Lindungi Bharada E, Jantung Pengungkapan Perkara Penembakan Brigadir J
Selang tiga hari penetapan Bharada E sebagai tersangka dalam perkara penembakan Brigadir J, Andreas Nahot Silitonga, mundur sebagai pengacara Bharada E. Dalam posisi tanpa pengacara, LPSK pertimbangkan bertemu Bharada E.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendampingan dan perlindungan hukum untuk Bhayangkara Dua E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu penting untuk dipastikan setelah pengacaranya menyampaikan pengunduran diri.
Ini karena tersangka penembakan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat tersebut berpotensi besar memiliki informasi signifikan dalam mengungkap penembakan yang terjadi di rumah dinas mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo.
Berselang tiga hari pasca-penetapan status Eliezer sebagai tersangka dalam perkara penembakan Nofriansyah, Andreas Nahot Silitonga, menyatakan mengundurkan diri sebagai penasihat hukum Eliezer. Surat pernyataan pengunduran diri itu disampaikan Andreas ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Sabtu (6/8/2022) siang. Namun, tidak ada petugas yang dapat menerimanya karena bertepatan dengan hari libur.
“Kami memutuskan untuk menyampaikan via Whatsapp (aplikasi pesan daring) dulu sementara, tetapi kami akan kembali hari Senin (8/8), untuk menyampaikan suratnya secara fisik,” kata Andreas di gedung Bareskrim, Jakarta, Sabtu.
Ia menambahkan, telah menyertakan sejumlah alasan pengunduran diri di dalam surat yang ditujukan kepada Kepala Bareskrim itu. Namun, ia tidak bersedia memaparkannya kepada publik, karena menghargai hak hukum setiap pihak yang terlibat dalam perkara. Selain itu, pihaknya juga menghormati proses hukum yang tengah berjalan.
Dihubungi terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan, masih menunggu info dan update dari tim khusus Polri yang dibentuk Kapolri untuk mengusut perkara penembakan Brigadir J.
Selain itu, Kompas juga mengonfirmasi pengunduran diri tersebut ke Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Agus Andrianto melalui pesan daring. Hingga Sabtu malam, ia tidak menjawab meski telah membaca pesan tersebut.
Sebelum mengundurkan diri, Andreas Nahot Silitonga sempat hadir di Bareskrim pada Kamis (4/8) atau hari yang sama dengan jadwal pemeriksaan mantan Kepala Divisi Propam Irjen Ferdy Sambo. Saat itu, Andreas mempertanyakan standar prosedur penersangkaan Eliezer yang dinilai janggal. Sebab, Eliezer sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (3/8) sekitar pukul 22.00, sedangkan pemeriksaan terhadapnya baru selesai tiga jam setelahnya.
Pada Jumat (5/8), Andreas juga masih tampil sebagai pembicara diskusi daring bertajuk “Menguak Kasus Penembakan Brigadir J: Masa Depan Polri di Tangan Bareskrim dan Satgassus”. Dalam agenda yang di antaranya dihadiri pengacara keluarga Nofriansyah, Kamaruddin Simanjuntak, dan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ahmad Taufan Damanik, itu, Andreas menekankan soal pentingnya memastikan keselamatan Eliezer pasca-penetapan statusnya sebagai tersangka.
Informasi penting
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Susilaningtias mengatakan, pendampingan hukum untuk Eliezer mutlak diperlukan.
Merujuk Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tersangka kasus kejahatan yang dijerat pasal dengan ancaman hukuman di atas tujuh tahun harus didampingi oleh penasihat hukum. Eliezer dijerat Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan, tetapi juga pasal penyertaan, yakni Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara.
Selain itu, kata Susilaningtias, Eliezer merupakan pihak yang memiliki informasi penting untuk mengungkap penembakan yang terjadi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Berdasarkan analisis LPSK terhadap informasi, temuan, dan hasil pemeriksaan terhadap Eliezer, diduga penembakan tidak hanya dilakukan oleh pelaku tunggal. Hal itu diperkuat dengan penggunaan pasal penyertaan, yakni Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
“Saat memeriksa Eliezer, kami sudah menjelaskan seandainya ada pelaku lain dan dia mengetahuinya, mohon disampaikan, kemudian kami bisa memberikan perlindungan kepada dirinya sebagai justice collaborator,” katanya.
Sebelumnya, Eliezer mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK. Meski sudah diperiksa lima kali, hingga saat ini LPSK belum memutuskan untuk menerima permohonan tersebut. “Kemarin prosesnya lambat, salah satunya karena kami menunggu kepastian status Eliezer dalam proses penyidikan,” kata Susilaningtias.
Kini, status Eliezer sebagai tersangka dan pengacaranya yang mengundurkan diri akan menjadi bahan pertimbangan bagi LPSK untuk memutuskan untuk menerima atau menolak pengajuannya. Dalam posisi tanpa penasihat hukum, LPSK mempertimbangkan untuk segera bertemu langsung dengan Eliezer di tahanan, untuk membicarakan kemungkinan dirinya menjadi justice collaborator atau saksi pelaku. “Kami sangat berharap Eliezer bersedia menjadi justice collaborator,” ujar Susilaningtias.
Sebab, hanya dalam posisi sebagai justice collaborator, LPSK dapat memberikan perlindungan dan perlakuan khusus. Mulai dari pemisahan pemberkasan, penahanan, dan pemeriksaan tanpa kehadiran di pengadilan. Selain itu, LPSK juga dapat merekomendasikan tuntutan yang ringan sebagai imbalan atas kerja sama mengungkap kejahatan.