PBB Dorong Langkah Lanjutan Pasca-pengakuan Negara
Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia menyambut baik sikap Presiden Joko Widodo yang mengakui terjadinya pelanggaran hak asasi manusia berat di 12 peristiwa masa lalu.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia menyambut baik sikap Presiden Joko Widodo yang mengakui terjadinya pelanggaran hak asasi manusia berat di 12 peristiwa masa lalu. Pengakuan tersebut diharapkan menjadi langkah awal dan diharapkan diikuti dengan langkah lanjutan yang nyata oleh Pemerintah Indonesia.
Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Asasi Manusia (HAM) melalui juru bicaranya, Liz Throssel, dalam pernyataannya yang disiarkan melalui akun media sosial Twitter, @UNGeneva, pada Jumat (13/1/2023) malam, menyatakan, pihaknya menyambut baik pengakuan dan penyesalan yang ditunjukkan Presiden Joko Widodo atas 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi.
”Sikap presiden tersebut merupakan langkah yang menggembirakan dalam perjalanan panjang menuju keadilan bagi para korban dan orang-orang yang mereka cintai,” ujar Throssel.
Selanjutnya, Komisi Tinggi PBB untuk HAM mendesak Pemerintah Indonesia untuk menjadikan momentum tersebut untuk mengambil langkah lanjutan yang nyata dengan melakukan proses keadilan transisional yang bermakna, inklusif, dan partisipatoris.
Selain itu, Pemerintah Indonesia juga diharapkan menjamin kebenaran, keadilan, perbaikan, serta menjamin tidak berulangnya pelanggaran hak korban dan komunitas yang terdampak, termasuk korban kekerasan seksual, terkait dengan konflik yang pernah terjadi.
Beberapa peristiwa pelanggaran HAM berat yang disinggung dalam pernyataan Dewan HAM PBB tersebut, antara lain, peristiwa 1965-1966; peristiwa penembakan misterius 1982-1985; peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998; serta peristiwa Wamena, Papua, 2003.
Bagi Komisi Tinggi PBB untuk HAM , proses keadilan transisional yang komprehensif penting untuk membantu memutus siklus impunitas yang terjadi selama puluhan tahun. Selain itu, hal itu juga akan turut memajukan pemulihan nasional serta memperkuat demokrasi di Indonesia.
Atas pernyataan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, melalui akun Twitter-nya, Minggu (15/1/2023), menyatakan terima kasih kepada semua pihak yang telah memahami dan memberikan dukungan kepada Pemerintah Indonesia yang membentuk Tim Penyelesaian Nonyudisial atas Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM) yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022.
Mahfud menegaskan, hal itu tidak menegasikan penyelesaian yudisial dan Presiden akan menindaklanjutinya.
Mahfud juga menyatakan terima kasihnya kepada para pihak yang memberi kritik. Menurutnya, reformasi Tahun 1998 dilakukan untuk membuka ruang kritik sekaligus memberi tempat untuk menjawab kritik. ”Itu salah satu kemajuan demokrasi kita,” kata Mahfud.
Seperti diketahui, pada Rabu (11/1/2023), Presiden Jokowi menerima laporan dari Tim PPHAM. Presiden Jokowi pun mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat telah terjadi pada 12 peristiwa masa lalu di Tanah Air dan menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM berat tersebut.
Pada kesempatan tersebut, Presiden juga menyampaikan rasa simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Untuk itu, pemerintah akan berupaya memulihkan hak para korban secara adil dan bijaksana.