Adu Kuat Daya Pikat Puan dan Ganjar Menuju 2024
Dua figur potensial capres PDI-P, Ganjar Pranowo dan Puan Maharani, kian intens tebar pesona ke publik. Elektabilitas Puan terlihat meningkat meski masih jauh dari Ganjar. Hanya tsunami politik yang bisa mengubah ini.

Puan Maharani (kiri) dan Ganjar Pranowo (kanan)
- Survei Charta Politika pada September 2022, Ganjar Pranowo memiliki elektabilitas 31,3 persen, sedangkan Puan Maharani 2,4 persen.
- Berkaca dari pengalaman di Pemilu 2014 dan 2019, kemenangan PDI-P bisa diraih karena memadukan dua variabel, yakni basis massa ideologis partai dan magnet elektoral yang berasal dari sosok capres.
- PDI-P memiliki banyak kader yang menonjol karena hasil kerjanya.
Sambil menunggu keputusan Megawati Soekarnoputri terkait pencalonan presiden, dua kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Puan Maharani dan Ganjar Pranowo , kian gencar menebar pesona ke berbagai kalangan. Dengan gaya dan medium yang berbeda, keduanya terus beradu daya pikat untuk menggaet simpati publik.
”Puan presiden! Puan presiden!” teriakan itu terdengar dari kerumunan warga yang menyambut kedatangan Puan Maharani ke Desa Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Kamis (22/9/2022). Tak hanya berteriak, mereka juga berebut untuk bersalaman dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu.
Puan yang hadir bersama dengan sejumlah anggota Fraksi PDI-P di DPR pun menanggapi sambutan itu lalu berdialog, bahkan membuat pupuk bersama dengan para warga yang berprofesi sebagai petani itu. ”Saya berkeliling bertemu warga dalam rangka kunker (kunjungan kerja), menyerap aspirasi warga. Kalau ada yang teriak dan nyatakan seperti itu (Puan Presiden), ya, alhamdulillah,” ujarnya.
Meski demikian, kata Puan, tiket pencalonan presiden untuk Pilpres 2024 merupakan hak prerogatif dari Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Sebagai kader, ia hanya konsisten melaksanakan pesan ketua umum untuk terus turun ke lapangan guna memahami dan membantu menyelesaikan permasalahan rakyat.
Baca juga: Tekad Bulat PDI-P Mengejar ”Hattrick” Kemenangan Pemilu

Ketua DPR Puan Maharani (tiga dari kiri) dalam salah satu kunjungan kerjanya ke Badung, Bali, Rabu (28/9/2022).
Upaya Puan menemui masyarakat bukan hanya di Majalengka. Setidaknya, setelah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI-P akhir Juni lalu, aktivitasnya semakin intens. Puan seolah berada di mana-mana. Misalnya, ia menemui para remaja perempuan di Bali; menanam pohon dan menebar benih ikan bersama para ibu di Danau Toba, Sumatera Utara; hingga menghadiri final lomba senam yang memperebutkan Piala Puan Maharani untuk para perempuan se-Jawa Tengah di Semarang. Tidak hanya itu, ia juga menyelenggarakan turnamen bola basket antar-perguruan tinggi se-Indonesia dengan nama Puan Maharani Cup 2022 di Gelora Bung Karno, Jakarta; berdialog dengan para santri di Pondok Pesantren Mahasina Bekasi, Jawa Barat; serta meninjau unit pengolahan beras di Karawang, Jawa Barat.
Di sela kunjungannya ke sejumlah daerah itu, Puan juga intens menemui kader PDI-P di daerah dalam acara-acara konsolidasi partai. Tak sebatas itu, ia juga bergerak ”mendekati” para elite dari partai politik lain. Dalam dua bulan terakhir, ia sudah bertemu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, serta yang terbaru, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar. Gerak Puan ini pun disebut akan berlanjut ke elite-elite parpol lainnya. Safari politik Puan ini juga amanat dari Megawati agar Puan menjalin komunikasi dengan parpol lain.
