Koalisi Masyarakat Sipil Siap Ungkap Dugaan Kecurangan Pemilu ke DPR
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih akan laporkan temuan dugaan kecurangan verifikasi faktual parpol ke Komisi II DPR, Rabu (11/1/2023). DPR akan didorong memberhentikan anggota KPU yang terbukti melanggar.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih akan menyampaikan informasi tentang dugaan kecurangan tahapan verifikasi faktual partai politik ke Dewan Perwakilan Rakyat. Jika dugaan kecurangan terbukti, DPR diminta merekomendasikan pemberhentian anggota Komisi Pemilihan Umum.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan, koalisi akan mengungkapkan dugaan kecurangan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melaksanakan tahap verifikasi parpol. Bukti-bukti tersebut di antaranya berasal dari aduan sejumlah anggota KPU daerah, terdiri dari tujuh provinsi dan 12 kabupaten/kota yang telah melapor ke Pos Pengaduan Kecurangan Verifikasi Partai Politik. Bukti-bukti yang diterima mengindikasikan adanya perbuatan melawan hukum berupa intimidasi, intervensi, bahkan manipulasi data melalui Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mendesak Komisi II DPR menggunakan Pasal 38 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Regulasi itu memberikan ruang kepada DPR untuk merekomendasikan pemberhentian anggota KPU RI jika kemudian terbukti melakukan pelanggaran dalam proses verifikasi partai politik,” ujarnya di Jakarta, Selasa (10/1/2023).
Temuan itu menurut rencana akan disampaikan di Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dengan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/1) pukul 10.00. Dalam undangan yang diterima Kompas, RDPU tersebut mengagendakan untuk mendengar masukan terkait indikasi kecurangan dalam tahapan penyelenggaraan pemilu, yakni pada proses verifikasi administrasi dan atau verifikasi faktual parpol calon peserta Pemilu 2024.
Kurnia menuturkan, informasi dari berbagai sumber menujukkan ada dugaan kejahatan yang terstruktur, sistematis, dan masif dari pimpinan KPU. Ada instruksi untuk memanipulasi data dan dokumen hasil verifikasi parpol yang diikuti dengan intimidasi serta intervensi oleh pimpinan KPU RI kepada penyelenggara pemilu di daerah. Jajaran KPU RI memaksa penyelenggara pemilu di daerah mengubah status data hasil verifikasi keanggotaan sejumlah partai politik yang faktanya tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS). Dampaknya, parpol tersebut seharusnya berstatus belum memenuhi syarat (BMS), tetapi akhirnya MS tanpa melakukan perbaikan.
Atas dugaan tindakan tersebut, ada 20 jajaran KPU di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota yang dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu karena diduga melanggar etik. Bahkan, perbuatan mereka berpotensi merontokkan kredibilitas penyelenggara pemilu dan kepercayaan publik terhadap proses tahapan dan hasil pemilu.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung membenarkan adanya agenda RDPU Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dengan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih. Komisi II DPR di awal masa persidangan III tahun sidang 2022-2023 akan menggelar sejumlah RDPU dan rapat dengar pendapat (RDP) dengan sejumlah pemangku kepentingan pemilu. Selain dengan masyarakat sipil, RDP diagendakan dengan penyelenggara pemilu untuk membahas segala hal terkait pemilu.
Bawaslu mengidentifikasi potensi kerawanan di tahapan pemutakhiran data pemilih di 3.189 lokasi yang tersebar di 37 provinsi. Lokasi tersebut tersebar di pesantren dan kawasan pendidikan (1.486 lokasi); rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan (494 lokasi); perusahaan, perkebunan, dan tambang (548 lokasi); panti sosial (421 lokasi); serta lembaga pemasyarakatan (170 lokasi).
Dari lokasi-lokasi tersebut, sebanyak 358 lokasi sudah dilakukan sosialisasi oleh KPU, tetapi belum diusulkan menjadi lokasi khusus. Sebanyak 377 lokasi bersedia diusulkan sebagai lokasi khusus, tetapi belum dilakukan sosialisasi oleh KPU. Adapun sebanyak 2.454 potensi lokasi khusus belum dilakukan sosialisasi dan belum diusulkan menjadi lokasi khusus.
”Pemilih di lokasi khusus merupakan pemilih yang berpotensi tidak dapat menggunakan hak pilihnya di TPS (tempat pemungutan suara) sehingga KPU perlu menyusun daftar pemilih di lokasi khusus,” ujar anggota Bawaslu, Lolly Suhenty.
Berdasarkan pemetaan Bawaslu, lanjutnya, penentuan lokasi khusus yang dihasilkan oleh KPU belum sepenuhnya mencakup semua lokasi dalam menjamin hak pilih bagi pemilih rentan. Terbukti dengan pemetaan Bawaslu yang menunjukkan mayoritas lokasi rentan belum dimasukkan dalam lokasi khusus. Bawaslu pun mendorong KPU dapat lebih serius dalam mengidentifikasi lokasi-lokasi khusus tersebut.
Lolly mengatakan, KPU harus memberikan perhatian lebih ke lokasi-lokasi khusus tersebut saat tahapan pencocokan dan penelitian. KPU juga mesti mengidentifikasi kembali lokasi khusus setelah daftar pemilih tetap ditetapkan.
”Demi terjaminnya hak pilih atas lokasi yang telah diidentifikasi, tetapi belum dilakukan sosialisasi, Bawaslu mengimbau agar KPU melakukan sosialisasi dan melakukan pencermatan kembali terhadap kriteria lokasi khusus,” katanya.