5-7 Persen Eks Narapidana Terorisme Masih Berstatus ”Merah”
Hingga saat ini setidaknya 1.290 eks narapidana terorisme telah menjalani program deradikalisasi. Dari total tersebut, masih terdapat sekitar 5-7 persen eks napiter yang berstatus ”merah”.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO, PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekitar 5-7 persen dari 1.290 eks narapidana teroris masih berstatus ”merah” atau belum bersedia berikrar setia kepada NKRI selepas menjalani hukuman. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT akan terus mengevaluasi dan memonitor hasil pelaksanaan program deradikalisasi agar aksi teror oleh eks narapidana terorisme seperti bom bunuh diri di Kepolisian Sektor Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu, tidak terulang.
Namun, BNPT tidak bisa bergerak sendiri. Dari sisi pencegahan, partisipasi warga sangat penting untuk merangkul mereka kembali ke lingkungan masyarakat. Di sisi lain, peran Polri melalui Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, juga amat dibutuhkan sebagai upaya penegakan hukum.
Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (10/12/2022), mengatakan, hingga saat ini setidaknya 1.290 eks narapidana terorisme (napiter) telah menjalani program deradikalisasi. Dari total tersebut, masih terdapat sekitar 5-7 persen eks napiter yang berstatus ”merah”.
Ironisnya, salah satu eks napiter yang berstatus ”merah” Agus Sujatno atau Agus Muslim, justru melancarkan bom bunuh diri di Kepolisian Sektor Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/12). Agus merupakan terpidana terorisme yang bebas pada Oktober 2021. Agus pernah terlibat teror bom di Cicendo, Bandung, pada 2017. ”Ini tidak mudah karena berkaitan dengan ideologi. Ideologi tentu tidak bisa tiap saat berubah,” ujar Irfan.
Namun, kasus Agus ini tentu akan menjadi bahan evaluasi bagi BNPT. Meskipun sebenarnya, ia menegaskan, dalam program deradikalisasi, proses evaluasi dan monitoring terus-menerus dilakukan.
Dalam menangani eks napiter, lanjut Irfan, BNPT memang harus senantiasa dibantu oleh lembaga lain. Apalagi, eks napiter yang ditangani tersebut masih berstatus ”merah”. Penanganannya harus lebih optimal. Dengan begitu, harapannya, tidak terulang kembali kasus seperti Agus.
Dari segi pencegahan, misalnya, BNPT juga harus dibantu peran serta masyarakat untuk mau menggandeng mereka kembali ke lingkungannya. Selain itu, dari sisi penindakan, penegak hukum juga harus ikut bertanggung jawab.
Hingga saat ini setidaknya 1.290 eks narapidana terorisme (napiter) telah menjalani program deradikalisasi. Dari total tersebut, masih terdapat sekitar 5-7 persen eks napiter yang berstatus ”merah ”.
”BNPT tidak bisa sendiri, negara tidak cukup. Masyarakat tentu mempunyai posisi dalam menerima dan menjaga setiap warga yang berada dalam masyarakat, tetapi tidak bersosialisasi,” ucap Irfan.
Apalagi, hingga kini, ada saja napiter yang bebas dari hukuman. Hisyam bin Alizein alias Umar Patek, terpidana teror bom Bali, misalnya, dikeluarkan dari Lapas Kelas I Surabaya dengan program pembebasan bersyarat, Rabu lalu.
Irfan mengungkapkan, Umar Patek akan terus mengikuti kegiatan deradikalisasi oleh BNPT melalui sub-direktora bina masyarakat. Dari situ, perkembangan perilaku Umar Patek akan terus dimonitor. ”UP (Umar Patek) juga kooperatif,” katanya.
Program jangka panjang
Secara terpisah, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, seusai peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, mengatakan, kepolisian masih mendalami peristiwa bom bunuh diri di Kepolisian Sektor Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu lalu. Namun, ia memastikan pelaku adalah napi teroris yang sudah dibebaskan, tetapi masih terdoktrin dan melakukan hal yang serupa.
Dalam upaya pencegahan terorisme di Jawa Barat, Ridwan menegaskan, di zaman kepemimpinannya memiliki program jangka panjang dengan melahirkan kurikulum antiradikalisme dan deterorisme di level SMA/SMK untuk berbagai tugas.
”Jadi, BNPT dan Densus 88 Polri di penegakan, kami di pencegahan melakukan kurikulum di anak-anak, minimal generasi barunya lebih tangguh dan kuat membela Pancasila,” kata Ridwan.
Pascaperistiwa bom bunuh diri, kata Ridwan, kepolisian terus bersiaga, apalagi menjelang Natal dan Tahun Baru. Meskipun demikian, masyarakat harus tetap tenang. Ia berharap, kepolisian sudah lebih siap menghadapi akhir tahun.