Intensitas pergerakan Puan di level elite hingga akar rumput itu tampak membuahkan hasil. Merujuk survei Charta Politika periode September 2022, elektabilitas Puan mencapai angka 2,4 persen. Raihan itu menempatkannya pada posisi keenam dari 10 besar tokoh potensial capres pilihan publik. Tingkat elektabilitas Puan juga meningkat dibandingkan dengan survei yang sama pada Juni 2022, yakni 1,8 persen, dan tidak ada dalam barisan 10 besar.
Nama Puan juga muncul dalam tujuh besar tokoh potensial capres dalam survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) periode Agustus 2022 terhadap pemilih milenial yang berusia 17-39 tahun. Survei merekam, elektabilitas Puan 1,1 persen.
Baca juga: Rakyat Berembuk Cari Capres, Parpol Pun Menuai Hasil
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F09%2F25%2F81eb8bac-d971-4f91-946e-015394dcc3c2_jpg.jpg)
Puan Maharani (kiri) bersama Muhaimin Iskandar seusai ziarah bersama ke makam almarhum Taufiq Kiemas, ayah Puan Maharani, di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, Minggu (25/9/2022).
Ketua DPP PDI-P Utut Adianto mengatakan, peningkatan elektabilitas Puan merupakan hal yang perlu disyukuri. Hal itu merupakan buah dari kerja Puan yang fokus untuk turun ke masyarakat. Terkait dengan komunikasi dengan elite parpol, dalam waktu dekat Puan juga akan bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Namun, Utut tidak menjelaskan seberapa besar target elektabilitas yang dipasang oleh Puan menjelang Pilpres 2024 dari berbagai safarinya. ”Kalau target, kan, kita kerja saja,” katanya ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/9/2022).
Dominan, tetapi stagnan
Hanya saja, meski elektabilitasnya terlihat meningkat, capaiannya masih jauh dari elektabilitas kader PDI-P lainnya, Ganjar Pranowo. Survei oleh banyak lembaga survei bahkan menempatkan Gubernur Jawa Tengah itu di posisi puncak elektabilitas capres pilihan publik. Survei Charta Politika pada September 2022, misalnya, merekam, Ganjar memiliki elektabilitas 31,3 persen. Ia unggul atas Prabowo Subianto (24,4 persen) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (20,6 persen).
Padahal, gerak Ganjar terbatas. Pasca-Rakernas PDI-P, Juni lalu, Ganjar bersama kepala daerah lainnya dari PDI-P diminta fokus menjalankan tugas di daerah masing-masing. Keperluan ke luar daerah harus didasarkan pada undangan dan surat tugas dari DPP PDI-P.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2020%2F05%2F24%2Fgp3_1590295698_jpg.jpg)
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengadakan gelar griya atau open house secara daring dari rumah dinasnya di Kota Semarang, Minggu (24/5/2020), seusai shalat Idul Fitri.
Akibatnya, dalam beberapa bulan terakhir, Ganjar terlihat hanya aktif berkeliling di kota-kota di Jawa Tengah. Dan seperti biasa, ia mengoptimalkan media sosial untuk memublikasikan kegiatan-kegiatannya sekaligus mengenalkan dirinya ke publik. Unggahan di akun media sosialnya tak pernah absen setiap hari memperlihatkan berbagai kegiatan dan isu yang menjadi perhatian, mulai dari agenda protokoler gubernur, pendekatan ke masyarakat, hingga komitmen penegakan hukum.
Terbatasnya ruang gerak Ganjar ini terlihat berimplikasi pada pergerakan elektabilitas Ganjar. Masih mengacu pada survei dari Charta Politika, elektabilitas Ganjar saat survei September hanya naik 0,1 persen dibandingkan dengan survei pada periode Juni lalu, yakni 31,2 persen. Padahal, sebelumnya, ketika gerak Ganjar lebih leluasa ke luar Jawa Tengah, elektabilitasnya terus meningkat. Ganjar bahkan bisa menyalip Prabowo Subianto yang sebelumnya selalu di posisi puncak.
