Kurang dari dua tahun lagi pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin akan berakhir. Sudah saatnya kinerja menteri anggota Kabinet Indonesia Maju kembali dievaluasi.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Desakan agar Presiden Joko Widodo merombak kabinet kembali muncul dari partai politik anggota koalisi pemerintahan. Tak hanya terkait kinerja yang kurang optimal, evaluasi juga diperlukan agar para menteri tidak disibukkan dengan hal-hal di luar pemerintahan. Dengan perombakan kabinet diharapkan penyelenggaraan pemerintahan tetap berjalan efektif.
Salah satu partai politik (parpol) yang mulai memunculkan wacana pentingnya perombakan kabinet adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat mengatakan, perombakan kabinet merupakan hak prerogatif presiden. Namun, evaluasi terhadap kinerja para menteri diperlukan karena kurang dari dua tahun lagi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin akan berakhir.
“Tidak hanya satu menteri yang dievaluasi, tetapi semua menteri. Kalau tidak firm ya harus diganti,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Senin (26/12/2022) malam.
Sebagai anggota Komisi IV DPR yang membidangi masalah pertanian, lingkungan hidup dan kehutanan, serta kelautan, Djarot berpandangan, salah satu anggota kabinet yang perlu dievaluasi adalah Menteri Pertanian yang kini dijabat oleh Syahrul Yasin Limpo. Sejumlah persoalan krusial, seperti kebijakan impor beras, kelangkaan pupuk, dan masuknya penyakit mulut dan kuku, selayaknya menjadi pertimbangan untuk mengevaluasi kinerja menteri.
Djarot juga mengingatkan agar para menteri fokus bekerja dan tidak lebih banyak menyibukkan diri dengan urusan di luar pemerintahan. Para menteri juga semestinya memiliki pandangan yang seiring sejalan dengan Presiden dalam membangun negara. Hal ini penting agar pemerintahan Presiden Jokowi bisa meninggalkan warisan atau legacy untuk pemerintahan berikutnya.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid mengungkapkan, perombakan merupakan hak prerogatif yang bisa dilakukan kapan saja oleh Presiden. “Soal urgensi dan tantangan ke depannya, presiden lebih tahu yang terbaik bagi Indonesia,” tuturnya.
Tidak hanya satu menteri yang dievaluasi, tetapi semua menteri. Kalau tidak firm ya harus diganti
Sinyal perombakan kabinet dua kali dilemparkan Jokowi ke publik dalam empat hari terakhir. Isyarat itu salah satunya dilontarkan saat Jokowi meresmikan pengembangan Stasiun Manggarai Tahap I di Jakarta, Senin kemarin. Menanggapi pertanyaan mengenai reshuffle Jokowi mengatakan, “Clue-nya (tangan membentuk O), ya sudah.”
Sebelumya, dalam keterangan pers seusai meresmikan Bendungan Ciawi dan Sukamahi, Bogor, Jawa Barat, Jumat (23/12), Jokowi mengatakan perombakan kabinet mungkin dilakukan. Ia pun tidak menampik saat awak media menanyakan kemungkinan reshuffle dilakukan pada awal 2023.
Pernyataan itu disampaikan untuk menanggapi hasil survei Charta Politika pada 6—18 Desember yang dirilis Jumat lalu. Hasil survei merekam, sebanyak 60,5 persen dari total 1.220 responden puas terhadap kinerja menteri Kabinet Indonesia Maju. Akan tetapi mayoritas atau 61,8 persen responden juga setuju jika Presiden kembali merombak kabinetnya.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengungkapkan, masyarakat memang mendukung Presiden merombak kabinet. Namun harapannya, perombakan kabinet bukan sekedar menata ulang koalisi, melainkan membenahi kinerja para menteri.
Partai politik juga bisa memberikan masukan mengenai menteri mana yang layak diganti. Menurut Yunarto, masukan yang disampaikan semestinya bukan berdasarkan pertimbangan perbedaan sikap politik. Akan lebih baik jika parpol meminta kader yang di duduk di DPR untuk memberikan data kinerja menteri karena merekalah yang bertugas mengawasi para anggota kabinet.