Dapat Remisi, Terpidana Korupsi Jero Wacik Bebas Lebih Cepat Enam Bulan
Terpidana korupsi yang juga menteri di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jero Wacik, resmi keluar dari Lapas Sukamiskin, Bandung, Dia mendapatkan cuti menjelang bebas.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Narapidana korupsi yang juga mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, menghirup udara bebas sejak Kamis (8/9/2022). Jero mendapatkan jatah cuti menjelang bebas yang berlaku hingga 21 November 2022.
Kepala Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung Bambang Ludiro membenarkan, Jero telah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Kota Bandung, Jawa Barat, per 8 September 2022. Dia mendapatkan layanan cuti menjelang bebas selama dua bulan sebelum dinyatakan bebas pada 21 November 2022.
Meskipun telah menghirup udara bebas, Jero harus memberikan laporan kepada Bapas setidaknya satu kali dalam sebulan. Menurut Bambang, Jero juga dilarang bepergian ke luar negeri tanpa seizin Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham).
”Tadi Pak Jero Wacik datang kira-kira pukul 14.30, ke sini diskusi setelah keluar dari Lapas Sukamiskin. Kami berdisukusi terkait rencana pembimbingan selama cuti menjelang bebas,” ujar Bambang saat ditemui di Kantor Bapas Bandung, Kamis (8/9/2022) sore.
Bambang menjelaskan, Jero Wacik mendapatkan total remisi hingga enam bulan dari masa tahanan yang seharusnya. Remisi ini didapatkan dari sejumlah kegiatan keagamaan hingga kelakuan baik selama dia mendekam di lembaga pemasyarakatan.
”Bagi narapidana yang baik dan memiliki peran, seperti donor darah hingga keagamaan, pemerintah akan memberikan keringanan hukuman. Kalau dihitung, total remisinya enam bulan,” ujarnya.
Jero Wacik merupakan narapidana kasus korupsi di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dia menyalahgunakan wewenang selama menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) dalam kurun 2008-2011 serta sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam kurun 2011-2013.
Berdasarkan catatan Kompas, Jero mulai masuk dalam radar penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak tahun 2014. Juru Bicara KPK saat itu, Johan Budi SP, sewaktu penetapan tersangka korupsi eks Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno menyinggung adanya kemungkinan penyidikan mengarah ke atasannya saat itu, yakni Jero Wacik.
”Tentu tergantung sejauh mana penyidik dalam proses pengembangan menemukan dua alat bukti yang disimpulkan bahwa pihak lain terlibat. Kalau ada dua alat bukti yang cukup, siapa pun yang terlibat, termasuk atasan sekjen itu sendiri, tentu akan ditelusuri,” tutur Johan (Kompas, 8/5/2014).
Seiring berjalannya waktu, dengan serangkaian penyidikan dan pemeriksaan, Jero pun dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp 350 juta oleh KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/1/2016). Jaksa Dody Sukmono saat itu menyatakan Jero melanggar Pasal 3, Pasal 12 Huruf e, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kompas, 22/1/2016).
Doddy menyebut, dari dana operasional menteri (DOM), Jero Wacik dinilai telah memperkaya diri dan keluarga sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp 8,4 miliar. Saat menjabat Menteri ESDM 2011-2014, Jero diduga memaksa bawahannya untuk mengumpulkan dana ilegal hingga Rp 10,38 miliar demi memenuhi keperluan pribadinya.
Meskipun telah menghirup udara bebas, Jero harus memberikan laporan kepada Bapas setidaknya satu kali dalam sebulan.
Namun, pada awal Februari 2016, majelis hakim memvonis Jero Wacik dengan hukuman pidana 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Namun, pada akhirnya Mahkamah Agung memperberat hukuman Jero menjadi 8 tahun penjara, denda Rp 300 juta, dan subsider 6 bulan kurungan.
Dalam pemberitaan Kompas pada27 Oktober 2016 disebut, Majelis Hakim Agung yang dipimpin Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar ini menjatuhkan hukuman tambahan untuk Jero berupa kewajiban mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 5,073 miliar subsider 2 tahun penjara. Putusan itu sekaligus mengabulkan permohonan kasasi jaksa KPK.