Sulit terkejar
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, dari segi kuantitatif elektabilitas, Puan dan Ganjar berada dalam level yang berbeda. Secara statistik, akan sulit bagi Puan mengejar elektabilitas Ganjar. ”Hal itu hanya bisa terjadi kalau ada efek kejut yang luar biasa dari Puan atau terjadi tsunami politik terhadap Ganjar,” ujarnya, Rabu (28/9/2022).
Dengan elektabilitas Puan yang rendah, ia pun memperkirakan, PDI-P justru akan terbebani jika pada akhirnya memutuskan mengusung Puan di Pilpres 2024. PDI-P akan susah payah mengerek elektabilitas Puan. Tidak hanya itu, bisa jadi justru PDI-P terkena imbas dari elektabilitas rendah Puan. Padahal, dengan model pilpres digelar serentak dengan pemilihan legislatif (pileg), parpol bisa memperoleh insentif suara dari capres/cawapres yang diusung parpol atau dikenal dengan efek ekor jas.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F05%2F27%2F4f50632c-be8e-4081-b643-25a34629e8ef_jpg.jpg)
Yunarto Wijaya
Dalam konteks demikian, PDI-P berisiko kehilangan kemenangan di pilpres meski bisa tetap memenangi pileg. Hal itu bertentangan dengan target partai mencetak hattrick atau kemenangan berturut-turut di pilpres dan pileg untuk ketiga kalinya. ”Selain itu, dalam sistem presidensial, kemenangan di pileg tidak memiliki makna apa pun jika mereka tidak berkuasa kembali (di eksekutif),” kata Yunarto.
Berkaca dari pengalaman di Pemilu 2014 dan 2019, kemenangan PDI-P bisa diraih karena memadukan dua variabel, yakni basis massa ideologis partai dan magnet elektoral yang berasal dari sosok Joko Widodo. Untuk mengulanginya pada 2024, pendekatan yang sama mesti dilakukan kembali. Artinya, dalam kacamata rasional, PDI-P semestinya memilih capres dengan elektabilitas dominan untuk diusung.
Akan tetapi, kata Yunarto, perhitungan Megawati dalam menentukan capres PDI-P nantinya bisa jadi tidak sesederhana itu. Ada kompleksitas masalah yang diprediksi akan memengaruhi hitungan politik, di antaranya terkait kedekatan emosional antara ibu dan anak serta kelanjutan trah Soekarno dalam kepemimpinan negara.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Hurriyah menambahkan, jika dibandingkan dengan parpol-parpol lain, PDI-P memiliki lebih banyak kader yang menonjol karena hasil kerjanya. Oleh karena itu, semestinya partai memberikan kesempatan yang sama dan tidak mempersempit ruang gerak hanya untuk menonjolkan salah satu orang. Sebab, jelang 2024 publik membutuhkan lebih banyak pilihan pemimpin.
Baca juga: Prospek Setelah Sinyal Anies-AHY Muncul

Meski demikian, ia menilai, pada akhirnya parpol akan selalu berorientasi pada kemenangan. Hal itu terlihat baik dari pilihan koalisi maupun capres yang akan diusung. Saat ini, meski PDI-P memperlihatkan kecenderungan untuk mengusung Puan sebagai pemilik ”darah biru” politik partai, hal itu masih dinamis, mengingat waktu pendaftaran capres/cawapres yang masih setahun lagi. Situasi ini juga yang masih memungkinkan bagi Ganjar dan para pendukungnya untuk membuktikan diri.
”Pengalaman 2014 memperlihatkan bahwa ketika partai punya ambisi untuk menang, mereka bisa sangat mudah mengubah haluan di akhir masa pencalonan,” kata Hurriyah.
Di Pilpres 2014, PDI-P memutuskan mengusung Joko Widodo yang elektabilitasnya tinggi meski Megawati masih berpeluang untuk maju kembali. Keputusan tersebut membuat PDI-P memenangi pileg sekalipus pilpres pada 2014.
Kini, Puan dan Ganjar masih memiliki waktu untuk terus menebar pesonanya. Tak hanya publik, mereka harus memikat atensi Megawati sebagai pemilik hak prerogatif pencapresan PDI-P. Jadi, Puan, Ganjar, atau ada figur yang lain?