Bharada E Hadir secara Daring di Sidang Etik Ferdy Sambo
Tiga tersangka pembunuhan Brigadir J telah memberikan keterangan dalam sidang etik terhadap Irjen Ferdy Sambo. Masih ada 12 saksi lain yang akan dimintai keterangan dalam sidang etik.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga sore ini, dari total 15 saksi yang dimintai keterangan dalam sidang etik terhadap Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, baru tiga saksi yang telah diperiksa, termasuk Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E yang hadir melalui sambungan video konferensi.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Nurul Azizah, Kamis (25/8/2022), mengatakan, sidang etik telah dimulai sejak pukul 09.25 dan dihadiri langsung oleh terduga pelanggar, Ferdy Sambo. Ferdy Sambo tiba di Gedung Transnational Crime Center (TNCC) Mabes Polri sekitar pukul 07.30 dengan mengenakan seragam Polri lengkap.
Sidang etik dipimpin oleh Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri Komisaris Jenderal Ahmad Dofiri didampingi Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komisaris Jenderal Agung Budi Maryoto, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Inspektur Jenderal Syahar Diantoro, Gubernur Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Inspektur Jenderal Yazid Fanani, dan Analis Kebijakan Utama Bidang Sabhara Baharkam Polri Inspektur Jenderal Rudolf Alberth Rodja.
Setelah dibuka, sidang tersebut dilanjutkan dengan pembacaan resume hasil pemeriksaan terhadap keterangan para saksi dan terduga pelanggar oleh penuntut. ”Para saksi yang sudah diperiksa ada tiga orang, yakni KM, RR, dan Bharada RE. Yang hadir di sidang di tempat ini adalah KM dan RR. Bharada E hadir melalui Zoom,” kata Nurul.
Adapun 12 saksi yang menanti giliran diperiksa, di antaranya, Brigadir Jenderal (Pol) HK, Brigjen (Pol) BA, Komisaris Besar AN, Kombes S, dan Kombes BH. Saksi lainnya adalah Ajun Komisaris Besar RS, AKBP AR, AKBP ACN, Komisaris CP, dan Ajun Komisaris RS.
Menurut Nurul, setelah semua saksi diperiksa di sidang etik, baru terduga pelanggar diperiksa dan untuk keputusan dari sidang etik tersebut akan disampaikan kemudian.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo menegaskan bahwa surat pengunduran yang diajukan Ferdy Sambo kepada Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo tidak akan memengaruhi putusan sidang etik hari ini. Sebab, dasar dari putusan sidang etik adalah perbuatan yang telah dilakukan Ferdy Sambo.
Kapolri saat rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (24/8/2022), memaparkan sejumlah dugaan pelanggaran etik oleh Ferdy dalam penanganan kasus tewasnya Nofriansyah. Di antaranya dugaan rekayasa kasus dan perintangan penyidikan. Ferdy juga menjadi tersangka kasus pembunuhan berencana Nofriansyah bersama empat orang lainnya, yakni dua ajudan Ferdy, Bharada Richard Eliezer (E) dan Brigadir Ricky Rizal (RR); istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi; dan asisten rumah tangga keluarga Ferdy, Kuat Ma’ruf (KM).
Konsistensi Kapolri
Secara terpisah, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto, berpandangan, konsistensi dan realisasi dari komitmen Kapolri untuk menuntaskan kasus ini sangat dibutuhkan. Sebab, kasus ini menjadi pembuktian atas komitmen Kapolri yang berjanji mengungkap kasus ini.
Meski masih banyak kekurangan, Bambang menilai, pengungkapan dan penuntasan kasus ini sudah berada di jalur yang benar. Kekurangan itu seperti perkembangan kasus yang berjalan lambat dan penetapan tersangka yang memerlukan waktu lama.
”Memang aneh kalau Kapolri sampai tidak mengetahui peristiwa ini sebelumnya. Jika betul demikian, artinya ada problem terkait deteksi dini terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di internal Polri,” kata Bambang.
Oleh karena itu, selain menuntaskan kasus ini secara transparan, Bambang juga berharap agar Kapolri membenahi sistem pengawasan internal Polri agar dapat mendeteksi dan menindak secara cepat jika terjadi pelanggaran oleh anggota Polri. Penindakan itu harus diikuti pemberian sanksi atau hukuman yang dilakukan secara terbuka dan transparan, tidak hanya sekadar pernyataan akan mencopot atau akan memberi sanksi.
Sebab, lanjut Bambang, kasus semacam itu diyakini juga banyak terjadi di sejumlah tempat di Indonesia dan kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat itu hanya salah satu puncak gunung es.
Dengan membenahi sistem pengawasan internal Polri, diharapkan kasus serupa tidak terulang kembali.
”Kalau ini tidak diselesaikan secara sistematis, upaya yang begitu besar ini hanya akan menyelesaikan satu kasus, yakni kasus Irjen Ferdy Sambo, tetapi menyisakan kasus lain dan membuka kemungkinan terjadinya kasus serupa di masa mendatang,” kata Bambang.