Pesan persaudaraan tergambar dari pernyataan Presiden dan Wakil Presiden di negeri ini saat menyampaikan ucapan selamat hari raya Natal. Pada konteks persaudaraan, daya jangkau sapaan tersebut meluas ke seluruh warga.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, NINA SUSILO, MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
Lapangan Cendrawasih di Jalan Sisingamangaraja, Mandala, Kabupaten Biak Numfor, Papua, tampak semarak di awal Desember 2022. Masyarakat Kristiani setempat berkumpul sore itu merayakan Natal bersama.
”Hari ini, 1 Desember 2022, dari Lapangan Cendrawasih, saya mengucapkan selamat menyambut hari Natal tahun 2022 kepada semua umat Kristiani di Tanah Papua maupun di pelosok Tanah Air,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Berdiri di podium samping panggung yang didirikan di satu sisi lapangan, Wapres Amin menuturkan, Hari Natal adalah momen penuh sukacita. Natal sekaligus juga momen menebarkan cinta kasih, harapan, dan perdamaian.
”Saya (menyampaikan) apresiasi yang tinggi untuk masyarakat Papua. Ajaran ’kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri’ menjadikan nilai kasih mampu melewati batas-batas perbedaan,” kata Wapres Amin.
Wapres Amin pun mengajak untuk merawat kerukunan, toleransi, dan kepedulian. Hal ini sebagai wujud usaha bersama untuk hidup saling menghormati satu sama lain. Selain itu, disuarakan pula ajakan menyebarkan cinta kasih, persaudaraan, persatuan, dan pesan persaudaraan untuk Indonesia.
”Sekali lagi, dari bibir Lautan Pasifik, saya ucapkan selamat merayakan hari Natal 2022 untuk semua umat Kristiani di mana pun berada,” ujar Wapres Amin disambut tepuk tangan meriah hadirin.
Sekali lagi, dari bibir Lautan Pasifik, saya ucapkan selamat merayakan hari Natal 2022 untuk semua umat Kristiani di mana pun berada.
Kegembiraan
Kegembiraan selalu mewarnai suasana Natal meski suasana muram terasa pada Natal tahun 2020 dan tahun 2021, yakni ketika pandemi Covid-19 belum melandai.
Saat menyampaikan sambutan secara virtual pada Perayaan Natal Nasional Tahun 2021 pada 27 Desember tahun lalu, misalnya, Presiden Joko Widodo menuturkan, saat itu merupakan tahun kedua Natal dirayakan dalam suasana kesederhanaan.
Natal di masa pandemi Covid-19 dirayakan tanpa kerumunan dan keramaian. Namun, Natal tetap dirayakan dengan khidmat dan penuh kegembiraan.
Kepala Negara mengingatkan, jalan ke depan tidak selalu mudah. Terkadang cobaan silih berganti dialami masyarakat. ”Tapi, dengan semangat dan persatuan yang kuat, kita akan berhasil menghadapi semua tantangan itu,” ujar Presiden Jokowi.
Persaudaraan
Tak lupa, seruan bernuansa solidaritas pun mengisi sambutan Presiden. ”Kita harus terus menggugah kesadaran untuk membangkitkan jiwa kemanusiaan, menggerakkan naluri persaudaraan untuk bertindak dan membantu sesama,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Kita harus terus menggugah kesadaran untuk membangkitkan jiwa kemanusiaan, menggerakkan naluri persaudaraan untuk bertindak dan membantu sesama.
Saat itu, ucapan terima kasih pun disampaikan Presiden Jokowi kepada seluruh umat Kristiani yang tetap mematuhi protokol kesehatan. Hal ini penting agar risiko penyebaran Covid-19 dapat dikendalikan dan Indonesia dapat segera keluar dari pandemi.
Belakangan, pada acara Outlook Perekonomian Indonesia Tahun 2023, Rabu (21/12/2022), Presiden Jokowi mengatakan, kemungkinan pada akhir tahun pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) akan dinyatakan berhenti.
Ucapan selamat dan kehadiran Presiden atau Wakil Presiden dalam Perayaan Natal Nasional telah berlangsung dari tahun ke tahun. Selain kehadiran fisik, di masa pandemi kehadiran secara virtual menjadi pilihan.
Pesan kerukunan tak hanya tersuarakan dari pernyataan. Pesan persaudaraan pun dapat tergambar dari sebuah tindakan atau pengalaman.
Salah satu kisah mengenai hal ini adalah saat Fatmawati muda (kelak menjadi Ibu Negara pertama Republik Indonesia) berperan sebagai Bunda Maria dalam perayaan Natal tahun 1938 silam.
Tersua di buku berjudul Fatmawati, Catatan Kecil Bersama Bung Karno, sebuah nukilan pengalaman Fatmawati saat menempuh pendidikan di sebuah sekolah Katolik.
Di suatu pagi bulan Oktober 1938, Fatma—demikian dia kerap disapa—dipanggil guru dan diajak ke sebuah ruangan dengan piano di dalamnya. Fatma diminta mengikuti irama piano yang dimainkan guru tersebut.
”Setelah beberapa kali zuster memperdengarkan lagu itu, ia memberi penjelasan bahwa aku ditugaskan untuk menghafalkan nyanyian itu dan direncanakan memegang peran sebagai Bunda Maria pada perayaan malam kudus tanggal 24 Desember 1938,” kata Fatmawati.
Melalui buku itu pula dapat disimak gambaran perayaan Natal tempo doeloe yang dialami Fatmawati bersama teman-temannya. Mereka bersiap sejak sore dan berhias di ruangan anak-anak asrama.
Setelah beberapa kalizuster memperdengarkan lagu itu, ia memberi penjelasan bahwa aku ditugaskan untuk menghafalkan nyanyian itu dan direncanakan memegang peran sebagai Bunda Maria pada perayaan malam kudus tanggal 24 Desember 1938.
Fatmawati saat itu diminta mengenakan baju rok lengan panjang berwarna putih. ”Rambutku dibelah tengah dan diurai begitu saja. Selain gaun putih, dipersiapkan pula mantel biru yang harus kupakai di dalam peran Maria, sewaktu berjalan menuju Betlehem,” tutur Fatmawati mengenang nostalgia masa belianya.
Sebuah kisah klasik bernilai yang patut dikenang jelang Natal.