Politik Identitas, Kekhawatiran KPU dan Kita Semua Jelang Pemilu 2024
Politik identitas merupakan isu yang perlu diwaspadai jelang kontestasi politik 2024. Seluruh pihak perlu bekerja sama mencegah itu dan menciptakan persatuan bangsa. Harapan KPU tentu juga harapan kita semua.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
Kepala Staf TNI AL 2002-2005 Laksamana (Purnawirawan) Bernard Kent Sondakh berharap seluruh masyarakat dapat bekerja sama meredam gejolak politik. Salah satunya dengan menyaring informasi yang bertebaran di media sosial.
Politik identitas menjadi salah satu isu utama yang perlu diwaspadai menjelang Pemilu 2024. Tagline Pemilu 2024 yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum, yaitu ”Pemilu sebagai Sarana Integrasi Bangsa”, dinilai bukan tanpa maksud tertentu. Dengan tagline tersebut, KPU justru menginginkan pemilu menjadi sarana untuk mengintegrasikan bangsa, bukan memecah belah.
Dalam diskusi yang diselenggarakan PARA Syndicate, Kamis (6/10/2022), di Jakarta, Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo mengakui adanya ancaman disintegrasi bangsa pada saat ini. Pembelahan dan polarisasi yang sangat kuat di kelompok masyarakat menjelang Pemilu 2024 semakin nyata. Karena itu, baik masyarakat, penegak hukum, maupun institusi pemerintah perlu bekerja sama menciptakan kontestasi politik yang sehat untuk mencegah politik identitas muncul dan menguat kembali. Luka akibat politik identitas yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta pada 2017 hingga kini masih terbayang. Untuk itu, pembelahan di antara kelompok masyarakat harus segera diredam serta jangan sampai muncul dan terulang kembali.
”Bagaimana konteks dalam (peringatan) 77 tahun TNI ini dan konteks penguatan kapasitas sipil serta kerja sama sipil-militer bisa berjalan bersama untuk menegakkan politik kebangsaan dan kenegaraan di Pemilu 2024 sehingga (kita) bisa optimistis berjalan dan satu sebagai bangsa Indonesia,” ujar Ari.
Peneliti dan dosen Universitas Pertahanan, Kusnanto Anggoro, menyatakan, menjelang kontestasi politik 2024, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai dapat berperan positif mencegah polarisasi di antara kelompok. Menurut dia, sejak saat ini hingga dua tahun ke depan, sejumlah persoalan diakui masih akan dihadapi bangsa ini terkait politik kebangsaan.
Sejumlah masalah yang muncul di antaranya politik identitas dan kristalisasi kelompok antidemokrasi yang mengancam keselarasan hidup bersama, baik horizontal maupun vertikal.
”Sebaiknya ada semacam kesepakatan nasional antara TNI dan KPU untuk mencoba meredam politik identitas,” ujar Kusnanto yang juga dikenal sebagai pengamat TNI.
Dalam proses pemilu, perlu adanya regulasi khusus yang mengatur kampanye karena TNI tak boleh secara langsung tanpa perintah politik bekerja secara independen. Karena tugas TNI adalah membela demokrasi dan bukannya menampilkan demokrasi, to defend democracy, not to define democracy. (Kusnanto Anggoro)
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Berita bohong (hoaks) kini banyak bertebaran di dunia maya, termasuk upaya memecah belah kesatuan bangsa. Masyarakat diimbau dapat memilah berita asli dan berita hoaks dengan memverifikasi melalui sumber-sumber tepercaya.
Senada dengan Kusnanto, Laksamana TNI (Purn) Kepala Staf TNI Angkatan Laut 2002-2005 Bernard Kent Sondakh berharap seluruh masyarakat dapat bekerja sama untuk meredam gejolak politik menjelang Pemilu 2024. Salah satunya dengan mewaspadai beragam berita dan informasi yang bertebaran di media sosial guna menghindari polarisasi. Karena lewat media sosial itulah upaya memecah belah bangsa bisa terjadi.
Yang kita lihat sekarang ini, kan, kebanyakan karena statement dari salah satu pihak, kemudian dikompori, sehingga akan ada aksi-reaksi terus.
Sementara itu, seluruh lembaga pemilu diharapkan dapat menjadi wasit yang profesional menghadapi kontestasi politik 2024. Lembaga-lembaga tersebut adalah KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Kontestasi terlalu dini
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, situasi sekarang bukanlah hal ringan. Sebab, masyarakat masih harus berjibaku dengan pandemi Covid-19, juga perang Rusia-Ukraina yang belum menemukan titik terang sehingga mengakibatkan krisis pangan dan energi.
Ini permasalahan yang sangat serius sehingga sikap kami jangan dulu bawa kontestasi terlalu dini. Karena pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden masih Oktober tahun depan, masih lama. Jangan buang energi bangsa ini sehingga kita kehilangan momentum untuk bangkit.
Saat ini seluruh pihak perlu bergotong royong serta fokus menghindari tekanan internasional yang mengancam perekonomian.
”Siapa pun pemimpin yang dipilih rakyat melalui cara-cara yang demokratis, jauh dari politik identitas, yang betul-betul politik yang mencerdaskan. Pemilu jadi momentum untuk membangunkan seluruh energi positif kita,” ujarnya.
Kembali pada kewaspadaan adanya politik identitas menjelang Pemilu 2024, tentunya semua berpulang pada kita semua. Pernyataan KPU tentu juga mewakili kita semua.