Wapres Amin: Toleransi Warisan Budaya Adiluhung Bangsa Indonesia
Wapres Ma’ruf Amin menegaskan, toleransi adalah modal untuk menghindarkan bangsa Indonesia dari fanatisme yang mengarah pada fundamentalisme dan ekstremisme. ”Ini warisan budaya adiluhung bangsa Indonesia,” katanya.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Toleransi yang menjaga kerukunan di Indonesia yang majemuk ini bukanlah sebuah gagasan baru. Hal tersebut adalah warisan adihulung bangsa Indonesai yang perlu terus dijaga.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menilai toleransi adalah modal untuk menghindarkan bangsa Indonesia dari fanatisme yang mengarah pada fundamentalisme dan ekstremisme. Hal ini juga kunci untuk menjaga kemajemukan yang merupakan keniscayaan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, Indonesia melalui Pancasila dan UUD 1945 menjamin kebinekaan. Kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinan pun diakomodasi.
”Ini warisan budaya adiluhung bangsa Indonesia yang telah hidup dan membersamai kita sejak ratusan tahun lalu dan toleransi yang kita miliki itulah menjadi sesuatu yang dikagumi oleh berbagai kalangan di dunia,” tutur Wapres Amin dalam peresmian enam rumah ibadah di lingkungan kampus Universitas Pancasila, Jakarta, Rabu (5/1/2022).
Acara ini juga dihadiri antara lain Gubernur DKI Anies Baswedan, Imam Besar Masjid Istiqlal Nasarudin Umar, Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Kardinal Ignatius Suharyo, dan Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Budi Santoso Tanuwibowo.
Disampaikan pula oleh Wapres Amin bahwa utusan lembaga internasional independen yang terdiri atas intelektual Muslim dan berpusat di Abu Dhabi telah datang ke Indonesia untuk mempelajari toleransi yang sudah terbentuk di Indonesia. Nilai-nilai toleransi Indonesia bahkan menjadi model karena Indonesia mampu merawat toleransi.
Karena itu, kata Wapres Amin, semestinya saat ini sudah bukan saatnya menerjemahkan teks-teks berbahasa Arab ke bahasa Indonesia. Sebaliknya, perlu menerjemahkan teks-teks berbahasa Indonesia ke bahasa Arab.
Wapres Amin juga mengapresiasi Universitas Pancasila yang membangun enam rumah ibadah di lingkungan kampus. Pembangunan rumah ibadah yang berdekatan, katanya, bukan hanya simbol toleransi dan cerminan sikap saling menghargai. Namun, hal ini memudahkan kerja sama lintas agama dan menjadi perekat persatuan bangsa.
Rektor Universitas Pancasila Prof Edie Toet Hendratno menyebutkan, enam rumah ibadah ini terdiri dari Masjid At-Taqwa, Gereja Kristen Graha Layanan Kristen, Gereja Katolik Santo Petrus, Wihara Dharma Sasana, Pura Widya Santika, dan Kelenteng Kebajikan Agung.
Masjid At-Taqwa yang paling besar secara fisik awalnya berupa masjid ukuran 17 meter x 17 meter yang dibangun Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila pada 1991. Namun, semakin banyak umat yang beribadah membuat akhirnya masjid baru dibangun dan rampung 4 Oktober 2018.
Adapun Kelenteng Kebajikan Agung rampung 3 Oktober 2021, Wihara Dharma Sasana 5 Desember 2021, Gereja Kristen Graha Layanan Kristen 11 Desember 2021, Pura Widya Santika 18 Desember 2021, dan Gereja Katolik St Petrus 22 Desember 2021.
Edie menambahkan, keberadaan enam rumah ibadah ini diharap mampu membangun relasi keimanan, mempererat hubungan kemanusiaan, bertoleransi, belajar diskusi dan bersikap adil bagi sesama di lingkungan sivitas akademika dan masyarakat.
”Ini bagian ikhtiar kami dalam menjaga nilai-nilai Pancasila. Kami sadar sebagai perguruan tinggi, sebagai mahasiswa terdidik, ada tanggung jawab moral yang selalu menyertai,” tuturnya.
Menteri Agama Yaqout Cholil Qoumas juga menyambut baik adanya enam rumah ibadah di lingkungan kampus Universitas Pancasila. Hal ini, katanya, wujud nyata moderasi beragama dalam bentuk toleransi dan kerukunan umat beragama di Indonesia.
Diharapkan, rumah ibadah ini bisa menjadi pusat persemaian pemahaman agama yang moderat. Keberagaman Indonesia akan menjadi potensi bila mampu dikelola baik. Selain itu, pemerintah juga mencanangkan 2022 sebagai tahun toleransi. Ini juga menjadi tonggak upaya menjadikan Indonesia barometer kerukunan umat beragama di dunia.
”Saya mengajak sivitas akademika dan seluruh masyarakat untuk memosisikan nilai agama sebagai inspirasi dan motivasi dalam berbuat kebajikan,” katanya.