Hasil Uji Poligraf: Sambo dan Putri Terindikasi Berbohong
Selain Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, ahli yang dihadirkan jaksa dalam sidang lanjutan perkara pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat juga mengungkap hasil uji poligraf untuk tiga terdakwa lainnya.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum dalam sidang lanjutan perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat mengungkapkan hasil uji poligraf terhadap kelima terdakwa dalam kasus tersebut. Dari kelima terdakwa, hasil uji poligraf untuk dua terdakwa di antaranya, yakni Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, terindikasi berbohong. Sebaliknya, untuk terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu, terindikasi jujur.
Hal itu terungkap di dalam sidang dengan agenda pemeriksaan semua terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat yang dilangsungkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2022). Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa, empat terdakwa hadir langsung di ruang sidang, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, serta Kuat Ma’ruf. Adapun terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dihadirkan secara daring.
Dalam sidang, jaksa penuntut umum menghadirkan lima ahli dan seorang saksi. Dua ahli yang diminta keterangan di awal adalah Arif Sumirat yang diajukan sebagai ahli balistik dan Aji Febrianto yang diajukan sebagai ahli poligraf. Adapun keempat orang lainnya diperiksa di sidang selanjutnya dan dilakukan secara tertutup.
Dalam sidang, Aji mengatakan, uji poligraf dapat menunjukkan seorang terperiksa terindikasi jujur atau bohong. Nilai keakuratan uji poligraf adalah 93 persen, sedang 7 persen sisanya tergantung pada keahlian pemeriksa.
Dalam kasus ini, kata ahli, kelima terdakwa menjalani uji poligraf dengan metode pemberian 11 pertanyaan. Ketika diuji poligraf, tubuh terperiksa dipasang berbagai sensor untuk melihat detak jantung, kelenjar keringat, pernapasan dada dan pernapasan perut. Kemudian, pemeriksa melakukan penjumlahan sehingga didapatkan hasil akhir berupa skor. Jika skor akhirnya minus, itu berarti pihak terperiksa terindikasi berbohong. Sebaliknya, jika skor plus, terperiksa terindikasi jujur.
Hasil dari uji poligraf adalah Sambo mendapat skor minus (-) 8, Putri mendapat skor minus (-) 25, dan Eliezer mendapat skor plus (+) 13. Adapun Kuat mendapat dua skor dari dua kali pemeriksaan, yakni plus (+) 9 dan minus (-) 13, demikian pula Ricky mendapat dua skor dari dua kali pemeriksaan, yaitu plus (+) 11 dan plus (+) 19.
”Untuk Kuat Ma’ruf, kita lakukan dua pemeriksaan dengan isu berbeda atau dua pertanyaan. Pertama, untuk Kuat, pertanyaan relevan adalah, apakah kamu memergoki persetubuhan Ibu Putri dengan Yosua? Jawabannya jujur. Tidak memergoki,” kata ahli.
Namun, Kuat terindikasi berbohong ketika ia mengatakan, tidak melihat Sambo menembak Nofriansyah, sementara Ricky terindikasi jujur ketika menjawab tidak ada pihak yang menyuruhnya mengambil dan mengamankan senjata Nofriansyah ketika berada di Magelang. Ricky juga terindikasi jujur ketika menjawab bahwa ia tidak melihat Sambo menembak Nofriansyah. Adapun Eliezer terindikasi jujur bahwa ia memang menembak Nofriansyah.
Terhadap keterangan ahli, Sambo mengatakan bahwa ia menyayangkan proses pembuktkan oleh Pusat Laboratorium Forensik Polri hanya didasarkan pada isu dan titipan pertanyaan oleh penyidik yang dinilai tidak terkait dengan dakwaan tentang pembunuhan berencana. Uji poligraf tersebut memiliki dampak terhadap keluarganya.
Sementara Putri mengatakan, ketika uji poligraf dilakukan, ia berada dalam ruangan tertutup dan kedap suara dengan hanya ditemani dua orang laki-laki, termasuk ahli yang dihadirkan di sidang. Ketika Putri diminta menceritakan kejadian pelecehan seksual yang terjadi pada 7 Juli atau sehari sebelum Nofriansyah dibunuh, Putri mengaku bahwa ia tidak sanggup menceritakan. Namun, salah seorang petugas tetap memintanya menceritakan peristiwa itu.
”Saya menangis karena tidak sanggup, tetapi saya diminta tetap melanjutkan. Dan saya melanjutkan karena saya takut dianggap tidak kooperatif,” kata Putri.
Keberatan juga disampaikan Kuat. Sebab, menurut dia, ia telah menjawab dengan jujur. Namun, hasil uji poligraf mengindikasikan sebaliknya.
Sementara Ricky dan Eliezer menyatakan tidak keberatan dengan keterangan ahli uji poligraf. Menurut Eliezer, meski sebelum diuji poligraf ia tidak tidur, ia terindikasi menjawab dengan jujur.
Terkait dengan keterangan ahli balistik, yakni Arif, disebutkan bahwa ahli tidak menemukan barang bukti ketika melakukan olah tempat terjadinya perkara pada 12 Juli. Di lokasi perkara, pihaknya menemukan 5 bekas tembakan di dinding tangga, 3 bekas tembakan di lantai, dan 2 bekas tembakan di plafon.
Untuk barang bukti, lanjut ahli, pihaknya menerima dua senjata api (senpi) jenis Glock dan HS, kemudian 10 selongsong peluru. Dari hasil uji balistik, 8 selongsong peluru ditembakkan senpi jenis Glock dan 2 peluru ditembakkan senjata jenis HS.
Menyangkut arah tembakan ke dinding, dari hasil olah tempat terjadinya perkara diketahui bahwa tembakan berasal dari depan tangga dengan posisi laras senjata berada di bawah, sedangkan untuk tembakan yang mengenai lantai, laras atau moncong senjata mengarah ke bawah. Namun, ahli tidak bisa menentukan posisi penembak sedang berdiri atau jongkok.
Ketika Ketua Majelis Hakim menanyakan tentang hasil otopsi pertama yang menemukan 7 luka tembak masuk dan 6 luka tembak keluar di tubuh Nofriansyah berasal dari senjata api yang kini menjadi barang bukti, ahli mengatakan bahwa hal itu bukan kompetensinya.