Ungkap Pelaku yang Menggerakkan Peristiwa Tewasnya Brigadir J
Tim khusus Polri harus ungkap otak pelaku, eksekutor, dan pihak yang membantu penembakan terhadap Brigadir J. Sebab, selain Bharada E ditetapkan sebagai tersangka, ada 25 personel Polri yang disebut halangi penyidikan.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Peti jenazah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
JAKARTA, KOMPAS — Tim khusus Kepolisian Negara RI perlu mengungkap pelaku lain dalam kasus tewasnya Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, seperti pihak yang menggerakkan peristiwa ini. Apalagi dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan Bhayangkara Dua E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai tersangka. Ada pula 25 personel Polri yang diperiksa etik karena diduga menghalangi penyidikan kasus ini.
Dengan proses penyidikan yang demikian, ada kemungkinan pelaku lain, selain Richard. Oleh karena itu, tim khusus Polri perlu mengungkap pelaku lain dengan perannya masing-masing, termasuk pihak yang menggerakkan peristiwa penembakan yang terjadi di rumah dinas mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan ini.
Pakar hukum pidana Universitas Parahyangan Agustinus Pohan mengatakan, dengan ditetapkannya Richard sebagai tersangka dengan menggunakan Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP mengindikasikan adanya pelaku di luar dirinya dalam penembakan terhadap Nofriansyah.
Selain Pasal 338 KUHP yang mengatur pembunuhan, Pasal 55 KUHP memuat kemungkinan adanya pihak yang menggerakkan tindak pidana. Adapun Pasal 56 KUHP mengatur peran pembantu, yakni mereka yang terlibat dalam pembunuhan, tetapi sama sekali tidak punya kepentingan kecuali untuk memberikan bantuan terhadap pelaku.
Oleh karena itu, tambahnya, penting bagi polisi untuk mencari kemungkinan pelaku yang menggerakkan peristiwa tersebut. ”(Penelusuran pelaku lain) jelas diperlukan. Hal itu tentu sudah diketahui, hanya mungkin memerlukan kelengkapan alat bukti sebelum diumumkan kepada publik,” katanya dihubungi dari Jakarta, Jumat (5/8/2022).
Kriminolog Reza Indragiri menambahkan, selain menerapkan Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 KUHP jo Pasal 56 KUHP, penyidik juga menyebut bahwa Eliezer tidak membela diri saat menembak Nofriansyah. Artinya, pelaku tidak berada dalam situasi hidup dan mati saat itu sehingga tindakannya rasional, berdasarkan data, dan menggunakan kalkulasi. Adapun yang dikalkulasikan adalah target, insentif, sumber daya, dan risiko.
“Kalkulasi seperti itu bisa berlangsung di lebih dari satu kepala. Apalagi kalau genap perencanaannya, maka relevan untuk didalami siapa mastermind (otak pelaku), eksekutor, dan fasilitatornya,” kata Reza.
Sebelumnya, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengatakan, sejauh ini penyidik menerapkan Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 KUHP jo Pasal 56 KUHP. Pihaknya tidak menerapkan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, karena tim khusus Polri masih melaksanakan rangkaian pendalaman terhadap sejumlah temuan pemeriksaan yang dilakukan. Hingga Kamis (4/8/2022), tim khusus telah memeriksa 43 saksi dan menetapkan satu tersangka, yakni Richard.
Pemeriksaan etik juga dilakukan terhadap 25 personel yang diduga terlibat menghalangi penyidikan. Selain itu, ada tiga perwira tinggi dan dan tujuh perwira menengah dicopot dari jabatannya. Mereka di antaranya Irjen Ferdy Sambo yang dicopot dari jabatannya sebagai Kadiv Propam, Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan dari jabatannya sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam, dan Brigjen Benny Ali dari jabatannya sebagai Kepala Biro Provos Divisi Propam.
Pemeriksaan etik dapat mempercepat penuntasan penyidikan terhadap penembakan Nofriansyah. Sebab, pendekatan itu didasarkan pada indikasi penanganan perkara yang tidak profesional.
