DPR Ganti Hakim Konstitusi, Presiden: Semua Harus Taat Aturan
”Kita semua harus taat pada aturan. Aturan konstitusi maupun aturan undang-undang. ’Udah’, pegangannya itu ’aja’,” kata Presiden Joko Widodo.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, SUSANA RITA KUMALASANTI, MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Presiden Joko Widodo menegaskan, konstitusi dan aturan perundang-undangan lain semestinya menjadi pedoman dalam praktik berbangsa dan bernegara. Ketataan terhadap aturan konstitusi maupun undang-undang itu pun sepatutnya menjadi pegangan dalam pergantian hakim konstitusi oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
”Kita semua harus taat pada aturan. Aturan konstitusi maupun aturan undang-undang. Udah, pegangannya itu aja,” kata Presiden Joko Widodo pada sesi keterangan pers seusai upacara Hari Ulang Tahun Ke-77 Tentara Nasional Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/10/2022).
Presiden Jokowi menyampaikan jawaban tersebut ketika ditanya sikapnya terkait keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengganti hakim konstitusi Aswanto dengan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Guntur Hamzah. Menurut rencana, DPR akan segera mengirimkan surat penggantian hakim konstitusi yang telah disepakati dalam rapat paripurna itu kepada Presiden.
Kita semua harus taat pada aturan. Aturan konstitusi maupun aturan undang-undang. Udah, pegangannya itu aja.
Sejumlah kalangan menilai, pemberhentian hakim konstitusi Aswanto melanggar konstitusi, melanggar UU MK, dan juga melanggar putusan MK. Penilaian itu di antaranya datang dari para mantan ketua MK, yakni Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, Mahfud MD, dan Hamdan Zoelva, serta enam mantan hakim konstitusi.
Ketentuan yang secara gamblang dilanggar, antara lain, Pasal 23 Ayat (4) UU MK yang menegaskan bahwa pemberhentian hakim konstitusi ditetapkan dengan keputusan presiden atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi.
Adapun mengenai alasan-alasan pemberhentiannya diatur di dalam ayat-ayat sebelumnya. Pasal 23 Ayat (1) UU MK, misalnya, mengatur tentang alasan-alasan pemberhentian hakim konstitusi dengan hormat. Alasan pemberhentian hakim konstitusi di antaranya karena meninggal dunia, mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua MK, telah berusia 70 tahun, serta sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus.
Sementara itu, Ayat (2) mengatur ketentuan pemberhentian dengan tidak hormat hakim konstitusi, yaitu karena dijatuhi pidana berdasar putusan berkekuatan hukum tetap, melakukan perbuatan tercela, tidak menghadiri persidangan lima kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, melanggar sumpah atau janji jabatan, dan sengaja menghambat MK memberi putusan.
Selain itu, pemberhentian dengan tidak hormat juga dapat dilakukan jika hakim yang bersangkutan melanggar ketentuan rangkap jabatan, tidak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi, serta melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi.
UU MK juga mengatur tentang penggantian hakim konstitusi oleh lembaga pengusul (DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung). Pasal 26 UU MK menyebutkan prosedur yang harus dilalui dengan adanya pemberitahuan dari MK kepada lembaga pengusul mengenai hakim konstitusi yang akan diberhentikan dalam jangka waktu paling lama 6 bulan sebelum memasuki usia 70 tahun (batas maksimal usia hakim konstitusi).
Atau, jika seorang hakim konstitusi diberhentikan, MK harus memberitahukan dalam jangka waktu 14 hari sejak keppres pemberhentian diterima kepada lembaga yang berwenang mengusulkan hakim konstitusi. Lembaga pengusul tersebut mengajukan hakim konstitusi kepada presiden dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak menerima pemberitahuan MK.
Tak perlu tindak lanjuti
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan, jika taat konstitusi dan UU, Presiden Jokowi tidak perlu menindaklanjuti langkah DPR. ”Kalau taat UUD dan UU berarti tidak perlu menindaklanjuti usulan DPR. Sebab, DPR melabrak konstitusi dan UU,” katanya.
UU yang dilanggar DPR terkait penggantian hakim konstitusi Aswanto tersebut, menurut Feri, tidak hanya UU Mahkamah Konstitusi (MK), tetapi juga UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pasal yang jelas dilanggar dalam UU 30/2014 tersebut terutama Pasal 15 Ayat (1) dan (2).
”Kalau sebelum sampai waktu masa jabatannya, tidak bisa Presiden melakukan tindakan dan atau kebijakan menindaklanjuti tindakan DPR tersebut,” kata Feri.
Secara terpisah, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie mengusulkan adanya pertemuan antara Presiden, Ketua DPR, dan Ketua Mahkamah Konstitusi untuk menindaklanjuti adanya surat dari DPR mengenai pemberhentian hakim konstitusi Aswanto. Pertemuan tersebut diperlukan mengingat Presiden tidak bisa memberhentikan Aswanto sesuai dengan kemauan DPR dan menggantinya dengan hakim yang baru. Tindakan tersebut dinilai melanggar sejumlah ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, termasuk UUD 1945 selaku sumber hukum tertinggi.
”Mudah-mudahan beres. Tinggal unggah-ungguhnya Presiden adakan pertemuan konsultasi aja sebentar dengan Ketua DPR dan Ketua MK, urusan selesai,” ujar Jimly.