MA Periksa Jajaran Pejabat Terkait Kasus Suap Hakim Agung
MA telah memeriksa Ketua Kamar Perdata MA, Panitera Muda Perdata, dan Panitera Muda Tata Usaha Negara sebagai tindak lanjut kasus dugaan suap hakim agung nonaktif Sudrajad Dimyati.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI, Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Mahkamah Agung (MA) telah melakukan berbagai tindakan terkait peristiwa ”main” perkara yang salah satunya menyeret hakim agung nonaktif Sudrajad Dimyati. Sejumlah pejabat yang merupakan atasan para pihak yang kini tengah menjalani proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi telah diperiksa oleh pimpinan MA.
Seperti diungkapkan Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, Selasa (18/10/2022), jajaran pimpinan kamar perdata dan tata usaha negara telah diperiksa menyusul penahanan hakim agung nonaktif Sudrajad Dimyati oleh KPK beberapa waktu lalu. Mereka adalah Ketua Kamar Perdata MA Agung Sumanatha, Panitera Muda Perdata, dan Panitera Muda Tata Usaha Negara (TUN).
Dari hasil pemeriksaan tersebut, MA menyimpulkan tak ada kesalahan terhadap Agung Sumanatha yang merupakan atasan langsung Sudrajad Dimyati. ”Pemeriksaan Ketua Muda Perdata hasilnya dinyatakan sudah melakukan pembinaan selaku atasan langsung,” ujar Andi Samsan.
Pemeriksaan terhadap atasan langsung pihak yang melakukan pelanggaran merupakan amanat dari Peraturan MA Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan MA dan Badan Peradilan di Bawahnya.
Selain memeriksa sejumlah pejabat, MA juga telah membebastugaskan Panitera Muda Perdata selaku atasan langsung Desy Yustria, tenaga staf pada Kepaniteraan MA yang saat ini juga berstatus sebagai tersangka dugaan suap terkait penanganan perkara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
”Panitera Muda Perdata dibebastugaskan dari jabatannya karena dinilai tidak melakukan pembinaan dan pengawasan selayaknya selaku atasan langsung Desy Yustria, pegawai negeri sipil (PNS) pada Kepaniteraan MA. Begitu pula Panitera Muda TUN sudah diperiksa selaku atasan langsung Nurmanto Akmal, PNS pada Kepaniteraan MA,” kata Andi Samsan.
Sementara Panitera Perkara Perdata Riske Pohan dijatuhi hukuman disiplin dengan Pernyataan Tidak Puas secara Tertulis.
Panitera Muda Perdata dibebastugaskan dari jabatannya karena dinilai tidak melakukan pembinaan dan pengawasan selayaknya selaku atasan langsung Desy Yustria, pegawai negeri sipil (PNS) pada Kepaniteraan MA. Begitu pula Panitera Muda TUN sudah diperiksa selaku atasan langsung Nurmanto Akmal, PNS pada Kepaniteraan MA
Hingga saat ini, KPK telah menahan 10 tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara kepailitan KSP Intidana. Salah satunya adalah hakim dari kamar perdata, Sudrajad Dimyati, yang ditahan KPK pada 23 September karena diduga menerima uang suap sebesar Rp 800 juta. KPK terus mengembangkan penyidikan perkara itu. Sejumlah saksi dipanggil, di antaranya hakim agung Gazalba Saleh dan Sekretaris MA Hasan Hasbi.
Kasus tersebut bermula dari pengurusan kasasi pailit KSP Intidana yang dilakukan oleh Yosep Parera dan Eko melalui Desy Yustria, PNS pada Kepaniteraan MA, dengan kesepakatan pemberian uang. Desy kemudian mengajak PNS lain di MA, yakni Muhajir Habibie dan Nurmanto Akmal, serta hakim yustisial pada MA, Elly Tri Pangestu, untuk turut serta menjadi penghubung penyerahan uang kepada majelis hakim. Salah satu anggota majelis kasasinya adalah Sudrajad.
