Parpol Baru: Usulan Penghapusan Undian Nomor Urut Parpol Diskriminatif
Sesuai UU Pemilu, nomor urut parpol peserta pemilu harus ditentukan melalui undian. Semua peserta pemilu, baik baru maupun lama, harus diperlakukan dengan sama dalam setiap tahapan.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah partai politik baru menolak usulan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri agar parpol peserta Pemilu 2024 tetap dapat menggunakan nomor urut parpol pada Pemilu 2019. Selain bertentangan dengan aturan di Undang-Undang Pemilu, dengan ditiadakannya undian ulang nomor urut parpol juga dianggap menambah diskriminasi terhadap parpol baru.
Sebelumnya, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri mengusulkan agar nomor urut parpol peserta Pemilu 2019 yang kembali mengikuti kontestasi politik lima tahunan pada tahun 2024 diusulkan tidak diubah. Usulan itu dinilai memudahkan sosialisasi. Selain itu, ongkos politik yang harus dikeluarkan peserta pemilu juga bisa ditekan karena bisa menghemat biaya belanja alat peraga kampanye (Kompas.id, 17 September 2022).
Selama ini, nomor urut parpol selalu berganti pada setiap pemilu. Hal itu membuat parpol harus kembali mengenalkan nomor urut baru kepada pemilih, terutama konstituen. Tidak hanya itu, parpol juga mesti mengganti alat peraga kampanye di setiap pemilu. Megawati menyebut, pihaknya telah menyampaikan langsung usulan itu kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Menanggapi usulan itu, Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfudz Sidiq, Sabtu (17/9/2022), mengatakan, UU Pemilu mengatur nomor urut parpol diundi untuk semua parpol. ”Namun, (jika usulan itu diterapkan), akan menambah diskriminasi terhadap partai (baru),” ujar Mahfudz.
Mahfudz berpandangan, jika ingin mengakomodasi usulan PDI-P itu, KPU harus melakukan revisi UU No 7/2017 tentang Pemilu terlebih dahulu. Sebab, dalam Pasal 179 Ayat (3) UU Pemilu diatur tentang penetapan nomor urut parpol sebagai peserta pemilu dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU yang terbuka dan dihadiri wakil parpol peserta pemilu. Lagi pula, lanjutnya, biasanya usia alat peraga dan atribut pemilu tak bisa bertahan selama lima tahun sehingga parpol mau tak mau harus tetap membuat atribut kampanye baru.
”Kalaupun akan dilanjutkan, harus dilakukan revisi UU Pemilu,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) I Gede Pasek Suardika mengungkapkan, sebagai ide, usulan dari Ketum PDI-P itu dianggap baik. Namun, sesuai dengan aturan perundang-udangan, nomor urut parpol harus ditentukan melalui undian. Semua peserta pemilu, baik baru maupun lama, harus diperlakukan dengan sama dalam setiap tahapan.
”Ide yang baik itu tidak bisa dipakai dengan alasan yuridis,” ujarnya.
Nomor urut selalu dikocok setiap perhelatan pemilu. Agar setiap peserta pemilu memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih.
Juru bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, mengatakan, pemilu adalah ajang untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, pemilik sebenarnya negeri ini. Pemilu tidak hanya sekadar kegiatan milik elite yang membutuhkan pembiayaan. Oleh karena itu, pihaknya berpendapat, jangan sampai ada upaya meminimalisasi pembiayaan elite dengan mengabaikan esensi dan substansi dari pemilu.
”Ada unsur keadilan di dalam pemilu. Karena itulah, nomor urut selalu dikocok setiap perhelatan pemilu. Agar setiap peserta pemilu memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa justru sepakat dengan usulan PDI-P itu. Namun, dia memberikan catatan bahwa untuk merealisasikan aturan itu, UU Pemilu harus diubah. Sesuai dengan Pasal 179 Ayat (3) Undang-Undang Pemilu, penetapan nomor urut parpol sebagai peserta pemilu dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU yang terbuka dengan dihadiri wakil parpol peserta pemilu. Adapun dalam Pasal 75 Ayat (4) UU Pemilu diatur lebih lanjut bahwa dalam pembentukan peraturan KPU yang berkaitan dengan pelaksanaan tahapan pemilu, KPU wajib berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah melalui rapat dengar pendapat.
KPU sangat mengapresiasi kepada semua pihak yang telah memberikan masukan atau usulan agar dalam pengaturan atau kebijakan teknis penyelenggaraan pemilu.
Dihubungi terpisah, anggota KPU, Idham Holik, menuturkan, sesuai dengan Pasal 3 Huruf b dan c UU Pemilu, KPU harus melaksanakan pemilu dengan prinsip penyelenggaraan yang adil, berintegritas, dan menjamin konsistensi pengaturan sistem pemilu. Para pemangku kepentingan dan publik harus diperlakukan secara setara dan adil. Dengan demikian, ada ruang deliberatif bagi pemangku kepentingan, masyarakat sipil, dan publik untuk memberikan masukan kepada KPU.
”KPU sangat mengapresiasi kepada semua pihak yang telah memberikan masukan atau usulan agar dalam pengaturan atau kebijakan teknis penyelenggaraan pemilu menjadi lebih baik lagi,” ujarnya.
Usulan itu, lanjutnya, hanya dapat dilaksanakan apabila ada perubahan materi dalam UU Pemilu. Perubahan materi itu harus dikonsultasikan kepada DPR dan pemerintah selaku pembentuk UU, sebagaimana diatur dalam Pasal 179 Ayat (3) UU No 7/2017 tentang Pemilu.