat Sahabat Pengadilan (Amicus Curiae) sebagaimana dilakukan sejumlah akademisi. ”Bagaimana seorang yang berpangkat tinggi bisa membunuh ajudannya sendiri di rumahnya sendiri. Itu, kan, mengoyak rasa keadilan publik,” ujar Sulistyowati.
Menurut Ronny, vonis 1,5 tahun penjara bagi Richard merupakan kemenangan masyarakat kecil yang mendambakan keadilan, secara khusus keadilan bagi Richard. Kemenangan itu melalui proses panjang, termasuk ketika Richard akhirnya berani mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi hingga keberaniannya untuk bersujud dan meminta maaf kepada keluarga almarhum Nofriansyah.
Sudah adanya pemberian maaf dari keluarga juga ditegaskan oleh Martin. Menurut Martin, orangtua almarhum Nofriansyah telah memaafkan Richard. Demikian pula terhadap putusan majelis hakim terhadap Richard juga diterima dan dihormati orangtua kandung almarhum Nofriansyah.
Di sisi lain, Mahfud menilai majelis hakim yang memutus hukuman bagi Richard sebagai hakim yang hebat dan berani. Majelis hakim juga dinilai mampu membangun konstruksi hukum yang luar biasa dengan mempertimbangkan semua sisi dan berkesimpulan dengan kompak dan keyakinan.
”Berarti kita punya hakim-hakim yang bermartabat. Menjaga marwah di tengah kasus besar seperti ini tidak mudah, loh, karena berbagai godaan, ancaman, bisa ancaman suap, ancaman fisik, ancaman karier, yang dalam kasus-kasus seperti ini biasa terjadi hal seperti itu,” kata Mahfud.
Bagi Mahfud, ketimpangan antara tuntutan dan vonis majelis hakim merupakan hal yang bisa dan banyak terjadi. Bagi Mahfud, hal itu tidak terlalu penting karena vonis sudah dijatuhkan. Selain itu, menurut Mahfud, secara teoretis, hukuman ringan bagi Richard memang dimungkinkan, termasuk vonis bebas. Terlebih, terdapat dukungan rakyat kepada Richard, termasuk adanya Amicus Curiae, serta yang terpenting keluarga almarhum Nofriansyah sudah memaafkan.
Dalam kesempatan terpisah, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejagung Fadil Zumhana mengatakan, pihaknya mencermati sikap orangtua almarhum Nofriansyah sebagai korban yang tampak ikhlas dan telah memaafkan Richard, termasuk ketika mendengar putusan yang dijatuhkan majelis hakim bagi Richard. Di sisi lain, Richard bersikap kooperatif sedari awal.
”Kami tidak menyatakan banding dan kami tidak banding, inkrahlah putusan ini sehingga mempunyai kekuatan tetap dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa kata maaf, korban ikhlas dan ini sudah diwujudkan dalam pernyataan orangtua almarhum Yosua,” tutur Fadil.
Dengan telah dibacakannya vonis bagi Richard, Rynecke berharap Richard dapat kembali bertugas sebagai anggota kepolisian dan menjadi bagian dari Korps Brimob. Sebab, menjadi anggota kepolisian sudah menjadi keinginan Richard dan telah diperjuangkan dengan luar biasa.
Permintaan itu, menurut Dedi, akan didengar Kapolri sebagaimana ia berkomitmen untuk mendengarkan saran dan masukan masyarakat. Demikian pula Komisi Kode Etik Polri juga akan menimbang permintaan tersebut dan akan memutuskan hal itu secara bijaksana.