Kasus Satelit Orbit 123, Warga Negara AS Ditetapkan Tersangka
Dalam waktu dekat, berkas perkara kasus dugaan korupsi dalam pengadaan satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur di Kementerian Pertahanan tahun 2012-2021 akan dilimpahkan ke pengadilan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
GUNTER'S SPACE PAGE
Ilustrasi satelit
JAKARTA, KOMPAS — Tim penyidik koneksitas menetapkan seorang warga negara Amerika Serikat sebagai tersangka baru dalam perkara dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur di Kementerian Pertahanan tahun 2012-2021. Kejaksaan Agung memastikan berkas perkara kasus yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 453 miliar itu akan segera diselesaikan dan dilimpahkan ke pengadilan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana dalam keterangan pers, Jumat (16/12/2022), menyampaikan, penyidik koneksitas yang terdiri dari jaksa, oditur militer, serta personel Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI menetapkan seorang tersangka baru dalam kasus tersebut.
”Dari pengembangan penyidikan yang dilakukan terhadap para tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya, juga dari hasil pemeriksaan ulang terhadap para saksi dan sejumlah ahli, terdapat pengembangan penetapan tersangka baru, yaitu seorang warga negara Amerika Serikat atas nama TVH (Thomas Van Der Hayden),” kata Ketut.
Sebelumnya, tim penyidik koneksitas telah menetapkan tiga tersangka.
Mereka adalah Laksamada Muda (Purn) Agus Purwoto selaku bekas Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan 2013-2016, Soerya Cipta Witoelar selaku Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma, dan Arifin Wiguna selaku Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma.
PUSPENKUM KEJAKSAAN AGUNG
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana
Ketut menyampaikan, terhadap keempat tersangka tersebut telah dilakukan proses cegah tangkal (cekal) berupa tidak boleh bepergian ke luar Indonesia serta keharusan wajib lapor.
Dalam kasus ini, penyidik telah meminta keterangan 47 orang yang terdiri dari 18 anggota TNI atau purnawirawan, 29 orang saksi sipil, dan 2 orang ahli.
Terkait dengan pemberkasan perkara, kata Ketut, tim penyidik koneksitas masih terus bekerja untuk melengkapi alat bukti, berikut syarat formal dan syarat material.
Selain itu, penyidik juga menyita beberapa aset tanah dan bangunan yang merupakan milik para tersangka untuk kepentingan pengembalian kerugian negara. ”Dalam waktu dekat akan segera dilimpahkan untuk diperiksa dan diadili di pengadilan yang berwenang,” ujar Ketut.
Proses penyitaan aset dilakukan penyidik koneksitas dalam perkara dugaan korupsi pengadaan satelit orbit 123 Bujur Timur di Kementerian Pertahanan, Oktober lalu.
Khusus terhadap tersangka TVH, selain melakukan pemeriksaan langsung terhadap yang bersangkutan, penyidik juga telah memeriksa 19 saksi dari sipil dan 18 orang anggota militer. Selain itu, penyidik juga meminta keterangan dari 10 orang ahli, di antaranya ahli satelit, ahli keuangan negara, ahli kerugian negara, ahli hukum pidana, serta ahli informasi dan transaksi elektronik (ITE).
Secara terpisah, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman berpandangan, penetapan TVH sebagai tersangka akan menggenapi cerita atau konstruksi hukum dari kasus tersebut. Sebab, jika penyidik hanya berhenti pada tiga orang tersangka, bukan tidak mungkin konstruksi hukumnya akan timpang.
”Bisa jadi nanti (tiga tersangka itu) akan diputus bebas karena perbuatan dugaan korupsinya dianggap tidak sempurna,” kata Boyamin.
Terkait dengan penetapan TVH sebagai tersangka tersebut, Boyamin berharap agar berkas kasus yang berjalan sejak awal tahun 2022 tersebut menjadi lengkap. Dengan demikian, para tersangka bisa segera dibawa ke pengadilan.
Penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan penyidik Kejaksaan Agung dalam perkara dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur, Selasa (18/1/2022).
Boyamin pun berharap agar tersangka TVH tersebut nantinya bisa dihadirkan di persidangan meski tersangka tersebut tetap bisa disidangkan tanpa kehadirannya (in absentia) jika ternyata sudah berada di luar negeri. Sebab, menurut Boyamin, dalam kasus ini yang paling penting adalah memulihkan kerugian keuangan negara yang jumlahnya ratusan miliar.
Sebagaimana diberitakan, kasus tersebut terjadi karena kontrak sewa satelit dengan pihak Avante yang diduga tanpa surat keputusan dari Menteri Pertahanan. Kemudian, kontrak pengadaan sewa satelit tersebut ditandatangani tanpa ketersediaan anggaran.
Tidak hanya itu, spesifikasi Satelit Artemis yang disewa tidak sama dengan satelit sebelumnya, yakni Satelit Garuda, sehingga satelit tersebut tidak dapat difungsikan.