Elektabilitas Ganjar, Anies, dan Prabowo Sulit Terkejar
Dalam enam kali survei Charta Politika yang digelar sejak Desember 2021-Desember 2022, elektabilitas Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto selalu menempati posisi tiga besar,
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil survei sejumlah lembaga selama setahun terakhir menunjukkan, pilihan publik terhadap tokoh potensial calon presiden 2024 sudah menetap. Tingkat elektabilitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, serta Menteri Pertahanan Prabowo Subianto tak pernah tergeser dari posisi tiga besar. Sulit bagi tokoh potensial lain untuk mengejar ketiganya.
Mengerucutnya pilihan publik terhadap tokoh potensial calon presiden (capres) 2024 salah satunya terekam dalam hasil survei Charta Politika. Survei yang dilakukan terhadap 1.220 responden pada 8—16 Desember 2022 menunjukkan, Gubernur Jawa Tengah yang juga kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ganjar Pranowo berada di posisi teratas dengan elektabilitas 31,7 persen. Ganjar disusul oleh Anies Baswedan, bakal calon presiden dari Partai Nasdem yang elektabilitasnya mencapai 23,9 persen. Posisi berikutnya ditempati oleh Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan derajat keterpilihan 23 persen.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Meski kerap bertukar peringkat, namun ketiga tokoh ini tak pernah bergeser dari posisi tiga besar dalam enam kali survei yang dilakukan selama setahun terakhir. Survei dimaksud dilakukan pada Desember 2021, April 2022, Juni 2022, September 2022, November 2022, dan Desember 2022.
Tren serupa juga terlihat dalam survei Poltracking Indonesia. Pada survei terakhir, yakni periode 21—27 November 2022, elektabilitas tiga besar capres pilihan publik berturut-turut adalah Ganjar (32,5 persen), Anies (29,1 persen), dan Prabowo (27,8 persen). Ketiga tokoh tersebut sudah ada di tiga besar mulai dari survei yang sama pada Oktober 2021, Mei 2022, Agustus 2022, dan November 2022.
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda memaparkan, dengan tren dan tingkat elektabilitas tersebut sulit bagi tokoh potensial lain untuk mengejar Ganjar, Anies, dan Prabowo. Jarak elektabilitas mereka dengan tokoh lain terlalu jauh. Dalam simulasi 20 nama, misalnya, posisi keempat diisi Ketua DPR Puan Maharani dengan elektabilitas 2,4 persen, kemudian Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (2,5 persen), Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir (1,5 persen), dan sejumlah nama lain dengan elektabilitas di bawah 1 persen.
“Hampir tidak ada peluang bagi tiga tokoh di luar Ganjar, Anies, dan Prabowo, kecuali ada gempa politik terhadap mereka,” kata Hanta dalam jumpa pers daring, Kamis (22/12/2022).
Ia menambahkan, kemungkinan munculnya tokoh lain hanya berasal dari partai politik yang sudah memiliki tiket untuk mencalonkan presiden. Selain PDI-P, ada pula Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang sudah memenuhi ambang batas pencalonan presiden. Dari dua poros tersebut, nama Puan Maharani dan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto kerap disebut sebagai tokoh potensial capres.
Dengan tren dan tingkat elektabilitas tersebut sulit bagi tokoh potensial lain untuk mengejar Ganjar, Anies, dan Prabowo. Jarak elektabilitas mereka dengan tokoh lain terlalu jauh
Akan tetapi, mengacu pola yang terjadi pada Pemilu 2014 dan 2019, parpol cenderung memrioritaskan pendekatan elektabilitas dalam mengusung capres. Contohnya, selama dua periode berturut-turut, PDI-P memilih Joko Widodo, tokoh yang saat itu memiliki elektabilitas tinggi ketimbang mencalonkan petinggi parpol. Ia memprediksi, pola itu masih akan terjadi pada 2024.
“Karena Nasdem sudah mengeluarkan Anies, kemungkinan koalisi lain juga akan menjadikan elektabilitas sebagai faktor determinan,” ujar Hanta.
Signifikansi cawapres
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, tokoh potensial yang berasal dari parpol seperti Puan Maharani sulit menyaingi Ganjar, Anies, dan Prabowo karena harus menghadapi perubahan kecenderungan pemilih. Bagi pemilih muda, faktor “darah biru” politik tak lagi dianggap sebagai kelebihan karena pemimpin yang muncul dari bawah akan lebih diapresiasi. Hal itu ditengarai menjadi penyebab elektabilitas tokoh potensial yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pemimpin nasional sebelumnya tak pernah menonjol.
Oleh karena itu, Yunarto sepakat, tiga besar capres pilihan publik sulit untuk digeser tokoh lain. Namun, persaingan di antara mereka akan sengit karena sama-sama kuat. Selisih elektabilitas di antara ketiganya pun masih berada dalam rentang margin of error.
“Melihat elektabilitas capres belum ada yang mencapai 50 persen, sosok cawapres menjadi semakin penting, karena akan menjadi faktor komplementer,” tuturnya.
Sejumlah tokoh potensial cawapres pilihan publik pun mulai mengerucut. Mengacu survei Desember, Ridwan Kamil menempati posisi teratas dengan elektabilitas 21,4 persen. Selanjutnya ada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno (17,6 persen), dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (10,3 persen). Di luar ketiga nama itu, ada sejumlah tokoh yang elektabilitasnya di bawah 10 persen seperti Gubernur Jawa Timur Khofifah Indarparawansa dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.
Lobi masih berjalan
Meski capres dan cawapres pilihan publik sudah mulai mengerucut, namun belum ada satu pun parpol atau koalisi parpol yang menetapkan pasangan kandidat yang akan diusung. Saat ini, lobi-lobi pembentukan koalisi juga masih terus berjalan. Lobi politik salah satunya dilakukan antara Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dua parpol yang menurut rencana juga akan bermitra dengan Partai Nasdem. Pada Rabu (21/12/2022) malam, Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menerima kunjungan Ketua Majelis Syura PKS Salim Segaf Al Jufri di kediamannya di Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Sekretaris Jenderal Demokrat Teuku Riefky Harsya menjelaskan, ini merupakan pertemuan dua sahabat untuk menguatkan kebersamaan kedua partai dalam perjuangan politik ke depan. Pertemuan selama dua jam itu berlangsung dalam nuansa kekeluargaan. Bahkan, keduanya sempat makan malam bersama dengan menu nasi goreng racikan Yudhoyono.
"Kami membahas berbagai isu terkini yang menjadi perhatian rakyat, bahkan juga perhatian dunia internasional. Ini termasuk isu penundaan pemilu yang belakangan dihembuskan lagi,” ujarnya.