Hasto Kristiyanto: Parpol Pengusung Capres Antitesis Jokowi agar Tarik Diri
Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menegaskan, apabila ada partai di koalisi pemerintah mencalonkan sosok yang jadi antitesis presiden yang sedang menjabat, seharusnya punya kesadaran politik untuk menarik diri.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menegaskan, reshuffleatau perombakan kabinet tidak diarahkan pada partai tertentu. Kendati demikian, partai berlambang banteng itu menyinggung partai dengan pilihan politik berbeda untuk punya kesadaran menarik diri dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo. Adapun analis politik mengingatkan, perombakan kabinet sebaiknya berorientasi pada perbaikan tata kelola pemerintahan, bukan kepentingan ataupun ego politik.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto, dalam acara jumpa pers Refleksi Akhir Tahun 2022 dan Harapan Menuju Tahun 2023, Jumat (30/12/2022), mengatakan, perombakan kabinet berkaitan dengan kinerja, bukan persoalan politik. Partainya mendukung perombakan kabinet agar para menteri sebagai pembantu presiden bekerja keras guna meninggalkan warisan bagi pemerintahan berikutnya.
”Menjelang 2024, PDI-P mendorong semua menteri betul-betul bekerja keras membangun legasi pada kementerian yang dipimpinnya. Sekiranya tidak bisa, maka jangan dikaitkan dengan persoalan politik ketika presiden melakukan reshuffle. Perombakan itu tidak mengarah pada partai tertentu," kata Hasto dalam acara yang digelar secara daring itu.
Menurut Hasto, semua menteri harus sejalan dengan Presiden Joko Widodo yang berupaya mencetak prestasi terbaik dalam masa kepemimpinannya. Untuk itu, apabila ada menteri yang terbukti tidak bekerja keras, tidak berprestasi, ataupun tidak mampu mengelola data dengan baik sehingga mengambil kebijakan yang tidak tepat, maka harus siap diganti.
Terkait pengelolaan data, Hasto menyoroti pernyataan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang diklaimnya disampaikan pada 22 Agustus 2022. Pernyataan menteri dari Nasdem itu, lanjutnya, adalah soal rencana Indonesia mengekspor beras ke China. Menurut Hasto, pernyataan itu bertolak belakang dengan fakta. Sebab, alih-alih ekspor, Indonesia justru pada akhirnya mengimpor beras pada awal Desember 2022.
Sorotan pada Syahrul Yasin Limpo sebelumnya datang dari Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat. Pada Senin (26/12/2022), anggota Komisi IV DPR yang membidangi masalah pertanian, lingkungan hidup dan kehutanan, serta kelautan itu menilai, kinerja Syahrul Yasin Limpo perlu dievaluasi. Terlebih, terdapat sejumlah persoalan krusial di bidang pertanian, seperti kebijakan impor beras, kelangkaan pupuk, dan masuknya penyakit mulut dan kuku.
Menurut Hasto, pernyataan Djarot tersebut merupakan bagian dari sikap resmi PDI-P. Ia sepakat karena masalah pertanian, khususnya kecukupan bahan pangan seperti beras, merupakan persoalan fundamental. Untuk itu, menteri seharusnya memastikan perut rakyat tetap kenyang lantaran hal tersebut paling elementer.
Kendati telah menegaskan bahwa perombakan berkaitan dengan kinerja, Hasto menyinggung partai politik yang mengambil sikap berbeda. Menurut dia, partai yang mengusung sosok yang berlawanan dengan Presiden Jokowi seharusnya memiliki kesadaran politik untuk mengundurkan diri dari pemerintahan.
Partai yang mengusung calon presiden yang berbeda dan antitesis dari Presiden Jokowi, maka seharusnya menarik diri dari pemerintahan.
”Karena ada partai yang telah mengambil keputusan untuk mengusung calon presiden, dan di dalam seluruh geraknya, kebijakannya, itu nyata-nyata menjadi antitesis dari Presiden Jokowi. Apabila partai mencalonkan seseorang yang berbeda dan antitesis dari presiden yang sedang menjabat, seharusnya muncul kesadaran politik dari partai itu untuk menarik diri,” ucap Hasto.
Ketua Bidang Industri, Ketenagakerjaan, dan Jaminan Sosial DPP PDI-P Nusyirwan Soejono menambahkan, waktu yang tersisa dalam pemerintahan Jokowi harus dimaksimalkan. Adapun usulan untuk perombakan atau evaluasi bagi jajaran menteri merupakan hal yang wajar dan penting dilakukan. Tujuannya, agar program-program dalam pemerintahan tidak terhambat penyelesaiannya.
Orientasi kinerja
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam mengatakan, ada dua pertimbangan utama dalam perombakan kabinet, yaitu pertimbangan kinerja pemerintahan dan dinamika politik. Adapun apa yang didorong oleh PDI-P, kata Umam, merupakan perombakan yang didasarkan pada pertimbangan dinamika politik.
Pasalnya, aspirasi PDI-P disampaikan sebagai bentuk koreksi sekaligus penegasan terhadap pihak yang berbeda sikap dan pilihan menjelang 2024. Padahal, menurut dia, itu merupakan sebuah realitas politik yang biasa. PDI-P seharusnya tidak bereaksi berlebihan.
Umam tak memungkiri kemungkinan Presiden Jokowi merombak menteri dari Nasdem sebagai respons atas desakan PDI-P. Terlebih, ”saham” politik PDI-P di dalam pemerintahan cukup besar sehingga dapat mendorong Presiden Jokowi untuk mengoreksi posisi Nasdem. Ia pun menilai, apabila pilihan itu diambil, sebenarnya tidak salah secara konstitusional. Sebab, itu sepenuhnya hak prerogatif presiden.
Ada dua pertimbangan utama dalam perombakan kabinet, yaitu pertimbangan kinerja pemerintahan dan dinamika politik.
”Problemnya kemudian jadi kurang etis secara demokrasi karena bagaimanapun Nasdem punya peran besar menyukseskan Jokowi sebagai presiden dalam dua periode. Idealnya, PDI-P dan presiden menyikapi arah dan pilihan politik Nasdem dengan dewasa, menganggapnya sebagai hal wajar," ucap Umam.
Ia pun mengingatkan, perombakan diberikan sebagai hak prerogatif presiden untuk tujuan tertentu. Utamanya ialah untuk menghadirkan tata kelola pemerintahan yang baik, efektif, dan akuntabel. Maka dari itu, ia menekankan, perombakan tidak semata-mata menuruti kalkulasi ataupun ego politik semata.
”Penting untuk disadari, kalau perombakan hanya untuk mengikuti ego atau kepentingan politik, harapan hadirnya pemerintahan yang baik dan bersih tidak akan terwujud. Alhasil, kebijakannya pun cenderung politis ketimbang teknokratik dan profesional. Artinya, pemerintahannya tidak produktif,” tutur Umam.