Selubung Misteri Calon RI-1 di Pertemuan Batutulis
Setahun jelang pendaftaran Pilpres 2024 pada Oktober 2023, pertemuan di Istana Batutulis, Bogor, kembali terjadi. Apa makna pertemuan Batutulis dalam percaturan politik Pilpres 2024?

Suasana pertemuan antara Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Joko Widodo di Istana Batutulis, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/10/2022).
- Pertemuan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo di Istana Batutulis memunculkan beragam analisis.
- Dalam tiga periode siklus kepemimpinan nasional terakhir, Istana Batutulis jadi pilihan Megawati untuk mengambil keputusan penting.
- Pilihan PDI-P dalam Pilpres 2024 ditunggu oleh parpol-parpol lainnya.
Sejarah berulang di Istana Batutulis. Dalam tiga periode kepemimpinan nasional terakhir, tempat peristirahatan favorit Presiden RI Pertama, Soekarno, semasa hidupnya itu, kerap dipilih Megawati Soekarnoputri sebagai lokasi untuk mengambil keputusan penting. Calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan selalu disiapkan, lalu diputuskan di istana yang terletak di sudut Kota Bogor, Jawa Barat, itu.
Jejak pengambilan keputusan penting di Istana Batutulis setidaknya terekam dalam dua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Suatu hari di tahun 2014, Jokowi yang masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pernah diminta datang makan malam bersama Megawati di sana. Momentum itu menjadi awal pengambilan keputusan politik Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu untuk mengusung Jokowi sebagai calon presiden (capres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 (Kompas, 24/10/2017).
Makan malam serupa terjadi lagi di tengah periode pertama kepemimpinan Jokowi sebagai presiden. Pada Minggu, 22 Oktober 2017, Megawati kembali mengundang Jokowi ke Istana Batutulis, menyantap sayur lodeh kesukaan Bung Karno, yang dimasak sendiri oleh Megawati.
Namun, kala itu satu pertemuan belum cukup untuk mengambil keputusan. Empat bulan setelahnya, Selasa, 20 Februari 2018, di tempat yang sama, Megawati kembali bertemu empat mata dengan Jokowi. Pertemuan yang dimaksud merupakan penentu akhir sebelum mendeklarasikan Jokowi secara mendadak sebagai capres 2019 dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III PDI-P di Hotel Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar, Bali, tiga hari setelahnya.

Presiden Joko Widodo kembali bertemu dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Sukarnoputri di Batu Tulis, Bogor, Selasa (12/6/2018).
Jauh sebelum pencalonan Jokowi, istana yang sebelumnya diharapkan Soekarno menjadi tempat pemakamannya itu juga merupakan bagian penting dari perjalanan politik Megawati. Penentuan capres dan cawapres bersama dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat mengikuti Pilpres 2009 juga diputuskan di sana.
Kini, setahun menjelang pendaftaran Pilpres 2024 pada Oktober 2023, pertemuan di Istana Batutulis kembali terjadi, Sabtu (8/10/2022). Selama dua jam berbincang, Megawati menjamu Presiden Jokowi dengan aneka suguhan, mulai dari jagung, kacang bogor, pisang rebus, talas, dan nasi uduk, makanan khas kerakyatan.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto yang melihat pertemuan tersebut mengatakan, keberlanjutan kepemimpinan nasional merupakan salah satu hal yang dibicarakan Megawati dan Presiden Jokowi. Keduanya memandang, Pemilu 2024 merupakan momentum mempersiapkan pemimpin bangsa. Jumlah penduduk Indonesia yang besar serta tantangan zaman yang kian berat perlu dijawab oleh pemimpin yang sudah memiliki rekam jejak panjang.
”Ini semua dilakukan demi masa depan bangsa dan negara, untuk kesinambungan kepemimpinan sejak Bung Karno, Bu Mega, Pak Jokowi, dan kepemimpinan yang akan datang,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Minggu (9/10/2022).

Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto.
Hasto mengakui, ada aspek historis yang kuat dalam setiap pertemuan di Istana Batutulis. Di tempat itu, Megawati mempersiapkan Jokowi sebagai capres sejak masih menjabat sebagai Gubernur DKI. Pertemuan pekan lalu juga dirasa memerlukan suasana yang kontemplatif sehingga lokasi tersebut kembali dipilih.
Ia tidak memungkiri, ada keputusan penting yang tercetus, terutama terkait kebijakan ekonomi rakyat yang dibutuhkan di tengah krisis global. Namun, mengenai capres 2024 ia tak menjelaskan lebih rinci.
”Suasana kebatinannya itu yang (memungkinkan) untuk mengambil keputusan atas berbagai persoalan fundamental bagi bangsa dan negara,” katanya.
Ia tidak memungkiri, ada keputusan penting yang tercetus, terutama terkait kebijakan ekonomi rakyat yang dibutuhkan di tengah krisis global. Namun, mengenai capres 2024 ia tak menjelaskan lebih rinci. Kata Hasto, urusan capres akan disampaikan Megawati pada momentum lain. PDI-P tak ingin terburu-buru, karena bagi partai berlambang kepala banteng itu, bukan efek ekor jas yang diincar dari pencalonan, melainkan kepemimpinan yang didasarkan kesadaran atas masa depan bangsa.
Presiden Jokowi dalam konferensi pers di Istana Negara, Senin (10/10/2022), juga mengakui, persoalan Pemilu 2024 tak luput dibicarakan dalam pertemuannya dengan Megawati. Namun, ia menegaskan, belum ada nama capres yang diputuskan oleh Megawati. ”Tanyakan Bu Mega, wong kandidatnya belum diputuskan oleh PDI-P, kan,” ujarnya menjawab pertanyaan wartawan.

