Usut Tuntas Dugaan Manipulasi Verifikasi Faktual Parpol
Penting bagi penyelenggara pemilu untuk menjaga kualitas pelaksanaan pemilu agar tidak mengundang ketidakpercayaan publik dan tidak pula disusupi agenda-agenda politik yang tidak bertanggung jawab.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah mantan anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu lintas periode mendesak agar dugaan manipulasi verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024 diusut. Jika dugaan itu benar, berarti telah mencederai prinsip pemilu yang berintegritas. Lebih dari itu, akan menjadi catatan buruk bagi proses demokrasi Indonesia.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pemantau pemilu di Provinsi Sulawesi Selatan menemukan dugaan pelanggaran manipulasi data hasil verifikasi faktual partai politik (parpol) calon peserta Pemilu 2024. Data yang ditetapkan di rapat pleno tingkat KPU kabupaten/kota menunjukkan sejumlah parpol tidak memenuhi syarat (TMS). Namun, di tingkat provinsi, data itu diubah menjadi memenuhi syarat (MS).
Terhadap dugaan kecurangan tersebut, Ibnu Syamsu Hidayat dari Themis Indonesia Law Firm dan Airlangga Julio dari Amar Law Firm & Public Interest Law Office melayangkan teguran hukum atau somasi kepada KPU, Selasa (13/12/2022). Mereka mewakili sembilan anggota KPU dari lima kabupaten/kota dan dua provinsi, termasuk pegawai bagian teknis sekretariat KPU di daerah yang telah menyerahkan kuasa, awal Desember lalu.
Somasi disampaikan atas dugaan tindak pidana pemilu, dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu, dugaan malaadministrasi, dan/atau dugaan tindak pidana lainnya, serta pengancaman yang dilakukan anggota KPU beserta jajaran di daerah.
Baca juga: Kirim Somasi, KPU Daerah Minta KPU Hentikan Manipulasi
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia Valina Singka Subekti dalam diskusi ”Tolak dan Usut Praktik Kecurangan Pemilu, Bongkar Kejanggalan Verifikasi Faktual Partai Politik”, yang disiarkan secara daring, Rabu (14/12/2022), mengatakan, jika manipulasi data terbukti, ini akan menjadi catatan buruk dalam proses demokrasi Indonesia. Pemilu sebagaimana diamanatkan konstitusi seharusnya berjalan sesuai asas jujur, adil, dan demokratis.
”Jika ini tidak dilakukan, maka proses dan hasil pemilu kita akan mengundang pertanyaan, akan tidak dipercaya oleh masyarakat. Dan apabila tidak ada trust, ini bahaya menurut saya, akan memunculkan instabilitas, dan akan memengaruhi perjalanan dan kualitas demokrasi kita,” ujar Valina.
Dalam diskusi tersebut, hadir sejumlah mantan anggota KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta para pegiat pemilu. Setidaknya ada 51 tokoh nasional yang meminta kepada penyelenggara pemilu untuk mengedepankan transparansi dalam proses penyelenggaraan pemilu kali ini.
Situasi ini menjadi ironis, lanjut Valina, karena kondisi empiris demokrasi Indonesia menjelang Pemilu 2024 sedang dalam kondisi yang tidak menggembirakan. Ada beberapa catatan. Misalnya, berkaitan dengan empiris politik, sejumlah lembaga survei memotret dinamika kemunduran demokrasi di Indonesia. Hal itu diperparah dengan kondisi ekonomi nasional yang sedang bermasalah akibat pandemi Covid-19.
Catatan lain adalah mengenai isu-isu politik yang dilontarkan oleh elite, seperti menambah masa jabatan presiden atau penundaan Pemilu 2024. Bahkan, beberapa waktu lalu, Ketua MPR Bambang Soesatyo melontarkan wacana perlunya penundaan Pemilu 2024.
Menurut Valina, tidak ada alasan untuk menambah masa jabatan presiden. Tidak ada pula situasi genting yang memaksa harus dilakukan penundaan pemilu. Karena itu, penting sekali bagi penyelenggara pemilu untuk menjaga kualitas pelaksanaan pemilu agar tidak mengundang ketidakpercayaan publik dan tidak pula disusupi agenda-agenda politik yang tidak bertanggung jawab, serta memengaruhi demokrasi.
Pemilu 2024 harus menjadi momentum penting yang patut dijaga, apalagi ingin mengejar Indonesia Emas tahun 2045. Pergantian generasi tidak terhindarkan. Pemimpin-pemimpin baru yang berkualitas juga dibutuhkan dan semua itu dimulai dari pemilu secara khusus dari tahapan verifikasi faktual parpol.
”Dari situ akan memunculkan calon-calon anggota legislatif pusat hingga daerah, itu berawal dari verifikasi faktual parpol. Jadi, verifikasi faktual parpol adalah hulunya, hilirnya itu tahapan pemungutan suara akan menghasilkan anggota parlemen yang baru. Jadi, ini mesti benar-benar kita jaga bersama,” ucap Valina.
Baca juga: Data Hasil Verifikasi Faktual Parpol Diduga Dimanipulasi
Untuk itu, Valina mengimbau kepada KPU agar merespons somasi yang dilontarkan oleh koalisi masyarakat sipil secara positif. KPU perlu merespons itu dengan menghadirkan data empiris mengenai apa yang sesungguhnya terjadi dalam proses verifikasi faktual parpol.
