Tanpa Ada Tanya Jawab, Komisi III DPR Pilih Johanis Tanak
Johanis Tanak dipilih lebih banyak anggota Komisi III DPR untuk menjadi pimpinan KPK daripada calon lain, I Nyoman Wara. Dalam paparannya, Johanis ingin keadilan restoratif diterapkan di kasus korupsi.
Oleh
IQBAL BASYARI, KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi III DPR memilih Johanis Tanak sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menggantikan Lili Pintauli Siregar yang mengundurkan diri. Ia terpilih setelah unggul dalam voting saat uji kelayakan dan kepatutan calon pengganti pimpinan KPK yang digelar di Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Johanis yang berlatar belakang sebagai jaksa mendapatkan 38 suara, unggul atas kandidat lainnya, I Nyoman Wara, yang mendapatkan 14 suara.
Sebelum pemungutan suara, keduanya memaparkan visi dan misi di hadapan anggota Komisi III DPR. Wakil rakyat yang membidangi ruang lingkup hukum, hak asasi manusia, dan keamanan itu sepakat tidak melakukan pendalaman atas paparan yang disampaikan oleh kedua calon pengganti Lili.
”Tidak usah ada pendalaman, tidak usah ada tanya jawab karena ini melanjutkan yang dulu supaya menghormati proses yang dulu. Tinggal mengambil keputusan,” ujar anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, yang usulannya disepakati oleh seluruh fraksi.
Wara yang mendapatkan urutan pertama memaparkan presentasi bertajuk ”Memberantas Korupsi untuk Membangun Negeri, Trilogi Pemberantasan Korupsi”. Tiga hal yang menjadi tumpuan pemberantasan korupsi adalah membangun kesadaran antikorupsi, memperkuat sistem pencegahan korupsi, serta penindakan yang profesional, transparan, dan akuntabel.
Di sektor penindakan, Wara berpandangan pemberantasan korupsi harus mengefektifkan koordinasi dan supervisi dengan aparat penegak hukum lain untuk penanganan kasus. KPK pun mestinya fokus pada penanganan kasus-kasus yang merugikan keuangan negara dengan nilai besar melalui case building untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara.
Kemudian, lanjutnya, harus ada kerja sama dengan lembaga pengawas, seperti Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta inspektorat dalam pemanfaatan hasil pemeriksaan atau pengawasan yang terindikasi ada tidak pidana korupsi. Kerja sama penanganan kasus-kasus korupsi baik untuk pemeriksaan investigatif maupun penghitungan kerugian negara dengan BPK dan BPKP.
”KPK hendaknya fokus pada kasus-kasus dengan keruguan negara yang bisa direcovery,” ujar Wara.
Sementara Johanis memaparkan visi dan misi tanpa menunjukkan poin-poin paparan. Ia mengawali paparan dengan menceritakan sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Johanis pun melanjutkan paparannya dengan menceritakan pengalamannya sebagai jaksa dalam berurusan dengan kasus-kasus korupsi.
”Ketika Tuhan mengizinkan saya bergabung dengan KPK, saya juga mencoba menyampaikan untuk mengedepankan pencegahan. Sebab, kalau penindakan, cukup banyak biaya yang dikeluarkan negara, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga persidangan,” ujarnya.
Atas dasar itu pula Johanis menginginkan keadilan restoratif tidak hanya diterapkan dalam kasus-kasus tindak pidana umum, tetapi juga dalam kasus korupsi. Meskipun dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK menyebutkan apabila ditemukan kerugian negara, tidak menghapus proses tindak pidana korupsi, usulan keadilan restoratif itu sangat dimungkinkan.
Menurut dia, keadilan restoratif dapat dilakukan menggunakan instrumen Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Jika ditemukan kerugian negara, BPK memberikan kesempatan selama 60 hari kepada pihak yang diduga merugikan keuangan negara untuk mengembalikannya. Namun, keadilan restoratif yang diusulkannya mengenakan denda dan sanksi karena tindakan pihak tersebut membuat pembangunan terhambat.
”Saya punya pemikiran, meskipun belum diatur dalam UU tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, bisa diisi dengan suatu peraturan untuk mengisi kekosongan hukum dengan membuat mungkin dengan peraturan presiden,” kata Johanis.
Seusai memberikan paparan dan forum diskors, Johanis tidak langsung meninggalkan ruangan. Sejumlah anggota Komisi III DPR mengajak Johanis berfoto bersama di ruangan.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Adies Kadir, menyatakan, Johanis akan menggantikan Lili hingga berakhir masa jabatan pimpinan KPK periode 2019-2023. ”Hasil pemilihan akan disampaikan pada Rapat Paripurna DPR terdekat,” katanya.
Untuk diketahui, Johanis Tanak dan I Nyoman Wara diusulkan oleh Presiden Joko Widodo. Berdasarkan catatan Kompas, saat voting dalam uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK pada pertengahan September 2019, Johanis Tanak dan I Nyoman Wara tidak mendapat suara satu pun dari anggota Komisi III DPR. Bahkan, jika merunut suara terbanyak saat voting, urutan selanjutnya setelah lima pimpinan KPK 2019-2023 terpilih masih ada Sigit Danang Joyo dari Kementerian Keuangan (19 suara) dan Luthfi Jayadi Kurniawan yang berlatar belakang dosen (7 suara).