Presiden Joko Widodo saat wawancara denhan harian Kompas di Veranda Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (14/8/2022).
Megawati yang juga hadir di Istana Negara saat itu juga tidak mau berkomentar. ”Ndak boleh, tadi sudah sama presiden,” katanya (Kompas.id, 10/10/2022).
Dua kader
Sekalipun nama capres belum ditentukan, intensi mempersiapkan sosok pemimpin untuk menghadapi Pilpres 2024 tersirat dari penugasan khusus untuk Ketua DPP PDI-P Puan Maharani. Berdasarkan Rakernas II PDI-P 2022, pada Juni lalu, Megawati memberikan amanat langsung kepada putrinya itu untuk menjalin komunikasi politik dengan para ketua umum parpol. Dalam dua bulan terakhir, Puan sudah menemui Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Menurut rencana, Puan juga masih akan menemui ketua umum parpol lainnya. Tak hanya itu, ia juga aktif bergerak di akar rumput, menemui kader PDI-P di daerah dalam berbagai acara konsolidasi partai. Pergerakan intens dari atas hingga arus bawah itu rupanya membuahkan hasil. Merujuk survei Indikator Politik Indonesia pada September 2022 yang dirilis pada bulan Oktober, elektabilitas Puan mencapai 3,2 persen, melesat empat kali lipat dibandingkan Juni (0,8 persen).
Meski demikian, kenaikan elektabilitas Puan belum mampu menyusul kader PDI-P lainnya, yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Berdasarkan survei yang sama, elektabilitas Ganjar mencapai 30 persen, naik dibandingkan pada bulan Juni, yakni 29,2 persen. Dengan raihan tersebut, tren elektabilitas Ganjar berada di posisi puncak capres pilihan publik. Survei berbagai lembaga menunjukkan, elektabilitas Ganjar hanya disusul Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang elektabilitasnya di angka 20-an persen.

Ketua DPR Puan Maharani (tiga dari kiri) dalam salah satu kunjungan kerjanya ke Badung, Bali, Rabu (28/9/2022).
Padahal, Ganjar bukan elite PDI-P. Alih-alih menerima tugas khusus, geraknya justru terbatas. Ia bersama kepala daerah lainnya dari PDI-P diminta fokus bertugas di daerah masing-masing. Keperluan ke luar daerah harus didasarkan pada undangan dan surat tugas dari DPP PDI-P.
Akan tetapi, di sejumlah kesempatan, Presiden terlihat dekat dengan Ganjar. Setidaknya sejak April lalu, Presiden Jokowi selalu didampingi Ganjar ketika mengadakan kunjungan kerja ke Jawa Tengah. Bahkan, saat menghadiri acara peletakan batu pertama Wavin Manufacturing Indonesia di Batang, Jawa Tengah, Senin (3/10/2022), Presiden Jokowi naik mobil dinas kepresidenan bersama Ganjar.
Sejumlah elite parpol di luar PDI-P juga menyebut, Presiden Jokowi telah menyiapkan sekoci untuk memajukan Ganjar di Pilpres 2024 jika tidak mendapatkan tiket pencalonan dari Megawati. Kendaraan alternatif yang dimaksud dibentuk melalui Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Partai Nasdem juga sempat disebut sebagai sekoci lain, tetapi partai tersebut belakangan justru mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capres (bacapres) karena terputusnya komunikasi dengan Ganjar.

