Beda dengan BAP, Pembantu Sambo Bersihkan Bercak Darah Brigadir J Setelah Diperintah
Selain bercak darah Brigadir J, asisten rumah tangga di rumah dinas bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo, Daryanto, juga sempat membersihkan kamar Putri Candrawathi, istri Sambo.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Asisten rumah tangga di rumah dinas bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo, Daryanto, mengaku diperintah seseorang untuk membersihkan bercak darah Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat tidak lama setelah ditembak di rumah dinas Sambo, di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, 8 Juli lalu. Keterangan Daryanto berbeda dengan yang disampaikannya saat diperiksa penyidik.
Hal itu terungkap dalam sidang dengan agenda pemeriksaan saksi terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (31/10/2022).
Dalam kesempatan itu, enam orang saksi dihadirkan dan diperiksa sekaligus. Selain Daryanto yang bertugas sebagai asisten rumah tangga (ART) di rumah dinas Duren Tiga, diperiksa pula Abdul Somad selaku ART di rumah Jalan Bangka; Alfonsius Dua Lurang selaku petugas keamanan di rumah Jalan Bangka; Damianus Laba Kobam selaku petugas keamanan keluarga Ferdy Sambo; Marjuki selaku petugas keamanan lingkungan Kompleks Polri Duren Tiga; serta Leonardo Sambo, kakak kandung Ferdy Sambo.
Sidang dipimpin oleh Wahyu Iman Santosa dengan didampingi Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono sebagai hakim anggota.
Dalam sidang, Daryanto mengaku setiap hari bekerja di rumah Duren Tiga. Ia sudah bekerja dengan Sambo sejak 2010. Selain membersihkan rumah, Daryanto juga bertugas mengantar dan menjemput anak-anak Sambo ke sekolah.
Pada 8 Juli, Daryanto mengaku mengetahui kedatangan rombongan Putri Candrawathi, istri Sambo, ke rumah dinas Duren Tiga, sekitar pukul 17.00. Ia didampingi tiga ajudan Sambo yang juga jadi terdakwa dalam kasus ini, yakni Ricky Rizal, Nofriansyah, dan Eliezer, serta sopir keluarga Sambo, Kuat Ma'ruf.
Daryanto menyebut, maksud kedatangan mereka untuk isolasi mandiri. Namun, hal itu langsung dibantah majelis hakim yang mengatakan bahwa pada pemeriksaan sebelumnya, empat orang ajudan Sambo menyatakan, rumah dinas Duren Tiga tidak biasa untuk isolasi mandiri. Sebab, ketika Sambo terkena Covid-19, ia isolasi mandiri di rumah Jalan Bangka.
Setelah Putri dan rombongan masuk ke dalam rumah dinas, kata Daryanto, sekitar 10 menit kemudian, Sambo datang dan segera masuk ke dalam rumah. Daryanto mengaku tidak mengetahui yang terjadi selanjutnya karena ia berada di luar rumah.
"Terdengar suara tembakan?" tanya ketua majelis hakim.
"Terdengar. Lebih dari 1 kali," jawab Daryanto.
"Lebih dari 6 kali?" tanya ketua majelis hakim kembali.
"Saya tidak menghitung. Saya berlari keluar dari rumah. Di luar, di pinggir jalan. Saya menanyakan ke Romer, Om, ada apa? Tidak ada jawaban," kata Daryanto menyebut salah seorang ajudan Sambo, Adzan Romer.
Setelah suara tembakan, Daryanto melihat Sambo keluar rumah. Selanjutnya, Daryanto melihat Ricky keluar rumah. Menurut Daryanto, Sambo mengatakan ke Romer agar dirinya menelepon ambulans.
Terkait kematian Nofriansyah, Daryanto mengaku mendengar dari percakapan dua orang polisi yang saat itu berada di garasi Duren Tiga, pada 8 Juli malam. Salah seorang polisi bertanya siapa yang ditembak, kemudian dijawab Nofriansyah oleh polisi lainnya. Ketika ditanya jaksa penuntut umum, Daryanto mengaku membersihkan bercak atau noda darah atas perintah seseorang. Namun ia mengaku lupa orang yang memerintahnya.
Terkait hal itu, jaksa mengingatkan bahwa di berita acara pemeriksaan (BAP), Daryanto mengatakan, tidak ada yang memerintahkan dirinya untuk membersihkan bercak darah tersebut.
Ia membersihkan dengan serokan untuk darah yang menempel di lantai dan dengan kanebo untuk bercak darah yang menempel di dinding. Ia membersihkan hingga pukul 24.00 tengah malam.
Daryanto mengatakan, ia membersihkan tidak hanya bercak darah di depan kamar mandi, namun juga kamar Putri.
"Bukankah saudara tadi bilang sudah dibersihkan?" tanya jaksa kembali.
"(Kamar) Berantakan. Agak sedikit berantakan seprainya. Tidak ada baju bekas. Hanya ada baju laundry di kasur," ujar Daryanto.
Kamera pengawas
Selain mendalami kejadian sebelum dan setelah penembakan Nofriansyah, hakim mendalami soal kamera pengawas di rumah Duren Tiga. Majelis hakim mengatakan, di dalam BAP, Daryanto menyebut ada kamera pengawas di dalam rumah Duren Tiga. Ketika ditanya apakah kamera itu berfungsi, Daryanto menjawab, kamera pengawas sudah mati sejak 15 Juni lalu.
Namun, majelis hakim mengingatkan Daryanto agar tidak menambah laporan palsu. Sementara, Daryanto tetap kukuh bahwa kamera pengawas mati sejak 15 Juni 2022.
"Tahu dari mana tanggal 15 Juni?" tanya ketua majelis hakim.
"Saya buka CCTV, tanggal 15 Juni," jawab Daryanto.
"Jangan kau karang yang aneh-aneh," ujar ketua majelis hakim.
Melapor ke Kuat
Pada Jumat sore, beberapa saat sebelum kejadian penembakan Nofriansyah, jaksa menyebut bahwa Daryanto sempat melaporkan kepada Kuat bahwa pintu pagar rumah dinas Duren Tiga dalam keadaan tidak dikunci. Terkait hal itu, Daryanto mengatakan, hal itu merupakan rutinitasnya. Namun, jaksa mengingatkan bahwa pada saat itu, Kuat sudah beberapa lama ditugaskan Sambo untuk menjaga anak Sambo di Magelang.
"Lalu apa relevansinya bilang ke Kuat bahwa rumah tidak dikunci," tanya jaksa.
"Spontan," jawab Daryanto.
"Kenapa tiba-tiba bilang ke kuat?" tanya jaksa kembali.
"Yang paling pertama (bertemu) Om Kuat," jawab Daryanto.
"Apa urusannya?" tanya jaksa.
"Hanya mengatakan saja," ujar Daryanto.
Ketika ketua majelis hakim menanyakan bahwa laporan itu memperlihatkan bahwa rumah dinas Duren Tiga sudah dikondisikan sebagai tempat untuk mengeksekusi Nofriansyah, Daryanto menjawab tidak tahu. Terkait hal itu, Daryanto menyebut, Kuat hanya mengiyakan.
Senjata Sambo
Dalam pemeriksaan saksi tersebut, Leonardo mengaku diminta oleh Putri untuk mengamankan senjata Sambo yang masih berada di rumah. Sementara, saat itu Sambo sudah ditahan di Mako Brimob.
"Saya diminta Ibu Putri untuk mengamankan senjata beliau karena sudah tidak ada lagi polisi (di rumah Sambo), maka saya bawa itu ke Bareskrim," kata Leonardo.