Frasa ”Amankan” Tak Bermakna Rintangi Penyidikan di Sidang Terdakwa Perintang Penyidikan
Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria dinilai tidak memiliki kesamaan latar belakang pengetahuan dengan Ferdy Sambo. Apabila ada kesamaan, bisa jadi kata ”amankan” berarti mengamankan skenario Sambo.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perintah ”amankan” dari atasan menjadi sorotan saksi ahli bahasa Frans Asisi Datang dan Andika Dutha Bachari saat sidang lanjutan perintangan penyidikan perkara pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan terdakwa Agus Nurpatria dan Hendra Kurniawan, Kamis (19/1/2023). Ahli bahasa yang dihadirkan penasihat hukum kedua terdakwa itu menilai, frasa ”amankan” tidak memiliki arti khusus selama tidak ada kesamaan latar belakang pengetahuan. Frasa itu juga memiliki makna yang tidak berkaitan dengan merintangi atau menghalangi penyidikan.
Pembahasan soal ”amankan” diawali pertanyaan Henry Yosodiningrat selaku penasihat hukum Agus Nurpatria dan Hendra Kurniawan tentang makna frasa tersebut. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini, Henry mengatakan bahwa frasa ”amankan” disampaikan dalam konteks perintah dari atasan ke bawahan.
”Perintahnya adalah cek dan amankan. Itu diartikan oleh bawahan sesuai aturan berlaku karena berwenang, sementara mengamankan arang atau barang. Bagaimana ahli menjelaskan makna 'amankan' itu?” kata Henry.
Frans memulainya dengan membeberkan makna dari kata dasarnya, yaitu aman. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ”aman” mengandung makna yang positif. Arti kata itu, antara lain, bebas dari bahaya, bebas dari gangguan, terlindung atau tersembunyi, dan tenteram.
Seperti diketahui, Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria merupakan mantan bawahan bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo, salah satu terdakwa pembunuhan berencana Nofriansyah. Saat di kepolisian, terakhir Hendra menjabat sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divisi Propam Polri, sedangkan Agus Nurpatria menjabat Kepala Detaseman A Biro Propam Polri.
Setelah pembunuhan terhadap Nofriansyah terjadi, keduanya diminta Sambo untuk ”cek dan amankan” kamera pemantau di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, tempat pembunuhan terjadi. Hendra dan Agus adalah dua dari tujuh terdakwa perkara perintangan penyidikan kasus pembunuhan Nofriansyah. Keduanya didakwa merusak kamera pemantau di Kompleks Polri Duren Tiga.
Adapun ahli bahasa lain, Andika Dutha Bachari, juga sepakat dengan Frans bahwa kata ”aman” bermakna positif. Ia menegaskan, tidak ada pengertian khusus atas kata tersebut sepanjang orang yang diperintahkan tidak memiliki pengetahuan yang sama dengan orang yang memerintahkannya.
Di satu sisi, ada ketidaksamaan latar belakang pengetahuan. Di sisi lain, orang yang diperintah memosisikan diri sebagai bawahan yang harus menjalankan dengan baik apa yang disuruh kepadanya. Sementara itu, atasan tersebut mempunyai maksud terselubung dan ternyata di kemudian hari terbukti merupakan hal jahat.
”Ini, kan, yang jadi masalah itu pihak yang memerintah memiliki latar belakang pengetahuan bahwa terjadi peristiwa pembunuhan, sedangkan orang yang disuruh tidak mengetahui sama sekali. ”
”Ini, kan, yang jadi masalah itu pihak yang memerintah memiliki latar belakang pengetahuan bahwa terjadi peristiwa pembunuhan, sedangkan orang yang disuruh tidak mengetahui sama sekali,” kata Andika.
Menurut Andika, ini berbeda jika kedua pihak sama-sama mengetahui dari awal bahwa sudah terjadi pembunuhan. Ketika pihak yang memerintah mengatakan ”cek dan aman”, bisa berarti bahwa itu perintah mengamankan skenario dari pihak yang memerintah.
”Sekarang tinggal dibuktikan apakah orang yang diperintah itu mengetahui tidak latar belakang pengetahuan orang yang menyuruh,” ucap pengajar linguistik forensik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, ini.
Henry lantas menanyakan apakah perintah yang mengandung frasa ”cek dan amankan” yang disampaikan atasan dan diteruskan secara berjenjang oleh bawahan dapat dimaknai menganggu atau merintangi proses penyidikan.
Andika kembali menegaskan bahwa perintah itu bermakna positif. Cek berarti memeriksa, sedangkan aman berarti bebas dari gangguan. Ia menekankan lagi bahwa tidak ada komando luar biasa dari kata-kata tersebut.
Adapun Frans menekankan, khususnya frasa ”amankan”, maknanya tidak berkaitan dengan perintangan penyidikan. Bahkan, menurut pengajar linguistik forensik Universitas Indonesia ini, perintah menggunakan kata tersebut wajar disampaikan.
”Itu perintah yang seharusnya diberikan pimpinan kepada bawahan ketika sudah terjadi kasus pembunuhan. Pimpinan kemungkinan besar mengeluarkan perintah seperti itu. Bawahan yang melaksanakan bukan perbuatan perintangan. ”
”Itu perintah yang seharusnya diberikan pimpinan kepada bawahan ketika sudah terjadi kasus pembunuhan. Pimpinan kemungkinan besar mengeluarkan perintah seperti itu. Bawahan yang melaksanakan bukan perbuatan perintangan,” ucap Frans.
Jaksa penuntut umum kemudian bertanya apakah kata ”amankan” sama sekali tidak mempunyai arti negatif?
Menurut Frans, pemahaman sebuah kata sangat bergantung pada masyarakat. Dengan demikian, arti suatu kata bisa sangat berbeda berbeda antar-orang. Maka dari itu, ada makna cakapan.
Kata ”amankan” bisa saja dimaknai negatif, tetapi itu dalam ranah makna cakapan. ”Saya lebih menghindari makna cakapan karena penafsirannya bergantung pribadi atau orang. Aman buat saya belum tentu aman buat orang lain,” ujar Frans.
Di persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim Akhmad Suhel, penasihat hukum kedua terdakwa juga menghadirkan dua ahli lainnya, yakni ahli pidana forensik Robintan Sulaiman dan ahli pidana Agus Surono.