Sejumlah pihak meragukan keterangan Putri di pengadilan bahwa ia alami pelecehan yang dilakukan oleh Brigadir J saat berada di Magelang. Kesangsian itu terbangun sejak rekayasa kasus pembunuhan Brigadir J terbongkar.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·6 menit baca
Pada Senin (12/12/2022) lalu, majelis hakim sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat mengabulkan permintaan penasihat hukum Putri Candrawathi serta keinginan Putri agar ia diperiksa sebagai saksi secara tertutup. Namun, sidang tertutup hanya terbatas pada konten asusila, khusus terkait dengan kejadian di Magelang pada 7 Juli malam.
Di sana, Putri disebut mengalami pelecehan seksual yang dilakukan Nofriansyah. Namun demikian, dugaan tersebut masih menyisakan keraguan. Sebab, Nofriansyah sebagai pihak yang dituduh melakukannya telah meninggal. Sementara, sebelumnya, laporan polisi Putri atas dugaan pelecehan seksual yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga telah dihentikan penyidikannya.
Kuasa hukum Putri, Febri Diansyah mengatakan, meski kasus tersebut bukanlah perkara tindak pidana kekerasan seksual, namun peristiwa di Magelang tersebut terkait dengan rangkaian peristiwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah. Terkait peristiwa itu, lanjut Febri, terdapat 4 bukti berupa keterangan saksi asisten rumah tangga (ART), yakni Kuat Ma'ruf dan Susi, keterangan ahli, alat bukti surat hasil pemeriksaan psikologi forensik, serta bukti petunjuk.
"Kalau didalam kamar, tidak ada saksi yang lain. Yang ada saat ini hanya keterangan Bu Putri. Tapi keterngan Bu Putri ini tidak bisa berdirisendiri. Ada bukti lain yang releven, yaitu keterangan psikologi forensik," kata Febri Diansyah dalam Satu Meja The Forum bertajuk "Di Balik Sidang Tertutup Putri", yang disiarkan Kompas TV, Rabu (14/12/2022) malam.
Dalam diskusi yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo,selain kuasa hukum Putri, hadir sebagai narasumber adalah kuasa hukum Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Ronny Talapessy; kuasa hukum keluarga Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat,Martin Lukas Simanjuntak; pengamat hukum pidana Abdul Fickar Hadjar; serta Ketua Pengurus Asosiasi LBH APIK Indonesia Nursyahbani Katjasungkanayang bergabung secara daring.
Menurut Febri, meski tidak ada saksi langsung, dua orang ART menyaksikan dampak dari kekerasan seksual tersebut ketika menemukan Putri di luar kamar dalam keadaan yang disebutnya setengah pingsan. Bukti lain yang juga relevan adalah keterangan psikologi forensik yang menyatakan bahwa keterangan Putri tentang peristiwa pelecehan Putri itu konsisten dan tidak ada indikasi kebohongan.
Namun, dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Nofriansyah di Magelang tersebut dibantah Martin. Sebab, dengan alasan itu, Putri seolah diposisikan sebagai korban. Padahal, Putri adalah salah satu terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah. Bahkan, Martin menyebut dugaan peristiwa pelecehan itu sebagai angan-angan.
"Bukti lainnya adalah harus ada visum et repertum. Tanpa ada visum et repertum, hanyaklaim sepihak yang tidak dapat dipastikan kebenarannya," kata Martin.
Keraguan terhadap peristiwa pelecehan seksual itu juga diungkapkan Nursyahbani. Sebab, dalam kasus tersebut telah terjadi upaya menghalangi penyidikan yang terbukti dengan adanya pemeriksaan kode etik yang menghasilkan beberapa anggota polisi dipecat, termasuk Sambo, serta adanya kasus perintangan penyidikan. Sementara, Putri dinilai menjadi bagian dari itu.
Dari perspektif jender, lanjut Nursyahbani, kekerasan seksual umumnya terjadi karena ada ketimpangan relasi antara perempuan dan laki-laki atau adanya ketimpangan relasi kuasa. Dalam kasus ini, Putri adalah pihak yang berkuasa. Hal itu tampak dari Putri sebagai pihak yang memerintah Nofriansyah untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Di sisi lain, kultur di kepolisian yang tegak lurus terhadap atasan juga tidak sesuai dengan dugaan pelecehan seksual dilakukan oleh Nofriansyah yang merupakan bawahan.
"Peristiwa kekerasan seksual itu pertama kali dilaporkan (terjadi) di (rumah) Duren Tiga. Tapikemudian di-SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) oleh polisi karena tidak terbukti. Kemudian, entah bagaimana pindah ke Magelang," ujar Nursyahbani.
