Kemendagri Bersikukuh Pengangkatan Penjabat Sesuai Aturan
Ombudsman RI segera mengirimkan rekomendasi ke Presiden dan DPR terkait maladministrasi pengangkatan penjabat kepala daerah. Namun, Kemendagri bersikukuh tidak melakukan maladministrasi.
Oleh
Stephanus Aranditio
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Dalam Negeri atau Kemendagri tetap meyakini pengangkatan penjabat kepala daerah sejauh ini sudah melalui prosedur yang benar. Kemendagri juga membantah adanya maladministrasi dalam pengisian penjabat kepala daerah seperti disampaikan oleh Ombudsman Republik Indonesia.
Sebelumnya, Ombudsman RI menegaskan akan mengirimkan rekomendari dalam bulan ini kepada Presiden dan DPR terkait pengaduan pengangkatan penjabat kepala daerah. Rekomendasi akan dikeluarkan karena Ombudsman menganggap Menteri Dalam Negeri tidak komprehensif menjalankan tindakan koreksi perbaikan malaadministrasi, terutama pembuatan produk hukum berupa peraturan pemerintah (Kompas, 7/10/2022).
Terkait hal itu, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benny Irwan saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (8/10/2022), mengatakan, tidak ada maladministrasi dalam pengangkatan penjabat kepala daerah yang dilakukan selama ini. Kini, pihaknya tengah mengharmonisasi rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri sebagai aturan teknis turunan dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
”Tidak apa-apa kalau Ombudsman mau membuat rekomendasi ke Presiden. Itu memang mekanisme kerja mereka, tetapi sekarang kita sudah berjalan sesuai prosedur. Substansi Permendagri yang sedang disusun itu juga sudah dilakukan, seperti meminta usulan DPRD. Jadi, poin-poinnya sudah kami terapkan,” kata Benny.
Dia menjelaskan, Permendagri ini hanya mengatur mekanisme teknis pengangkatan penjabat kepala daerah. Sementara itu, kewenangan menentukan siapa yang diangkat tetap berada di tangan Presiden untuk penjabat gubernur dan Mendagri untuk penjabat bupati atau wali kota.
”Karena di Undang-Undang No 10 Tahun 2016 itu sudah jelas mengatakan begitu. Nah, Kemendagri mengatur mekanisme menuju ke sana. Kami tidak mau mengganggu kewenangan itu,” ucapnya.
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng
Dihubungi terpisah, anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan, selama ini terjadi normalisasi pengangkatan penjabat kepala daerah tanpa dasar hukum yang bersih dan jelas. ”Seolah-olah itu hal yang wajar dan bisa dibenarkan. Padahal, itu tidak benar dan tidak boleh. Prosedur itu bukan teknis, tetapi substantif. Jadi, prosedur itu sangat penting,” kata Robert.
Ombudsman sudah mengemukakan tiga poin penting terkait maladministrasi penjabat kepala daerah yang dituangkan dalam laporan akhir hasil pemeriksaan atau LAHP pada pertengahan Juli 2022. LAHP ini telah diserahkan ke Mendagri pada 19 Juli dan diberikan tenggat 30 hari kerja untuk melaksanakan tindakan koreksi.
Ketiga poin tersebut, antara lain, menindaklanjuti surat pengaduan dan substansi keberatan dari pihak pelapor. Kedua, meninjau kembali pengangkatan penjabat kepala daerah dari unsur prajurit TNI aktif. Terakhir, menyiapkan naskah usulan pembentukan peraturan pemerintah terkait pengangkatan, ruang lingkup, kewenangan, evaluasi kinerja, hingga pemberhentian kepala daerah. Hanya poin pertama yang dilaksanakan Kemendagri.
Poin ketiga soal pembentukan peraturan pemerintah (PP) yang mengatur pengangkatan penjabat kepala daerah menjadi hal yang paling mendesak. Robert menjelaskan, PP menjadi penting agar transparansi dan dasar hukum pengangkatan penjabat kepala daerah menjadi lebih jelas.
”PP lebih mungkin membuka proses partisipasi publik yang bermakna ketimbang permendagri. Sekarang katanya permendagri-nya sedang diharmonisasi. Apakah melibatkan publik, kan, tidak juga. Kalau PP itu umumnya terbuka karena prosedural,” ucap Robert.
Rekomendasi kepada Presiden dan DPR ini adalah produk terakhir dari Ombudsman RI setelah menindaklanjuti pengaduan sejumlah organisasi masyarakat terkait proses kerja pengangkatan penjabat kepala daerah. Robert berharap temuan maladministrasi pengangkatan penjabat kepala daerah segera ditindaklanjuti oleh pemerintah.
”Kita tidak mau pemerintah merasa semua baik-baik saja, padahal ini tidak baik-baik saja situasinya. Praktik yang dilakukan sejauh ini sampai pada proses pengangkatan penjabat Gubernur DKI Jakarta, sesungguhnya bagi kami ini maladministrasi dengan melihat hasil pemeriksaan kita yang secara umum itu,” katanya.
Terkait sejumlah penjabat kepada daerah yang sudah diangkat dengan prosedur yang maladministrasi, Robert menilai, hal ini tidak boleh terulang lagi saat pengangkatan selanjutnya. Mengingat masih ada 27 calon penjabat kepala daerah yang akan diangkat tahun ini dan 170 orang yang akan diangkat tahun 2023.