Penanganan tidak profesional
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengatakan, pemeriksaan etik dapat mempercepat penuntasan penyidikan terhadap penembakan Nofriansyah. Sebab, pendekatan itu didasarkan pada indikasi penanganan perkara yang tidak profesional. Salah satunya mengenai kejanggalan saat keluarga Nofriansyah tidak boleh membuka peti jenazah yang dikirimkan ke rumah mereka di Jambi.
Kejanggalan lainnya adalah pengambilan dekoder kamera pengawas di pos jaga Kompleks Polri Duren Tiga, yang terpasang di sekitar rumah dinas Ferdy.
Suasana saat Kapolri Jendral (Pol) Listyo Sigit Prabowo memberikan keterangan kepada wartawan seusai pemeriksaan Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Kapolri menyatakan bahwa Polri berkomitmen menuntaskan kasus ini. Kapolri juga menambahkan salah satu langkah yang diambil tim khusus penanganan kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat adalah juga memeriksa sebanyak 25 anggota polisi yang dinilai terkait menghambat proses olah TKP dan empat orang di antaranya kini ditempatkan di tempat khusus.
Yusuf tidak memungkiri, pemeriksaan etik juga bisa menjadi jalan untuk mencari kemungkinan adanya pelaku lain, selain Richard. Pemeriksaan berpotensi memunculkan keterangan penting yang bisa menjadi bukti dugaan tindak pidana atau keterangan yang berkaitan dengan bukti peristiwa.
”Penanganan secara kode etik profesi patut dilakukan, terutama terhadap oknum-oknum yang diindikasikan tidak profesional. Kalau yang dilakukan obstruction of justice, itu malah bisa dipidana,” kata Yusuf.
Penanganan kode etik itu, tambahnya, diawali dengan pemeriksaan pendahuluan atau audit investigatif oleh Divisi Propam. Jika ditemukan unsur dugaan pelanggaran kode etik, pihaknya akan meminta pembentukan Komisi Kode Etik untuk menggelar sidang kode etik. ”Kompolnas akan mengawasi penegakan kode etik agar berjalan profesional, akuntabel, dan transparan,” ujar Yusuf.
Pemeriksaan etik juga bisa menjadi jalan untuk mencari kemungkinan adanya pelaku lain, selain Richard.
15 ponsel diperiksa
Selain penyidikan di Polri, penyelidikan kasus penembakan Nofriansyah juga masih berlanjut di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, pihaknya telah meminta keterangan dari tim siber dan tim khusus Polri terkait komunikasi 15 ponsel pada Jumat pagi hingga sore. Dari 15 ponsel itu, 10 di antaranya telah diperiksa, sedangkan lima lainnya sedang dianalisis.
Sebelumnya Komnas HAM menjadwalkan pemeriksaan terhadap hasil uji balistik. Akan tetapi, tim khusus Polri mengajukan penundaan karena ada perkembangan penyelidikan. Namun, Beka tidak menjelaskan perkembangan yang dimaksud.
Kepala Divisi Teknologi, Informasi, dan Komunikasi Polri Irjen Slamet Uliandi (kiri) tiba di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Jumat (5/8/2022). Komnas HAM meminta keterangan Pusat Laboratorium Forensik Polri untuk memberikan keterangan terkait uji balistik kasus kematian Brigadir J (Nofriansyah Yosua Hutabarat) di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen (Pol) Ferdy Sambo.
”Kami telah meminta keterangan terkait foto dokumen kontak akun dan temuan digital lainnya, dokumen administrasi penyidikan, juga mendapatkan bahan mentah soal percakapan (antarpihak) yang akan kami analisis lebih lanjut,” kata Beka.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menambahkan, dari pemeriksaan itu, pihaknya dapat mengonfirmasi bagian waktu peristiwa yang semula didapatkan dari pemeriksaan keluarga Nofriansyah di Jambi. Tak hanya itu, substansi peristiwa yang dimaksud juga terkonfirmasi. ”Ini yang membuat posisi kami melihat penanganan kasus Brigadir J ini semakin lama semakin terang benderang,” kata Choirul.