Sehari setelah menetapkan Bharada E atau Eliezer sebagai tersangka penembak Brigadir J atau Yosua, Polri memeriksa 25 personelnya karena diduga menghalangi penyidikan perkara itu. Tiga di antaranya perwira tinggi Polri.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sehari setelah menetapkan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai tersangka penembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, tim khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia memeriksa 25 personelnya. Mereka diduga menghalangi penyidikan perkara penembakan yang terjadi di rumah dinas Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Tiga di antara 25 personel tersebut perwira tinggi Polri.
Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo juga mencopot Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kepala Divisi (Kadiv) Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri setelah dinonaktifkan. Selain Ferdy, ada 14 perwira tinggi dan menengah Polri lain yang dicopot. Rangkaian peristiwa ini membuka kemungkinan ada pelaku lain di luar Eliezer.
Listyo Sigit Prabowo, saat jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022) malam, mengatakan, meski sejumlah langkah telah diambil dalam pengusutan perkara penembakan Nofriansyah dan memaparkannya secara transparan, publik masih mempertanyakan soal kamera pemantau yang rusak.
Hal itu terkait dugaan penanganan tempat kejadian perkara (TKP) di rumah dinas Ferdy Sambo yang tak profesional. Akibatnya, muncul hambatan, baik dalam penanganan TKP maupun penyidikan.
Untuk mengusut dugaan tersebut, tim khusus Polri memeriksa 25 personel yang terdiri dari 3 perwira tinggi bintang satu, 5 komisaris besar, 3 ajun komisaris besar, 2 komisaris, 7 perwira pertama, serta 5 bintara dan tamtama. Mereka berasal dari kesatuan Propam, polres, polda, dan Bareskrim.
”Terhadap 25 personel itu, kami akan menjalankan proses pemeriksaan terkait pelanggaran kode etik. Apabila ditemukan proses pidana, kami akan memproses pidana dimaksud,” kata Listyo.
Bisa menjadi pelaku
Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto menyampaikan, para personel yang menjalani proses pemeriksaan kode etik dapat ditingkatkan status menjadi bagian dari pelaku, sesuai dengan Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disangkakan kepada Eliezer. Kedua pasal KUHP itu terkait tindakan melakukan atau memberi perintah tindakan kejahatan. "Termasuk memberi kesempatan dan bantuan sehingga kejahatan itu bisa terjadi," ujarnya.
Tim khusus Bareskrim Polri mendapat pula surat dari penyidik untuk mengevaluasi penanganan laporan kepolisian limpahan dari Polres Jakarta Selatan ke Polda Metro Jaya. Tim akan mengkaji apakah tahapan proses yang dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan.
”Hal ini untuk melaksanakan perintah Kapolri, yakni membuat terang kasus ini sehingga siapa pun yang turut serta atau menyuruh melakukan itu akan terbuka,” katanya.
Terkait pemeriksaan 25 personel, Kapolri menerbitkan telegram khusus guna memutasi 15 perwira tinggi dan menengah. Dalam Surat Telegram Nomor 1628/VIII/Kep/2022 tanggal 4 Agustus 2022 itu, selain Ferdy Sambo yang dicopot dari jabatannya, Brigjen (Pol) Hendra Kurniawan juga dicopot dari Kepala Biro Pengamanan Internal Divpropam bersama sejumlah pejabat lain di Divisi Propam Polri.
Dicopot pula Ajun Komisaris Besar Ridwan Rheky Nellson Sublanit dari jabatan Kepala Satuan Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan dan Ajun Komisaris Rifaizal Samual dari jabatan Kepala Unit I Satuan Reskrim Polres Metro Jaksel.
Pemeriksaan Ferdy Sambo
Sejak Kamis pagi, penyidik memeriksa Ferdy Sambo. Ia diperiksa tujuh jam di gedung Bareskrim. Seusai diperiksa, Ferdy mengatakan telah menyampaikan hal-hal yang ia ketahui, lihat, dan saksikan di rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta. ”Mari sama-sama kita percayakan kepada timsus yang akan menjelaskan secara terang benderang,” kata Ferdy.
Sementara pengacara Eliezer, Andreas Silitonga, mempertanyakan prosedur penetapan tersangka kliennya. Eliezer masih diperiksa sebagai saksi hingga Kamis (4/8) pukul 01.02. Namun, tiga jam sebelumya, tim khusus Polri sudah menetapkannya jadi tersangka.
Terlepas dari hal itu, pengajar hukum pidana di Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, pencantuman Pasal 55 dan 56 KUHP pada Eliezer menyiratkan tak hanya satu orang yang bertanggung jawab. Ada pelaku lain yang bersama-sama melakukannya dengan peran masing-masing. Peran itu, misalnya, memerintahkan, membantu, dan berkedudukan sebagai pembantu.
”Artinya, ada orang lain yang seharusnya bertanggung jawab selain Bharada E,” ujarnya. Polisi harus mencari pelaku lain itu, yang mengarah pada otak pelaku pembunuhan.
Menurut Fickar, dengan adanya pernyataan Presiden Joko Widodo dan pembentukan tim khusus oleh Kapolri, semestinya kasus ini bisa terungkap secara terang benderang. Penyelesaian kasus ini merupakan kesempatan bagi Polri untuk membersihkan oknum polisi yang terlibat, karena keberadaan tim khusus bisa menembus semua hambatan yuridis dan psikologis yang menghalagi pengusutan kasus. “Ini zaman transparansi yang semuanya bisa dikontrol. Jika ada yang disembunyikan, pasti ketahuan, karena akan terlihat tidak logis,” kata Fickar.
Secara terpisah, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi membenarkan, salah satu cara untuk mencari pelaku lain dalam penembakan Brigadir J adalah dengan menggali informasi dari Eliezer. Ia diprediksi memiliki informasi penting yang dapat mengungkap perkara ini.
Namun, untuk mendapatkan informasi itu, ia mengingatkan penyidik agar memastikan kondisi Eliezer. Hal ini juga akan segera disampaikan LPSK secara resmi ke Bareskrim Polri. “Sebaiknya dipastikan tidak terjadi penyiksaan, keributan atau perkelahian apa pun antartahanan, tidak sakit, tidak keracunan, dan tidak berakhir bunuh diri di dalam tahanan,” ujar Edwin.
Ia menambahkan, LPSK dapat memberikan perlindungan kepada Eliezer jika ia bersedia menjadi justice collaborator (pihak yang membantu penegak hukum mengungkap kejahatan). Namun, hingga saat ini pihaknya belum menerima pernyataan kesediaan tersebut.
Sebelumnya, Eliezer memang telah mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK, namun permohonan itu juga belum diputuskan. LPSK masih harus mendalami hasil penyidikan dan mengklarifikasi hal-hal yang sudah diungkapkan Eliezer selama lima kali pemeriksaan, di antaranya terkait penembakan.
“Pertanyaannya itu kan, pertama benarkah ada tembak menembak, dari mana arah tembakan, siapa sebenarnya yang menembak,” kata Edwin.
Ia melanjutkan, jika Eliezer bersedia menjadi justice collaborator, ia akan mendapatkan perlakuan khusus seperti pemisahan berkas, pemisahan tahanan, dan pemeriksaan tanpa hadir ke pengadilan. “LPSK juga akan merekomendasikan supaya tuntutannya diringankan. Sesuai UU Perlindungan Saksi dan Korban, hakim memperhatikan dengan sungguh-sungguh rekomendasi tersebut,” ujarnya.