Proses etik terhadap Sudrajad dan Elly masih berlangsung. Menurut rencana, Komisi Yudisial (KY) akan melanjutkan pemeriksaan terhadap Desy pada Kamis (20/10). Sejauh ini, pemeriksaan sudah dilakukan terhadap sejumlah pihak, di antaranya PNS MA, yakni Yosep Parera dan Eko Suparno, serta debitor KSP Intidana, yaitu Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto. Juru Bicara KY Miko Ginting mengungkapkan, siapa pun yang terlibat dalam kasus suap tersebut akan diperiksa.
Momentum berbenah
Terbongkarnya suap terkait penanganan perkara yang melibatkan hakim agung semestinya dijadikan momentum bagi lembaga peradilan untuk berbenah. Proses rekrutmen hingga pengawasan hakim agung pada MA harus diperketat.
Pakar hukum dari Universitas Katolik Parahyangan, Agustinus Pohan, mengatakan, proses rekrutmen Sudrajad yang terlibat suap sudah salah sejak awal. ”Bagaimana seorang calon hakim agung yang prosesnya bermasalah tetap bisa lolos? Jadi, mungkin ada proses rekrutmen yang perlu dipikirkan lagi, bahkan mungkin juga harus lebih berani. Apakah benar masih harus melibatkan DPR?” kata Agustinus.
Sudrajad mengikuti seleksi calon hakim agung di Komisi Yudisial (KY) sebanyak dua kali. Pada seleksi pertama tahun 2013, ia berhasil lolos saringan KY dan menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR. Namun, ia terkena skandal lobi toilet, tetapi kemudian baik KY maupun MA menyatakan Sudrajad tidak bersalah dalam kasus tersebut.
Tahun berikutnya, 2014, Sudrajad kembali mengikuti proses seleksi, baik di KY maupun di DPR. DPR menyetujui pengusulan Sudrajad sebagai hakim agung yang kemudian diangkat melalui keputusan presiden.
Pakar hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menambahkan, perekrutan calon hakim agung merupakan wewenang KY. Karena itu, semestinya KY meloloskan calon-calon hakim yang benar-benar sudah tidak lagi mempersoalkan materi.
”Ketika menyeleksi hakim agung, mestinya diseleksi orang-orang yang sudah selesai dengan hidupnya, orang-orang yang sudah enggak memikirkan lagi masalah materi,” ujarnya.
Secara terpisah, mantan hakim agung Topane Gayus Lumbuun mengungkapkan, salah satu cara untuk membenahi MA adalah dengan mengevaluasi tim promosi mutasi hakim. Tim tersebut harus netral dan tidak memiliki hubungan dengan pihak-pihak lain agar pimpinan peradilan di semua tingkat pengadilan dapat bekerja sesuai dengan syarat-syarat promosi.
”Dievaluasi dari tingkat PN (pengadilan negeri), PT (pengadilan tinggi), dan MA. Pimpinan juga dievaluasi, yang baik dipertahankan, yang tidak baik diganti,” kata Gayus yang juga pernah duduk di Komisi III DPR pada periode 2004-2009.
Sementara itu, menurut Miko Ginting, kunci pembenahan yang harus dilakukan adalah penguatan kerja sama pengawasan antarlembaga. Pengawasan, kata Miko, tidak bisa lagi dipandang terkotak-kotak, melainkan sebagai sebuah sistem yang saling terpadu.
Dia melanjutkan, KY hanya mengurus hakim dalam dimensi etik. Sementara MA memiliki rentang kendali mulai dari hakim hingga staf. Selain itu, peran KPK bakal semakin menguatkan sistem pengawasan.
”Apabila sistem pengawasan antartiga lembaga dapat terjadi secara optimal, ruang penyimpangan akan makin sempit dan kami berfokus pada titik-titik kerawanan yang ada,” ujar Miko.