Fickar berpandangan, prinsip pemidanaan adalah jika pelaku meninggal, maka suatu kasus selesai, termasuk dalam kasus pelecehan seksual. Namun, dalam kasus terkait penembakan terhadap Nofriansyah, narasi tentang pelecehan seksual oleh Nofriansyah dikembangkan karena hendak dikaitkan sebagai motif dalam peristiwa penembakan Nofriansyah.
Uji kebohongan
Sebagaimana bisa disaksikan publik, dalam persidangan, jaksa penuntut umum mengungkapkan hasil uji poligraf terhadap para terdakwa, termasuk Putri. Hasil dari uji poligraf, Putri mendapat skor minus 25 yang berarti Putri terindikasi berbohong. Saat itu, Putri ditanya mengenai perselingkuhan dirinya dengan Nofriansyah ketika di Magelang atau selama berada di Magelang dan Putri menjawab tidak.
Terkait dengan hal itu, menurut Fickar, pembunuhan Nofriansyah merupakan realitas yang tidak terbantahkan. Namun, motif tetap diperlukan karena terkait dengan pertanggungjawaban perbuatan. Sementara, lanjut Fickar, jaksa dinilai tidak sependapat dengan motif pembunuhan Nofriansyah adalah pelecehan seksual. Oleh karena itu, langkah jaksa dengan mengungkap hasil uji poligraf tersebut merupakan upaya untuk mengungkapkan dugaan motif lainnya.
Di sisi lain, Fickar menilai skor uji poligraf Putri yang minus 25 terbilang sangat tinggi. Ia menduga, kebohongan telah menjadi bagian dari kebiasaan Putri. "Orang menjawab satu pertanyaan itu juga dipengaruhi oleh kebiasaan sehari-hari," ujar Fickar.
Martin berpandangan, keterangan yang disampaikan Putri banyak kejanggalan. Salah satunya, meski Nofriansyah disebut sebagai sopir, namun ketika Nofriansyah berulang tahun, Putri mengucapkan selamat dan memberikan tanda yang menunjukkan ungkapan bahwa Nofriansyah adalah orang yang spesial.
Namun, Martin menampik Nofriansyah berselingkuh dengan Putri. Martin meyakini bahwa Nofriansyah tidak tertarik dengan Putri sebagai lawan jenis, melainkan mematuhinya sebagai orang tua angkat. Hasil uji poligraf tersebut dinilai lebih menunjukkan imajinasi Putri yang menyukai Nofriansyah.
"Mereka memang mau mencari alasan yang benar sehinggapembunuhan berencana itu bisa diterima masyarakat, hakim dan jaksa. Kalau Yosua dibangun sebagai seorang yang berkarakter antagonis, maka mungkin sajadimaklumi untuk dibunuh," tutur Martin.
Ronny pun menyampaikan ketidakpercayaannya terhadap keterangan Putri. Selain karena peristiwa barang bukti yang dirusak, seperti kamera pengawas yang berada di lantai 3 rumah pribadi di Jalan Saguling, keterangan Putri dinilai bertentangan dengan keterangan saksi lain. Semisal, perintah Putri kepada Richard untuk membersihkan barang milik Nofriansyah agar tidak ada sidik jari Sambo yang menempel dibantah oleh Putri. Padahal keterangan Richard dibenarkan terdakwa Ricky Rizal.
"Yang kami sayangkan adalah, ini TKP (tempat kejadian perkara) rusak lho. Ini sudah berulang-ulang CCTV (kamera pengawas) rusak, enggak ada. Kalau TKP-nya rusak seperti ini, kan, merugikan klien saya," ujar Ronny.
Terkait hal itu, Febri tidak menyalahkan bahwa banyak pihak yang meragukan keterangan Putri. Sebab, menurut dia, dalam kasus tersebut kliennya memang pernah melakukan kebohongan. Yang pertama adalah skenario tembak-menembak dan kedua adalah skenario pelecehan seksual yang terjadi di rumah dinas Duren Tiga.
Namun demikian, Febri menampik bahwa skenario di Duren Tiga dipindahkan ke Magelang. Sebab, pelecehan seksual terhadap Putri memang terjadi di Magelang. Febri pun menegaskan bahwa peristiwa itu didukung hasil psikologi forensik yang dilakukan ahli atas permintaan Mabes Polri.
Detail pelecehan seksual terhadap Putri memang tertutup oleh dinding ruang sidang. Namun, kesangsian terhadap keterangan Putri sudah terbangun sejak rekayasa kasus pembunuhan Nofriansyah terbongkar.