Kesiapan Ganjar Pranowo menjadi capres dinilai sebagai tanda bahwa ia tak bisa lagi menghindar dari realitas politik. Sikap itu pun dinilai dapat membuka ruang dialog di antara sukarelawan pendukungnya dan pemilih.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO, KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai salah satu figur potensial bakal calon presiden, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku dihadapkan pada dua realitas politik. Pertama, sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, ia harus menghormati proses politik di dalamnya, juga relasi antarpartai yang tengah terbangun. Realitas kedua adalah hasil survei yang memotret suara publik yang tidak bisa diabaikan.
Nama Ganjar Pranowo belakangan menduduki posisi teratas elektabilitas dari hasil sejumlah lembaga survei. Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia yang digelar akhir September 2022, misalnya, kader PDI-P itu berada di peringkat pertama dengan elektabilitas mencapai 29 persen apabila maju sebagai calon presiden (capres) 2024. Dalam survei tersebut, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berada di posisi kedua dengan raihan 19,6 persen, dan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan 17,4 persen.
Ada pula hasil survei Charta Politika yang digelar pertengahan September 2022. Elektabilitas Ganjar berada di posisi puncak bursa capres, yakni sebesar 31,3 persen. Kemudian, disusul Prabowo dengan elektabilitas 24,4 persen, dan Anies 20,6 persen.
Ganjar saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (19/10/2022), mengatakan, konsentrasi utama dirinya saat ini adalah mengurusi Jawa Tengah. Sebab, ada sejumlah tugas yang ada di depan mata, meliputi siaga bencana, penanganan inflasi, menyiapkan tanaman pangan pendamping padi untuk ketahanan pangan, serta mendorong Badan Riset dan Inovasi Daerah agar segera bekerja untuk mengantisipasi situasi global yang masih belum baik.
Saat ditanyakan soal kesiapannya untuk maju di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Ganjar menyebut, setidaknya ada dua realitas yang patut dilihat. Pertama, dirinya merupakan anggota PDI-P dan ada proses politik di dalam partai yang harus dihormati. Selain itu, relasi yang sekarang dibangun oleh partai-partai juga patut dihormati.
Kedua, ada realitas sosial yang terlihat dari sejumlah hasil survei. Realitas survei ini pasti dijadikan pertimbangan partai-partai. Namun, perlu diingat pula, ada aturan konstitusi di mana yang bisa mengusulkan capres adalah partai atau gabungan partai-partai.
”Untuk PDI-P, hal itu menjadi prerogatif Ketum Bu Mega (Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri),” ujar Ganjar.
Ketika PDI-P belum memutuskan, nama Ganjar sebagai bakal capres telah disuarakan sejumlah partai politik. Partai Amanat Nasional (PAN), misalnya, menyebutkan nama Ganjar sebagai salah satu dari sembilan bakal capres yang bisa diusung. Dukungan pada Ganjar juga disuarakan sejumlah pengurus daerah PAN, seperti DPW PAN Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Dukungan serupa juga muncul dari sejumlah pengurus daerah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), seperti DPW PPP Banten, Sulawesi Selatan, serta Sumatera Utara. Seperti diketahui, PAN dan PPP bersama Golkar tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu. Di luar parpol yang memiliki kursi di DPR, nama Ganjar juga diusulkan sebagai bakal capres oleh Partai Solidaritas Indonesia.
Terhadap dukungan dari partai lain tersebut, Ganjar menyebutkan bahwa hal itu urusan internal setiap partai karena mereka memiliki mekanisme sendiri-sendiri. Namun, ia meyakini, antarpartai akan saling menimbang. Apalagi, dengan adanya dua realitas yang telah ia sebutkan di awal. ”Itulah penghormatan saya kepada PDI-P dan partai-partai sebagai pemegang otoritas,” ujarnya.
Dalam wawancara dengan kanal Youtube BeritaSatu, Selasa (18/10/2022), Ganjar mengaku siap jika dirinya dideklarasikan sebagai calon presiden 2024. ”Untuk bangsa dan negara ini, apa sih yang kita tidak siap?” katanya.
Memperjelas situasi
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, pernyataan kesiapan Ganjar untuk menjadi capres menunjukkan bahwa dia tidak bisa lagi menghindar dari realitas politik. Selain berstatus sebagai kader PDI-P, Ganjar juga merupakan tokoh potensial capres dengan elektabilitas tertinggi berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga.
Dalam statusnya sebagai anggota partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu, ruang gerak Ganjar terbatas dengan aturan yang melarang seluruh kader untuk berbicara mengenai pilpres. Namun, sebagai tokoh potensial capres, ia juga bertanggung jawab untuk memberikan pernyataan kepada sejumlah besar masyarakat yang telah memilih dan mendorongnya untuk berkontestasi di Pilpres 2024.
Menurut Yunarto, tekanan politik itu tak lagi bisa dihindari setelah adanya deklarasi dari dua tokoh potensial capres lain, yakni Prabowo dan Anies. Gerindra mendeklarasikan Prabowo sebagai bakal capres pada 12 Agustus lalu, sedangkan dukungan kepada Anies dideklarasikan oleh Partai Nasdem pada 3 Oktober. Manuver tersebut telah mempercepat pertarungan di antara parpol-parpol untuk memperebutkan tiket pencalonan presiden.
Selain itu, dukungan terhadap Ganjar dari pengurus daerah sejumlah parpol, di antaranya PPP dan PAN, juga terus bermunculan. ”Otomatis, itu menjadi tekanan bagi Ganjar sehingga sulit untuk menghindar lagi dari realitas politik. Ganjar bicara dalam kapasitas yang lebih besar dari seorang kader PDI-P saja,” kata Yunarto.
Ia memandang, pernyataan kesiapan yang untuk pertama kalinya disampaikan oleh Ganjar ini telah memberikan jawaban yang jelas pada sejumlah pihak, mulai dari parpol-parpol yang masih ragu untuk memberikan dukungan, publik yang sudah memilihnya, dan sukarelawan yang telah mendukungnya.
Meski berisiko membuat Ganjar kembali diserang oleh elite PDI-P yang tidak mendukungnya, langkah ini setidaknya dapat memberikan pendidikan politik bagi publik sekaligus membuka ruang dialog di antara sukarelawan dan pemilih. ”Ruang dialog di antara sukarelawan dan pemilih menjadi terbuka, dari yang tadinya mereka hanya ada dalam posisi pasif menunggu keputusan partai asalnya Ganjar sekarang sudah bisa melihat bahwa peluang dan harapan itu ada,” kata Yunarto.