Presiden Joko Widodo saat membagikan bantuan langsung kepada para penerima manfaat seusai berkeliling Pasar Muntilan, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, Sabtu (21/5/2022). Turut mendampingi Presiden dan Ibu Iriana Joko Widodo pada kunjungan tersebut, antara lain, Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Dua pilihan waktu
Di saat PDI-P berjibaku dengan kader-kader potensialnya di internal, dua parpol lain memilih start lebih awal, mendeklarasikan bacapres meski belum memiliki tiket pendaftaran karena tak memenuhi ambang batas pencalonan presiden. Kedua parpol yang dimaksud adalah Gerindra yang mendeklarasikan Prabowo Subianto pada Agustus 2022, juga Nasdem yang mengumumkan dukungan terhadap Anies Baswedan, awal Oktober.
Baca juga: Parpol Kian Intens Bahas Capres 2024
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting Sirojudin Abbas melihat, deklarasi dini bacapres dilakukan dua parpol tersebut karena dapat memberikan insentif elektoral baik bagi partai maupun tokoh yang didukung. Hal itu terbukti dari kenaikan elektabilitas Gerindra pasca-deklarasi Prabowo. Begitu juga bertambahnya kader Nasdem yang berasal dari simpatisan Anies.
Gaya khas PDI-P mengumumkan capres di waktu-waktu akhir jelang pendaftaran masih relevan, bahkan menguntungkan. Sebab, misteri dan kontroversi tokoh yang akan diusung akan menjadikan partai sebagai pusat perhatian publik. Daya tarik seperti ini yang tidak dimiliki parpol lainnya.
Namun, menurut dia, PDI-P tidak punya kebutuhan untuk melakukan deklarasi dini karena sudah mengantongi tiket pencalonan capres. PDI-P merupakan satu-satunya partai yang sudah memenuhi ambang batas pencalonan presiden berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yakni memiliki setidaknya 20 persen kursi di DPR dan 25 persen perolehan suara nasional.
”Jika PDI-P sudah deklarasi, pertarungan menjadi tidak menarik lagi. PDI-P akan kehilangan magnet utamanya,” kata Sirojudin.
Oleh karena itu, gaya khas PDI-P mengumumkan capres di waktu-waktu akhir menjelang pendaftaran masih relevan, bahkan menguntungkan. Sebab, misteri dan kontroversi tokoh yang akan diusung akan menjadikan partai sebagai pusat perhatian publik. Daya tarik seperti ini yang tidak dimiliki parpol lainnya.

Sirojudin Abbas
”PDI-P juga ditunggu dan diharapkan partai-partai lain sebagai partner koalisi sehingga nilai tawarnya dalam negosiasi koalisi menjadi makin tinggi,” ujar Sirojudin.
Selain itu, simpati dan komitmen pemilih kepada tokoh yang diharap akan diusung PDI-P juga akan semakin tinggi ketika ia semakin dipersepsikan ada pada posisi yang kurang diuntungkan oleh sikap sejumlah elite partai.
Baca juga: Presiden Sebut Pertemuan dengan Megawati untuk Jaga Stabilitas Politik
Namun, menurut pengajar politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Adi Prayitno, jika dikalkulasikan secara politik, deklarasi dini akan jauh lebih menguntungkan ketimbang deklarasi menjelang waktu pendaftaran. Apalagi jika PDI-P memutuskan untuk mengusung figur yang elektabilitasnya rendah.
Dengan deklarasi dini, partai memiliki waktu sosialisasi yang panjang bagi calon sebelum memasuki tahapan pilpres sehingga calon bisa leluasa berkampanye tanpa terbentur banyak aturan administratif. Kesempatan untuk mengonversi suara pemilih internal yang cenderung diberikan kepada kader PDI-P lainnya juga masih bisa dilakukan.
”Satu-satunya kelemahan yang harus diantisipasi dari deklarasi dini adalah kebosanan publik. Namun, hal itu bisa disiasati dengan kreativitas menciptakan beragam model kampanye dan komunikasi publik yang menyentuh langsung para pemilih,” kata Adi.

Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, di ruang tunggu Kompas TV, Minggu (5/8/2018) malam.
Lain halnya jika PDI-P mengusung kader dengan tingkat elektabilitas yang sudah dominan. Itu akan menggenapi kekuatan partai yang jadi pemenang Pemilu 2014 dan 2019 sekaligus pemilik king and queen maker yang sangat berpengaruh dan bisa mengubah konfigurasi politik nasional. Oleh karena itu, deklarasi di tikungan terakhir tak akan menimbulkan masalah berarti.
Menurut Adi, ini saatnya bagi PDI-P memperhitungkan peluang kemenangan sosok yang akan diusung ketika dikontestasikan dengan figur dari parpol lain. Untuk itu, menjelang 2024, PDI-P tak bisa sekadar mengandalkan strategi yang sudah biasa digunakan, tetapi juga harus lentur sesuai dengan konteks yang dihadapi.
Soal strategi dan waktu deklarasi, tentu tak luput diperhitungkan. Apalagi, sudah ada pertemuan di Istana Batutulis yang konon menjadi tempat lahirnya keputusan politik penting Megawati dari masa ke masa. Seperti kata sejarawan Arnold J Toynbee, sejarah bergerak dalam satu siklus berulang, hanya saja akan muncul dalam wujud yang berbeda, lebih halus, kian sempurna.
Biar sejarah yang menyingkap selubung misteri calon pemimpin nasional yang masih ditimbang-timbang Megawati.