”Setelah itu, KPU mengevaluasi dan memperbaiki kalau memang benar ada kesalahan-kesalahan di situ. Saya berharap juga Sipol tidak hanya bisa dibaca, tetapi juga diakses oleh parpol dan Bawaslu agar ada check and balances. Dengan begitu, hasil dan proses ini benar-benar berintegritas, tak ada sedikit pun cacat dan kesalahan,” kata Valina.
Adu data
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti menambahkan, ada empat prinsip pemilu beritegritas yang harus senantiasa dipegang, yakni jujur, akurat, transparan, dan akuntabel. Namun, ia melihat, temuan dugaan manipulasi verifikasi faktual parpol justru telah memunculkan kekecewaan, pertanyaan, serta keraguan dari masyarakat terhadap proses dan hasil kerja KPU.
Transparansi harus dijunjung tinggi. Sebab, itu artinya apa pun yang dikerjakan oleh KPU, baik proses maupun hasil, harus diketahui oleh publik. ”Sekarang verifikasi faktual ini, kan, melanggar itu. Katanya, menggunakan Sipol (Sistem Informasi Partai Politik) tetapi tidak bisa diakses. Keraguan pun tambah parah,” ujarnya.
Kemudian, berkaitan dengan akuntabilitas, Ramlan berpendapat, KPU harus mampu menjawab pertanyaan dari berbagai pihak, termasuk sejumlah KPU kabupaten/kota terkait dugaan manipulasi data hasil verifikasi faktual parpol. ”Harus dijawab oleh KPU secara terang benderang. Harus adu data, tidak bisa hanya sekadar bilang, ’apa yang dikatakan tidak benar’. Sekarang, buktikan. Kalau KPU akuntabel, maka adu data,” ucapnya.
Ramlan pun mengingatkan agar KPU harus senantiasa bersifat mandiri. Ada dua pengertian mandiri. Pertama, KPU tidak berada di bawah organisasi atau lembaga apa pun. Kedua, KPU semata-mata melaksanakan tahapan sesuai peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Masyarakat Sipil Ungkap Dugaan Manipulasi Data Verifikasi Parpol
Ramlan mengkritisi ketiadaan mekanisme pengawasan yang optimal dalam proses verifikasi faktual parpol. Alhasil, dugaan manipulasi hasil verifikasi faktual terungkap. Padahal, pengawasan itu sangat penting karena transaksi politik antara anggota partai dan KPU kabupaten/kota sangat terbuka.
”Jadi, saya minta itu diatur detail sehingga petugas di lapangan betul-betul punya pegangan, tak hanya berdasarkan aturan KPU. Barang verifikasi faktual ini tidak hanya sekarang. Sejak Pemilu 2004, rayuan itu luar biasa untuk petugas. Ada banyak partai ngasih duit ke petugas dan segala macam. Jadi, ada kemungkinan,” ungkap Ramlan.
Diproses hukum
Mantan anggota KPU, Hadar Nafis Gumay, mengaku prihatin dan geram atas dugaan manipulasi hasil verifikasi parpol. Polemik ini menjadi persoalan yang besar karena diduga justru dilakukan oleh KPU yang merupakan jantung institusi penyelenggara pemilu. Jika tidak diusut tuntas, pemilu bisa jadi berantakan.
”Dugaan-dugaan yang cukup kuat dan saya secara pribadi dan saya yakin yang lain juga punya banyak info dan punya cukup banyak data tentang apa yang terjadi,” ujarnya.
Menurut Hadar, persoalan yang terjadi di KPU perlu segera dibenahi. Oknum-oknum yang terlibat harus diproses hukum agar institusi KPU bisa dibenahi dan kembali bersih. Sebab, masih cukup waktu untuk memperbaiki dan membangkitkan lagi KPU sehingga usulan-usulan mengenai penundaan pemilu bisa ditepis.
Mantan anggota KPU, Evi Novida Ginting Manik, mengingatkan, KPU sebagai penyelenggara pemilu wajib menjaga kepercayaan publik. Hal ini diperlukan agar seluruh tahapan pemilu, termasuk hasil pemilu dipercaya publik. Maka KPU mestinya membuka akses Sipol ke Bawaslu dan masyarakat sipil untuk membuka jejak digital perubahan-perubahan yang terjadi di Sipol sepanjang masa verifikasi parpol.
”Kalau dugaan manipulasi tidak benar, KPU perlu membuktikan sehingga isu bisa ditepis dan bola panas tidak terus bergulir. Apalagi tahapan selanjutnya ada verifikasi dukungan calon anggota DPD,” katanya.
Mantan anggota Bawaslu, Wirdyaningsih, meminta Bawaslu dan jajaran berani menegakkan regulasi serta teguh dalam melaksanakan tugas dan kewajiban. Bawaslu sebagai pengawas pemilu harus bisa menjaga intergitas dan profesionalitas penyelenggara pemilu. Setiap laporan atau temuan pelanggaran yang diketahui harus diproses.
”Jangan runtuhkan kepercayaan publik dengan adanya sifat masif atau mendiamkan kecurangan yang terjadi di depan mata,” ucapnya.